Dalam kondisi terdisrupsi secara digital dan timbunan aneka masalah politik, sosial, serta ekonomi, pers, selain harus berjuang demi kelangsungan eksistensinya, juga harus memenuhi panggilan tanggung jawabnya.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2021, di Jakarta ditandai dengan suasana pandemi. Wabah Covid-19 membuat suasana muram, tidak saja ekonomi, tetapi juga hati.
Dalam suasana seperti ini, pers nasional secara umum telah memberikan kontribusi tidak kecil. Pertama, tanpa bermaksud memuji diri, sungguh satu ekspresi keberanian tatkala insan pers terus menjalankan tugas jurnalistik untuk melaporkan beragam peristiwa pandemi dari lapangan. Tentu ini pekerjaan penuh risiko meski protokol kesehatan diterapkan. Kita juga menyaksikan insan pers menjadi korban virus korona baru.
Dalam sambutannya dari Istana Negara yang disiarkan secara daring kepada komunitas pers di Ancol, Jakarta, dan sejumlah kota di Tanah Air, Presiden Joko Widodo mengapresiasi pers nasional yang memberikan kontribusi positif membantu pemerintah dalam memberitakan ihwal pandemi dan vaksinasi. Juga dalam memberikan optimisme kepada masyarakat. Kita melihat yang dilakukan pers dilandasi oleh semangat pengabdian terhadap kemanusiaan dan tanggung jawab profesi.
Pada sisi lain, pandemi pun ikut mendewasakan pers. Dalam arti, komunitas pers ikut belajar tentang fenomena yang terjadi untuk pertama kali dalam kala hidupnya. Hal ini merujuk pada fakta, pandemi terakhir terjadi sekitar seabad silam.
Insan pers tidak saja diperkenalkan pada berbagai singkatan, akronim, dan istilah, seperti PSBB (pembatasan sosial berskala besar), herd immunity, epidemiologi, dan m(essenger)RNA, tetapi juga bagaimana otoritas menangani pagebluk ini. Dengan segala kompleksitas untuk menyeimbangkan tarikan rem (kesehatan) dan pijakan gas (untuk mempertahankan laju ekonomi). Semua pembelajaran itu terjadi justru ketika industri media secara umum tengah diterpa gelombang badai, terutama karena disrupsi digital. Fenomena ini berlangsung beberapa waktu dan terus memakan korban, media ditutup, yang tampak berlangsung satu menyusul lainnya.
Harus diakui, badai digital sangat berat dan—sebagaimana Covid-19— belum diketahui kapan berakhirnya. Dalam hal media, karena media digital yang diharapkan bisa menjadi alternatif transformasi pers secara umum belum kokoh dalam revenue (pendapatan), bisa dikatakan banyak industri pers yang dalam kondisi limbung. Mengenai permasalahan ini, dalam sambutannya, Presiden memperlihatkan simpati dan meluncurkan kebijakan meringankan beban pers nasional.
Dalam kondisi terdisrupsi secara digital dan timbunan aneka masalah politik, sosial, dan ekonomi, pers, selain harus berjuang demi kelangsungan eksistensinya, juga harus memenuhi panggilan tanggung jawabnya. Dalam pusaran itu, tuntutan inovasi model bisnis dan transformasi digital yang sukses bertaut erat dengan tugas untuk terus menyuarakan optimisme bagi audiens dan lebih luas lagi bagi bangsanya.
Peringatan Hari Pers Nasional 2021 tak disangsikan lagi menjadi momen unik tanpa preseden bagi pers nasional untuk tidak saja tetap tegak, tetapi juga bangkit, menemukan kembali roh kejuangan. Untuk ini, benar apa yang diangkat harian ini, Selasa (9/2/2021) kemarin, bahwa agar spirit yang diperlukan itu terus hidup, ekosistem pers nasional harus terjaga.