Secara demonstratif, Donald Trump akan meninggalkan Gedung Putih berapa jam menjelang pelantikan Biden-Harris. Ia tidak mau mengikuti upacara penyerahan kekuasaan yang sudah mentradisi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat tinggal hitungan jam, tetapi perhatian berbagai kalangan justru masih berfokus kepada Donald Trump.
Trump yang kalah dalam pemilihan presiden 3 November 2020 sudah mengambil alih perhatian dengan ucapan dan tindakannya yang penuh kontroversi. Dipastikan Trump tak akan menghadiri upacara pelantikan Joe Biden-Kamala Harris sebagai Presiden dan Wakil Presiden AS, Rabu (20/1/2021) ini.
Secara demonstratif, Trump akan meninggalkan Gedung Putih berapa jam menjelang pelantikan Biden-Harris. Ia tidak mau mengikuti upacara penyerahan kekuasaan yang sudah mentradisi. Meski menjadi pasangan dalam pemilihan presiden/wapres, Mike Pence tak mengikuti langkah Trump yang memboikot pelantikan Biden-Harris. Pence akan hadir.
Sebenarnya pemboikotan upacara penyerahan kekuasaan dan pelantikan sudah terjadi tiga kali dalam sejarah politik AS. Namun, kasus Trump tergolong dramatis karena ucapan dan perilakunya yang penuh kontroversi. Jauh sebelum pemilihan presiden digelar, Trump sudah mengklaim menjadi pemenang. Dengan sangat yakin ia menegaskan, jika lawannya menang, pasti karena kecurangan. Semula orang mengira pernyataan itu sekadar retorika, tetapi ternyata sebuah keriusan. Tanpa menunjukkan bukti yang jelas, Trump menuduh kubu Biden-Harris sudah melakukan kecurangan.
Lebih mencengangkan lagi, Trump menggerakkan massa pendukungnya untuk melakukan kerusuhan. Serangan pendukung Trump pada 6 Januari lalu ke Gedung Capitol Hill menimbulkan kerugian tak sedikit. Serangan itu semula bertujuan untuk menghentikan sidang Senat yang hendak mengesahkan kemenangan Biden-Harris. Dampak kerusuhan itu luar biasa. Tak hanya sidang Senat sempat terhenti, serangan itujuga menimbulkan kerugian harta benda dan meminta korban jiwa tidak sedikit. Paling tidak lima orang tewas.
Lebih mencengangkan lagi, Trump menggerakkan massa pendukungnya untuk melakukan kerusuhan.
Ulah Trump dan pendukungnya benar-benar mengejutkan karena hampir tidak ada presedennya. Perilaku kekuasaan Trump sungguh fenomenal dalam sejarah kontemporer AS.
Tindakan Trump dan pendukungnya menimbulkan pertanyaan tentang citra AS sebagai kampiun demokrasi. Secara normatif, Trump semestinya mengakui kekalahan dan menerima kemenangan pihak lawan. Menjadi pertanyaan pula, massa pendukung Trump ternyata mudah terhasut, yang menunjukkan AS masih memiliki kerawanan sosial budaya.
Ancaman kerawanan juga terlihat pada kampanye Trump yang mengeksploitasi sentimen rasial yang memecah belah masyarakat AS. Tak gampang menyatukan kembali masyarakat AS yang terpecah belah oleh tarik-menarik kepentingan dan ambisi kekuasaan tokoh seperti Trump. Tantangan pemerintahan dan kepemimpinan Biden-Harris tentu bagaimana memulihkan hubungan yang harmonis di kalangan masyarakat AS sebagai satu bangsa. Tak kalah serius, tentu saja pemerintahan Biden-Harris ditantang untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang mengacaukan semua sendi kehidupan, seperti dialami semua bangsa di dunia.