BPS mengumumkan jumlah orang miskin pada September 2020 bertambah 0,97 persen atau 2,76 juta orang secara tahunan. Total warga yang tergolong miskin menjadi 10,79 persen jumlah penduduk atau 27,55 juta orang.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jumlah orang miskin bertambah pada tahun 2020. Pertumbuhan berkualitas harus terus didorong selain bantuan pemerintah untuk mengatasi dampak Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah orang miskin pada September 2020 bertambah 0,97 persen atau 2,76 juta orang secara tahunan. Total orang yang tergolong miskin menjadi 10,79 persen jumlah penduduk atau 27,55 juta orang. Sementara rasio gini yang mengukur ketimpangan kemakmuran tak bertambah nyata, yaitu dari 0,380 menjadi 0,385.
Pertambahan jumlah orang miskin sudah diduga sebelumnya karena pandemi Covid-19 mengganggu aktivitas ekonomi secara masif. Namun, pertambahan jumlah orang miskin tidak sebesar perkiraan beberapa lembaga. Sembilan program perlindungan sosial pemerintah berhasil menekan pertambahan jumlah orang miskin.
Walakin, catatan tetap haruslah diberikan pada garis kemiskinan, yaitu Rp 458.957 per kapita per bulan atau sekitar Rp 15.000 per hari, masih jauh dari target pembangunan berkelanjutan, yakni 2 dollar AS per orang per hari.
Selain itu, tingkat kedalaman kemiskinan juga naik dari 1,61 pada Maret 2020 menjadi 1,75 pada September lalu. Kedalaman kemiskinan menggambarkan rata-rata jarak antara pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan bertambah dari 0,38 menjadi 0,47. Indeks Keparahan Kemiskinan menggambarkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Penyebab bertambahnya jumlah orang miskin tidak tunggal, tetapi pandemi ikut berperan. Data BPS memperlihatkan, jumlah penganggur terbuka naik, penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 ada 29,12 juta orang atau 14,28 persen.
Pada 2021, kita ingin bukan saja pertumbuhan ekonomi akan mencapai target 4,5-5,3 persen, melainkan juga menurunkan jumlah orang miskin. Agar keduanya berjalan bersamaan, pertumbuhan perlu berkualitas.
Ekspor pada tahun ini dapat lebih baik seiring membaiknya situasi kesehatan di negara mitra dagang. Usaha kecil dan menengah (UKM) yang menyerap sekitar 40 persen tenaga kerja harus difasilitasi mengekspor, antara lain UKM perkebunan yang memproduksi minyak kelapa sawit mentah (CPO), kopi, lada, dan perikanan.
Investasi harus menjadi lebih mudah, terutama untuk bidang usaha baru dengan pelaku wirausaha baru. Penggunaan kandungan lokal diperluas dan diperdalam, seperti dilakukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Melalui Pasar Digital, UMKM mendapat akses ikut dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya BUMN.
Industri manufaktur menjadi tumpuan menciptakan lapangan kerja yang akan menghasilkan konsumsi masyarakat. Namun, industri kreatif, seperti film, musik, dan makanan, juga harus mendapat perhatian; ketiganya menjadi kebutuhan dasar akibat orang lebih banyak beraktivitas dari rumah.
Semua itu harus didukung kelembagaan yang kuat, tidak melakukan korupsi, nepotisme, dan kolusi. Korupsi bantuan sosial atau izin ekspor benur mengingatkan bahwa kita membutuhkan kelembagaan yang tidak ekstraktif.