logo Kompas.id
OpiniLaut Kita Sarat Pungli
Iklan

Laut Kita Sarat Pungli

Pungutan liar di sektor pelayaran yang marak selama ini bisa diatasi jika ada koordinasi antar-kementerian/lembaga yang terlibat dalam penegakan peraturan pelayaran. Ada sembilan kementerian/lembaga dalam hal ini.

Oleh
OKI LUKITO
· 5 menit baca

Masalah pungutan liar atau pungli di kawasan pelabuhan kembali mencuat saat Presiden Joko Widodo menerima keluhan dari para sopir truk kontainer di Tanjung Priok, Jakarta, beberapa waktu lalu (Kompas, 12/6/2021). Faktanya bukan hanya soal pemalakan terhadap sopir truk oleh preman, pungli diperkirakan juga sudah menjadi endemik di industri pelayaran. Korbannya tidak hanya kapal-kapal niaga nasional (INSA), tetapi juga merambah ke kapal kapal rakyat tradisional (Pelra) yang melayani logistik antarpulau ataupun kapal nelayan.

Sejujurnya, pungli ini tidak hanya terjadi di pelabuhan yang menyebabkan biaya tinggi operasional, tetapi di tengah laut pun pungutan tidak resmi itu marak dan akut. Dampaknya berimbas pada tarif biaya logistik. Secara tidak langsung biaya operasional akan dibebankan pada tarif jasa yang ujung-ujungnya dibayar konsumen.

Perlu dicatat, sebelum terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tanggal 21 Oktober tentang Saber Pungli, kapal nelayan, armada pelayaran rakyat sering menjadi bulan-bulanan oknum penegakan hukum (gakum) di laut. Mulai dari pungutan Rp 50.000, Rp 100.000, bahkan ada yang mencapai jutaan rupiah.

Editor:
yovitaarika
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000