Lebaran kali ini juga menjadi kesempatan berbagi lebih banyak. Dana yang disisihkan untuk mudik dapat digunakan sebagai infak dan sedekah bagi yang membutuhkan.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Idul Fitri tahun ini kita rayakan dengan perasaan mendua: gembira karena sudah menyelesaikan ibadah Ramadhan, dan prihatin karena pandemi.
Perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah jatuh pada Kamis (13/5/2021). Umat Islam bergembira karena menyelesaikan ibadah puasa selama 30 hari. Puasa menahan diri dari nafsu yang bersifat badaniah dan rohaniah telah usai. Biasanya, Idul Fitri disongsong penuh kegembiraan dengan ritual lebih bersifat budaya: mudik. Pulang ke rumah orangtua, kampung halaman, bertemu sanak saudara. Namun, tidak kali ini.
Seperti tahun lalu, Lebaran kali ini kita juga diminta dengan sangat untuk tidak mudik. Kita bersama-sama ingin mencegah naiknya jumlah penularan baru Covid-19.
Belajar dari India yang Februari lalu begitu percaya diri bisa mengendalikan pandemi, tiba-tiba kasus baru melonjak naik tak terkendali mulai Maret 2021. Salah satu penyebabnya, warga ramai-ramai menjalani ritual keagamaan Kumbh Mela, berkumpul bersama tanpa menjaga jarak.
Bukan ritual keagamaan yang menjadi masalah, melainkan berkumpulnya orang yang kita khawatirkan. Orang dengan Covid-19 ada yang menunjukkan gejala ringan saja sehingga tak menyadari, ada juga tak bergejala. Mereka dapat menulari banyak orang ketika berkerumun. Setelah itu penularan akan naik secara eksponensial seperti di India.
Di sini kita bisa menguji apakah menahan nafsu selama sebulan berpuasa telah kita hayati. Menahan nafsu tak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga nafsu untuk mudik jika kita tahu mudik akan membawa mudarat daripada manfaat. Banyak pemuka agama setuju agar kita menahan diri tidak mudik.
Menahan nafsu tak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga nafsu untuk mudik jika kita tahu mudik akan membawa mudarat daripada manfaat.
Kita beruntung berada pada era internet. Teknologi digital memberikan kemudahan: memotong jarak, ruang, dan waktu. Silaturahmi dapat kita laksanakan secara daring. Kita tetap dapat berbagi dengan orangtua, sanak, dan saudara di kampung halaman melalui pengiriman dana atau barang secara daring. Untuk daerah yang tak punya cabang bank dan ATM, tersedia layanan keuangan nonkantor melalui laku pandai.
Lebaran kali ini juga menjadi kesempatan berbagi lebih banyak. Dana yang disisihkan untuk mudik dapat digunakan sebagai infak dan sedekah bagi yang membutuhkan. Banyak orang hidupnya menjadi lebih sulit dan jatuh miskin karena pendemi. Dana pemerintah saja tak mencukupi untuk membantu semua. Infak dan sedekah memupuk solidaritas sebagai umat beragama dan menjadi perpanjangan ibadah puasa kita, ikut merasakan penderitaan mereka yang kurang beruntung.
Lebaran kali ini menjadi saat kita membangun harapan akan berakhirnya pandemi melalui ikhtiar, mulai dari pucuk pimpinan hingga rakyat biasa mendisiplinkan diri pada protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi.
Tuhan berfirman dalam Surat Al-Insyirah (Kelapangan) Ayat 5 dan 6: ”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Namun, janji dalam Surat Ar-Rad Ayat 11, ”Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu mengubahnya”.