Penentuan vaksin bisa digunakan atau tidak, termasuk uji coba dan kajiannya, mesti sesuai prosedur yang disepakati secara internasional. Uji klinis yang tak sesuai prosedur akan menimbulkan pertanyaan banyak pihak.
Oleh
Tri Agung Kristanto
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat tidak menghabiskan energi untuk membahas dan memperdebatkan vaksin Nusantara, yang kini diuji-cobakan dan mendapatkan dukungan dari kalangan politisi. Karena vaksin bersifat ilmiah, perdebatan itu sebaiknya hanya terjadi di kalangan ilmuwan.
”Vaksin itu sesuatu yang bersifat ilmiah. Biarlah kalau terjadi perdebatan itu di kalangan ilmuwan, para ahli membahasnya, termasuk melalui jurnal ilmiah. Bukan perdebatan di media sosial atau secara politik,” ungkap Menkes ketika bertemu secara daring dengan pimpinan media massa, Minggu (18/4/2021) malam.
Menurut Menkes, vaksin itu diberikan untuk orang sehat. Oleh karena itu, tahapan untuk penentuan sebuah vaksin bisa digunakan atau tidak, termasuk uji coba dan tahapan kajiannya, dilakukan seturut prosedur yang sudah disepakati secara internasional. Jangan ada short cut atau tak sesuai prosedur, yang pada gilirannya akan menimbulkan pertanyaan dari berbagai kalangan.
Vaksin itu sesuatu yang bersifat ilmiah. Biarlah kalau terjadi perdebatan itu di kalangan ilmuwan, para ahli membahasnya, termasuk melalui jurnal ilmiah.
Kewenangan tentang vaksin yang bisa digunakan atau tidak, lanjut Budi Gunadi, berada di tangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM memberikan laporannya langsung kepada Presiden, bukan kepada Kementerian Kesehatan.
”Kita tentu mendukung upaya warga negara Indonesia untuk menemukan vaksin atau obat, apalagi saat ini kita membutuhkannya. Namun, vaksin itu kan sesuatu yang saintifik. Jadi, ya, sebaiknya dibahas secara saintifik oleh ilmuwan dan secara terbuka,” ujarnya lagi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Akmal Taher mengatakan, tahapan penelitian vaksin tidak ada yang bisa dilewatkan. Seluruh proses harus dijalankan dengan baik, mulai dari tahap preklinik, uji klinik fase pertama, sampai dengan uji klinik fase keempat. Dari seluruh proses itu, pengawasan dilakukan BPOM.
”Jadi, BPOM yang akan memutuskan apakah suatu penelitian bisa dilanjutkan atau tidak. Jika semua tahapan ini dilakukan dengan baik, seharusnya tidak akan terjadi kegaduhan. Keamanan masyarakat bisa terdampak langsung apabila mekanisme penelitian tidak dipatuhi,” katanya dalam pernyataan terbuka atas dukungan untuk BPOM yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (17/4/2021), di Jakarta (Kompas, 18/4/2021).
Peneliti Utama Vaksin Nusantara Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Kolonel CKM dr Jonny SpD-KGH, dalam acara Rosi Kompas TV, Kamis (15/4/2021) malam, menyatakan, peneliti mengikuti prosedur penelitian vaksin yang benar dan bersedia untuk dilihat dan dinilai oleh lembaga mandiri (independen), baik dari dalam maupun luar negeri. Upaya melahirkan vaksin Nusantara juga merupakan pertaruhan kredibilitas TNI, TNI Angkatan Darat, dan RSPAD Gatot Soebroto.
Sejumlah kalangan menilai, vaksin Nusantara merupakan karya anak bangsa. Namun, ternyata penelitian vaksin ini disponsori oleh PT Rama Emerald/PT AIVITA Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes.
Vaksin Nusantara menggunakan sel dendritik yang diperoleh dari darah orang yang mengikuti uji coba. Namun, bahan-bahan lainnya, seperti antigen dan protein untuk penelitian itu diproduksi oleh Amerika Serikat (AS). Pengolahan sel dendritik pun dikembangkan oleh AIVITA Biomedical Inc, AS. Bahkan, tim yang melakukan penelitian juga didatangkan dari AS.
