Kontroversi yang menyertai kasus pecatur berakun ”Dewa_Kipas” di dunia catur daring menegaskan kembali pentingnya ”fair play” dan sportivitas dalam olahraga.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Selama dua pekan terakhir, dunia catur dalam jaringan (daring) diriuhkan dengan kasus terkait pecatur asal Indonesia yang menggunakan nama akun ”Dewa_Kipas”. Kontroversi dimulai saat Dewa_Kipas mengalahkan pecatur Amerika Serikat, Master Internasional (IM) Levy Rozman, yang menggunakan nama GothamChess dalam laga catur cepat 10 menit di aplikasi Chess.com pada 2 Maret 2021.
Laga ini berbuntut panjang. Chess.com kemudian memblokir akun Dewa_Kipas karena menilai Dewa_Kipas melanggar fair play. Pengelola aplikasi catur daring itu menyebut gerakan permainan Dewa_Kipas tidak alami, seperti umumnya dilakukan pecatur yang memiliki emosi.
Kajian dari tim Fair Play memperlihatkan, tingkat akurasi gerakan dari lusinan laga Dewa_Kipas kerap mencapai 98 persen. Hal itu nyaris mustahil dicapai pecatur tanpa pengalaman bertanding dan rekam jejak prestasi jika tidak dibantu mesin catur. Saat mengalahkan GothamChess, akurasinya mencapai 93,5 persen.
Di sisi lain, Dadang Subur, pecatur asal Bandung pemilik akun Dewa_Kipas, melalui putranya bersikukuh tidak melakukan kecurangan. Kasus ini lalu berkembang riuh di media sosial, dengan kelompok yang mendukung dan menentang beradu argumentasi dan saling mencerca.
Kedua belah pihak memiliki argumentasi kuat. Pihak Chess.com bersandar pada data pertandingan serta dukungan tim statistik yang memeriksa algoritma untuk membaca kecurangan dalam laga sebelum memutuskan menutup akun. Adapun Dewa_Kipas berkeras tidak melakukan kecurangan, justru karena tidak terlalu paham teknologi dan mencatat langkah secara manual.
Laga daring yang dilakukan tanpa bertemu muka membuka kemungkinan bagi pemain berkonsultasi dengan pendamping atau mendapat bantuan menjalankan langkah. Karena itu, diperlukan kejujuran dan kesportifan untuk memastikan laga tetap berjalan adil, seperti saat kedua pecatur berhadapan langsung.
Oleh karena sejatinya laga daring hanyalah memindahkan platform pertandingan olahraga, dari pertemuan fisik menjadi berlangsung di dunia maya, dengan adaptasi peraturan untuk memungkinkan laga ini terlaksana. Adapun nilai-nilai dasar fair play dalam olahraga, seperti sportivitas, kejujuran, saling menghormati, integritas, dan kompetisi yang adil, untuk menyebut beberapa di antaranya, tetap sama.
Nilai-nilai ini juga perlu menjadi perhatian para pelaku gim daring di Tanah Air, yang menurut Indonesia Esports Premier League jumlahnya 62,1 juta orang (2019). Permainan daring membuka banyak kemungkinan, tetapi nilai-nilai sportivitas tetap harus ditegakkan. Jauh lebih baik jika nilai-nilai ini juga dipahami semua pengguna media sosial untuk tetap bersikap santun dan tak memperkeruh suasana.