Pemerintah menyadari industri media tengah terdesak, baik karena pandemi Covid-19 maupun perkembangan platform digital. Untuk itu, pemerintah menjanjikan sistem ekonomi dan aturan main yang adil di antara keduanya.
Oleh
FX LAKSANA AS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menjanjikan sistem ekonomi dan aturan main yang adil untuk industri media dan platform digital. Sejumlah regulasi telah diterbitkan. Meskipun demikian, pemerintah masih membuka diri untuk berbagai rekomendasi baru.
Hal itu disampaikan Presiden pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional di Istana Negara, Jakarta, Selasa (9/2/2021). Hadir dalam acara yang juga diselenggarakan secara virtual itu adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh.
”Saya juga menyadari bahwa industri media sedang terdesak dengan perkembangan media sosial yang sangat masif dan cepat. Saya setuju, diperlukan konvergensi dan level playing field yang adil,” kata Presiden dalam pidatonya.
Saya juga menyadari bahwa industri media sedang terdesak dengan perkembangan media sosial yang sangat masif dan cepat. Saya setuju, diperlukan konvergensi dan level playing field yang adil. (Presiden Joko Widodo)
Sebagian aspirasi tersebut, menurut Presiden, sudah ditampung dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan pelaksana yang berkaitan dengan informasi baru saja terbit, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran. Namun, pemerintah masih membuka diri terhadap aspirasi dari media.
Untuk itu, Presiden Jokowi berjanji untuk memerintahkan para menteri terkait guna menerbitkan regulasi yang melindungi hak karya jurnalistik. Dengan demikian, manfaat ekonomi dari karya jurnalistik bisa dinikmati secara berimbang oleh media konvensional sebagai produsen karya maupun platform digital selaku agregatornya.
”Saya juga telah memperoleh laporan bahwa telah terbit peraturan menteri yang mengatur tata kelola penyelenggara sistem elektronik lingkup privat. Aturan ini mengatur keseimbangan antara perkembangan ekonomi digital dan kedaulatan data. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan konvergensi antara media konvensional dan platform digital,” kata Presiden.
Presiden berjanji untuk memerintahkan para menteri terkait guna menerbitkan regulasi yang melindungi hak karya jurnalistik.
UU Cipta Kerja, Presiden mengingatkan, juga mengatur digitalisasi penyiaran. Untuk itu, Presiden berpesan agar industri media mengoptimalkan peluang tersebut.
Selain soal keadilan menyangkut aturan main dan ekonomi dalam penyebaran informasi, Presiden Jokowi juga menyinggung soal masa-masa sulit industri media pada tahun-tahun ini. Tekanan tersebut disebabkan pandemi Covid-19 maupun tumbuh pesatnya platform digital.
”Saya menyadari, insan pers juga menghadapi masa-masa sulit di era pandemi Covid-19 sekarang ini. Kita semua tahu permasalahan kesehatan dan ekonomi membebani semua negara, termasuk negara kita, Indonesia. Saya tahu industri pers, sebagaimana sektor swasta yang lain, juga sedang menghadapi masalah perusahaan, masalah keuangannya, yang juga tidak mudah,” tutur Presiden.
Oleh karena itu, Presiden melanjutkan, pemerintah membantu meringankan beban industri media. Sejauh ini, pemerintah telah menerbitkan sejumlah insentif, di antaranya pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk awak media. Aturan ini berlaku sampai Juni 2021.
Pemerintah membantu meringankan beban industri media. Sejauh ini, pemerintah telah menerbitkan sejumlah insentif.
Selain itu, ada pula pengurangan PPh badan, pembebasan PPh impor, dan percepatan restitusi. Insentif ini juga berlaku sampai Juni 2021.
”Insentif yang diberikan ke industri lain juga diberikan ke industri media, termasuk pembebasan abonemen listrik. Keringanan dan bantuan yang diberikan kepada industri media dan awak media tersebut memang tidak seberapa, saya tahu,” kata Presiden.
Presiden Jokowi lalu menyinggung tentang beban fiskal pemerintah yang juga berat. Di tengah tekanan penerimaan pendapatan negara, terutama dari pajak, pemerintah tetap harus mengalokasikan anggaran untuk menangani permasalahan kesehatan sekaligus menggerakkan perekonomian saat swasta mengalami perlambatan.
Mulai awal 2021, pemerintah menjalankan program vaksinasi Covid-19. Target vaksinasi menyasar sekitar 180 juta penduduk. Vaksinasi yang dilangsungkan secara bertahap diperkirakan makan waktu 15 bulan hingga tuntas. Untuk tahap awal, vaksinasi diprioritaskan untuk tenaga kesehatan dan petugas pelayanan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah pedagang pasar.
Wartawan termasuk yang akan mendapatkan vaksinasi pada tahap awal. Menurut Presiden, dari 12 juta vaksin yang dikeluarkan Bio Farma, 5.000 vaksin dialokasikan untuk awak media. Vaksinasi akan dilakukan mulai akhir Februari sampai awal Maret.
Wartawan termasuk yang akan mendapatkan vaksinasi di tahap awal. Menurut Presiden, dari 12 juta vaksin yang dikeluarkan Bio Farma, 5.000 vaksin dialokasikan untuk awak media.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Pusat Atal S Depari dalam laporannya mengatakan, krisis ekonomi akibat pandemi telah menyebabkan performa ekonomi industri media anjlok. Sejumlah perusahaan bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan. Bahkan, tak sedikit perusahaan media yang gulung tikar. Ada pula yang berusaha menyambung hidup dengan pindah ke platform digital sambil belajar beradaptasi.
”Apabila krisis kesehatan dan ekonomi ini tidak segera berlalu, sejumlah media diperkirakan hanya mampu bertahan hidup dalam hitungan bulan. Oleh karena itu, mohon dengan sangat agar insentif ekonomi untuk industri pers nasional yang pernah dijanjikan pemerintah dapat benar-benar segera diwujudkan,” kata Atal.
Masalah lain, Atal melanjutkan, adalah krisis eksistensi akibat disrupsi digital. Tekanan disrupsi muncul bersamaan dengan semakin kuatnya penetrasi bisnis perusahaan platform digital di Indonesia dan dunia. Perkembangan pesat media baru, media sosial, mesin pencari, dan situs e-commerce mengguncang daya hidup media cetak, radio, dan televisi.
Perkembangan pesat media baru, media sosial, mesin pencari, dan situs e-commerce mengguncang daya hidup media cetak, radio, dan televisi.
Platform digital semakin mendominasi ranah media. Salah satunya memengaruhi pendapatan iklan. Untuk itu, perlu dirumuskan aturan main yang lebih transparan, adil, serta menjamin kesetaraan antara platform digital dan penerbit media. Dibutuhkan regulasi yang memungkinkan koeksistensi antara media lama dan media baru yang sebenarnya saling membutuhkan.
”Dalam konteks ini, pemerintah, asosiasi, media, para penerbit, dan Dewan Pers perlu membuat regulasi tentang hak-hak terkait dengan karya jurnalistik yang diagregasi oleh platform digital. Platform digital harus bertanggung jawab atas konten yang mereka sebarkan dan mesti menjadi subyek hukum dalam kasus-kasus hoaks,” kata Atal.
Platform digital, Atal menekankan, juga harus berjalan di atas prinsip bahwa berbagi konten juga berarti harus berbagi pendapatan dan data secara adil dan transparan. Sebagaimana terjadi di sejumlah wilayah, negara hadir mengatur hal-hal ini secara proporsional dan partisipatif sehingga tercipta iklim bisnis yang setara dan adil.