Kepala BPOM Penny K Lukito, saat meninjau pengembangan vaksin Merah Putih di PT Bio Farma, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/4/2021), menegaskan, pengembangan vaksin harus memperhatikan standar yang berlaku karena penggunaan vaksin menyangkut keselamatan manusia. Standardisasi riset berlaku sama untuk semua riset vaksin.
Salah satunya, melaksanakan uji praklinis sebelum diujicobakan pada manusia dalam uji klinis fase pertama, kedua, dan ketiga. Uji praklinik pada hewan penting untuk memantau respons kekebalan demi melindungi sukarelawan uji klinis. ”Kalau ini (praklinik) tak dilakukan dan meloncat ke uji klinis, nanti ada kesalahan,” ujarnya. (Kompas, 17/4/2021)
Soal keterlibatan Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, pada vaksin Nusantara, Pelaksana Tugas Wakil Rektor III Undip Dwi Cahyo Utomo tak berkomentar banyak. Sejak awal tim peneliti dari Undip membantu peneliti di bawah koordinasi RSUP Dr Kariadi, Semarang. Parna dari Humas RSUP Dr Kariadi membenarkan, RS itu tak lagi jadi tempat riset vaksin Nusantara.
Budi Gunadi menjelaskan, penelitian vaksin Merah Putih menunjukkan kemajuan yang signifikan dan sesuai prosedur penelitian vaksin secara internasional ataupun yang berlaku di Indonesia. ”Nanti pada kesempatan lain, saya akan berbicara juga mengenai perkembangan vaksin Merah Putih,” kata Menkes.
Prioritas lanjut usia
Dalam pertemuan itu, Menkes menjelaskan program keterbukaan yang dilakukan Kemenkes terkait vaksinasi, melalui situs web vaksin.kemkes.go.id. Masyarakat bisa mengakses laman itu untuk mengetahui distribusi vaksin sampai tingkat kabupaten/kota dan pencapaiannya.
Saat ini, dari target 40,349 juta warga yang menjadi sasaran vaksinasi, yaitu tenaga kesehatan, lanjut usia, dan pelayan publik, baru 10,83 juta orang (26,84 persen) yang divaksinasi dosis pertama, serta 5,912 juta orang (14,65 persen) yang sudah divaksinasi kedua. Bali, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta merupakan contoh provinsi yang sudah melakukan vaksinasi relatif baik, yakni di atas 43 persen untuk vaksinasi dosis pertama dan di atas 23 persen untuk dosis kedua.
Budi Sadikin menegaskan, saat ini konsentrasi layanan vaksinasi oleh pemerintah pada warga lanjut usia yang berisiko tinggi jika terinfeksi Covid-19. Secara nasional, risiko kematian atas warga yang menderita Covid-19 mencapai 2,82 persen, sedangkan untuk warga lanjut usia 12 persen. Namun, dalam perawatan, 50 persen warga yang meninggal akibat covid-19, adalah lanjut usia.
”Tak bisa lain, pemerintah harus lebih memperhatikan prioritas warga lanjut usia untuk divaksinasi. Jadi, tolong dibantu agar warga lanjut usia di sekitarnya bisa segera divaksinasi. Mereka tak mungkin bisa berebut dengan warga lainnya,” ingat Menkes.
Di Indonesia saat ini tercatat ada 21,55 juta warga lanjut usia, berusia 60 tahun ke atas. Dari jumlah itu, baru 2,188 juta orang (10,16 persen) yang menerima vaksinasi dosis pertama dan 0,92 juta orang (4,27 persen) yang sudah divaksinasi dosis kedua. Masyarakat diharapkan membantu dan melindungi warga lanjut usia, antara lain dengan tidak mudik saat Lebaran nanti dan mengunjungi langsung orangtuanya. Selain itu, dengan membantu warga lanjut usia yang belum divaksinasi dapat segera divaksinasi.
Menurut Budi Gunadi, saat ini dirinya berkonsentrasi untuk segera bisa mendatangkan vaksin sehingga program vaksinasi anti-Covid-19 bisa berjalan sesuai rencana. Vaksin sudah disebarkan ke daerah-daerah dan dengan keterbukaan informasi, pemerintah daerah bisa mempercepat pelaksanaan vaksinasi di daerahnya, khususnya untuk warga lanjut usia. Saat ini, setidaknya ada 16 juta dosis vaksin siap digunakan.