Perseteruan terkait vaksin Nusantara makin memprihatinkan dengan keterlibatan para elite. Konflik kepentingan mengalahkan tujuan bersama mengatasi pandemi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Maka hari-hari ini rakyat seperti mendapat tontonan tanpa paham maknanya. Di satu sisi sejumlah anggota DPR, mantan menteri, dan pensiunan TNI bergabung ke tim vaksin Nusantara, diambil darahnya, dan siap menjadi sukarelawan. Mereka lupa, ketika vaksinasi dari pemerintah resmi dimulai, mereka pula yang antre paling depan meminta diprioritaskan.
Secara metodologi penelitian, jelas anggota DPR dan elite politik itu tidak valid untuk menguji efektivitas vaksin Nusantara. Hal ini karena vaksin Sinovac yang mereka dapat sudah lebih dahulu membangun sistem kekebalan tubuh.
Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menjadi bulan-bulanan, karena dianggap tidak berpihak pada karya anak bangsa, mendapat dukungan para ahli. Jadilah tontonan riuh, diskusi panas di televisi, dan topik viral yang terus beredar dari media sosial satu ke lainnya. Sayangnya, banyak informasi tidak tersampaikan secara lengkap.
Vaksin Nusantara diuji coba mantan Menteri Kesehatan Agus Terawan dan timnya sebagai vaksin berbasis dendritik untuk mencegah penularan Covid-19. Seperti kita ketahui, saat ini vaksin Covid-19 yang masih tahap penelitian atau sudah beredar umumnya berbasis antigen yang dilemahkan.
Sel dendritik adalah sel dalam darah yang dapat membangunkan respons kekebalan. Sejak ditemukan tahun 1973, sel ini banyak diteliti untuk menciptakan vaksin kanker. Saat pandemi, para ahli di China dan Amerika Serikat berinisiatif menguji sel dendritik untuk vaksin Covid-19.
Uji coba vaksin dendritik di Indonesia merupakan hasil kerja sama pelbagai pihak, dengan kolaborator utama Aivita Biomedical Inc dari Amerika Serikat. Kolaborator lainnya adalah PT Aivita Biomedikal Indonesia, Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi Semarang, dan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Betul bahwa penelitian ini resmi teregistrasi pada Pemerintah RI, tetapi tidak betul jika diklaim sebagai karya anak bangsa. Laman resmi Aivita Biomedical AS menyebutkan, vaksin yang diuji coba di Indonesia adalah buatan mereka.
Sebagai bagian dari sains, tentunya vaksin Nusantara harus mengikuti metodologi penelitian secara ilmiah, baik dan benar, sehingga hasilnya tidak bias, bisa diukur dan direplikasi. Basis metodologi ilmiah ini sama di seluruh dunia, yang dalam dunia kedokteran dikenal sebagai evidence-based medicine. Ini harus berlangsung ketat karena terkait kesehatan yang bisa menentukan mati dan hidup seseorang.
Sebagai bagian dari sains, tentunya vaksin Nusantara harus mengikuti metodologi penelitian secara ilmiah, baik dan benar, sehingga hasilnya tidak bias, bisa diukur dan direplikasi.
Oleh sebab semua ukurannya jelas, penyelesaian kontroversi vaksin Nusantara sebenarnya juga sederhana saja: duduk bersama mencocokkan apa yang sudah dilakukan dengan metodologi yang ditetapkan. Kedua belah pihak wajib bersikap profesional dan saling menghargai otoritas masing-masing, tanpa campur tangan mereka yang bukan di bidangnya.