Lonjakan jumlah kasus Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat memaksa pemerintah melakukan realokasi dan ”refocusing” anggaran.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Lonjakan angka kasus harian Covid-19 memaksa pemerintah menyiapkan dua skenario pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 (Kompas, 8/7/2021).
Dua skenario itu ialah skenario moderat dan skenario berat, yang dibuat berdasarkan keberhasilan kita mengendalikan lonjakan angka kasus harian Covid-19.
Jika sebelumnya pertumbuhan ekonomi 2021 diproyeksikan 4,5-5,3 persen, dalam skenario moderat dan skenario berat setelah lonjakan kasus, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan hanya 4,5 persen dan 3,7 persen.
Lonjakan kasus Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk mencegah penularan juga memaksa pemerintah melakukan realokasi dan refocusing anggaran. Hal ini dilakukan dengan mengalihkan belanja kementerian/lembaga senilai Rp 26,2 triliun untuk menutup kebutuhan belanja kesehatan dan perlindungan sosial bagi kelompok miskin dan rentan yang membengkak.
Kebijakan pemerintah untuk fokus pada upaya menurunkan angka kasus harian dan dampaknya bagi kesejahteraan kelompok miskin serta rentan merupakan langkah tepat meskipun sebagai akibatnya pemulihan ekonomi sedikit tertahan.
Keberhasilan kebijakan PPKM darurat yang dibarengi dengan menggenjot vaksinasi secara agresif akan menentukan seberapa cepat Indonesia keluar dari krisis Covid-19.
Namun, memperbesar anggaran tanpa memperbaiki efektivitas implementasinya di lapangan bisa menghambat pencapaian sasaran yang diharapkan. Sejauh ini, keluhan terkait rendahnya serapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih muncul. Demikian pula bantuan/stimulus yang kurang tepat sasaran akibat belum terintegrasinya data dan problem dalam mekanisme penyaluran.
Sebagai respons atas krisis Covid-19 setahun lebih terakhir, pemerintah menempuh kebijakan fiskal sangat ekspansif dibarengi kebijakan moneter superlonggar. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menjadi tumpuan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi, terutama dengan belum pulihnya dunia usaha. Sementara di luar beban penanganan Covid-19, kita juga tidak boleh melupakan fondasi pertumbuhan broad-based jangka panjang.
Memperbesar anggaran tanpa memperbaiki efektivitas implementasinya di lapangan bisa menghambat pencapaian sasaran yang diharapkan.
APBN dituntut mampu menopang reformasi struktural untuk mengatasi kelemahan struktural, mengatasi ketertinggalan, dan mempersiapkan perekonomian berlari cepat, sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Termasuk di dalamnya melalui pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas untuk menarik investasi guna menggerakkan sektor bernilai tambah dan menciptakan lapangan kerja berkualitas.
Beban berat APBN membuat dalam jangka menengah isu konsolidasi dan kesinambungan fiskal tetap menjadi tantangan krusial bagi pemerintah, terutama untuk menggenjot penerimaan negara (khususnya dari pajak), memperluas ruang fiskal, dan mengembalikan defisit fiskal ke level maksimal 3 persen dari produk domestik bruto pada 2023.
Pada saat yang sama, kita juga dihadapkan pada tantangan lain, yakni kesiapan dalam mitigasi menghadapi ketidakpastian akibat pandemi yang masih berlangsung dan dinamika ekonomi global, termasuk dampak rambatan dari pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang lebih cepat dari perkiraan.