Meski vaksin Covid-19 dikebut pembuatannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjamin prosedur penelitian dan produksi berlangsung dengan standar ketat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Antara takut terinfeksi Covid-19 atau dampak ikutan vaksinasi, ada saja yang mempertanyakan keamanan vaksin Covid-19 meski antrean vaksinasi terus mengular.
Di Indonesia ataupun global tidak jauh beda. Percepatan pengadaan vaksin Covid-19 dengan memotong prosedur konvensional yang panjang—biasanya minimal sembilan tahun, kini satu tahun—memang memicu banyak kekhawatiran.
Kehadiran media sosial menambah persoalan. Maraknya hoaks bisa sangat mengganggu keberlangsungan suatu kebijakan meski, di sisi lain, media sosial juga efektif untuk menjelaskan duduk soal dan membuka wawasan.
Sejarah menunjukkan, vaksinasi aman dan efektif untuk mencegah penularan penyakit. Sejak metode vaksinasi cacar ditemukan Edward Jenner tahun 1796, saat ini sedikitnya 20 penyakit bisa dicegah dengan vaksinasi. Di antaranya difteri, polio, tetanus, partusis, campak, dan tuberkulosis. Vaksinasi adalah salah satu upaya preventif yang efektif, mudah, dan murah.
Meski demikian, harus diakui bahwa saat ini baru dua penyakit menular yang bisa dieradikasi selain cacar, yaitu polio—dengan catatan masih ada kasus di dua negara—dan rinderpest pada sapi. Beberapa penyakit infeksi lain masih harus dicegah lewat imunisasi dasar.
Sedikitnya jumlah penyakit dari begitu banyak penyakit menular yang bisa dicegah dengan vaksinasi disebabkan oleh banyak hal. Selain prosedurnya panjang dan mahal, mudahnya virus bermutasi menjadi kendala utama.
Di sisi lain, eradikasi perlu waktu lama karena cakupan vaksinasi harus luas agar perlindungan optimal. Cacar, misalnya, perlu waktu 184 tahun hingga dunia bebas penyakit cacar pada 1980. Dalam kasus Covid-19, harus dicapai kekebalan kelompok (herd immunity) minimal 70 persen.
Indonesia dan dunia menargetkan kekebalan kelompok dalam satu tahun, dari sejak vaksinasi Covid-19 pertama di Inggris, Desember 2020. Meski virus masih beredar, tidak banyak lagi yang terinfeksi karena sudah kebal.
Meski vaksin Covid-19 dikebut pembuatannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjamin prosedur penelitian dan produksi berlangsung dengan standar ketat. Dari pengajuan calon vaksin, WHO sudah terlibat. Setiap tahap harus dilaporkan, termasuk fase uji klinis pada manusia.
Oleh karena itu, meskipun WHO menyetujui ratusan calon vaksin untuk dikembangkan, saat ini baru tujuh vaksin yang mendapat persetujuan penuh untuk digunakan, enam vaksin untuk pemakaian terbatas. Sisanya, 78 vaksin, masih dalam fase uji klinis dan 77 vaksin masih diuji coba pada binatang.
Keamanan dan keselamatan manusia menjadi prioritas. Kalau kemudian muncul laporan risiko pengentalan darah pada jenis vaksin tertentu atau bengkak di titik injeksi, sakit kepala, dan nyeri otot pascaimunisasi, justru itulah keterbukaan sains. Bahwa, semua harus dilaporkan, diobservasi, dan dikaji melalui prosedur ilmiah yang bisa direplikasi dan dibuktikan. Kita memang perlu percaya pada sains.