Menyongsong Tahun 2021
Memasuki tahun 2021 tidak boleh lagi ”business as usual”, jangan terikat pada norma-norma masa pradigital. Sektor publik dan sektor swasta harus saling mengisi dan memperkuat, tetapi tidak boleh berkolusi.
Tahun 2020 akan segera berakhir. Tahun yang berat dengan krisis kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern.
Dalam hanya satu tahun pandemi, virus korona telah mematikan 1,5 juta manusia, di Indonesia saja angkanya sekitar 18.000 orang. Sebagai ilustrasi, perbandingan yang disampaikan Universitas John Hopkins, di Amerika Serikat, Covid-19 telah membunuh lebih dari 280.000 orang, lebih banyak dari tentara dan orang AS yang tewas (digabung) dalam pertempuran selama lima perang terakhir: Korea, Vietnam, Irak, Afghanistan, dan Teluk Persia.
Krisis ini juga berakibat sebagian besar dunia mengalami resesi ekonomi dan diperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2020 negatif pada kisaran minus 4,5 persen (IMF). Di Indonesia, krisis ini pun telah menyebabkan resesi dengan pertumbuhan negatif pada triwulan II dan III masing-masing minus 5,32 persen dan minus 3,49 persen, yang berakibat pada bertambahnya angka pengangguran dan meningkatnya angka kemiskinan.
Baca juga: Tantangan 2021: Beradaptasi dan Kolaborasi atau Terseleksi Pandemi
Berbagai ketidakpastian
Pemerintah telah merespons krisis ini dengan berbagai langkah aksi di bidang kesehatan dan ekonomi. Secara umum, upaya yang dilakukan Indonesia menghadapi krisis ini oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dinilai baik dalam perbandingan dengan negara-negara lain.
Pemerintah telah merespons krisis ini dengan berbagai langkah aksi di bidang kesehatan dan ekonomi.
Di bidang ekonomi, intervensi melalui program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah menampakkan hasil, dengan pertumbuhan positif dari triwulan II ke triwulan III secara quarter to quarter 5,05 persen. Namun, secara keseluruhan mengakhiri tahun 2020 dan memasuki 2021, meskipun masih dibayangi berbagai ketidakpastian, cukup alasan untuk kita merasa optimistis.
Menjelang akhir 2020, aktivitas ekonomi mulai menggeliat seiring dengan stimulus fiskal serta alokasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Denyut aktivitas ekonomi nasional yang mulai pulih ditunjukkan oleh beberapa indikator dunia usaha dan konsumen yang telah memperlihatkan perbaikan, antara lain untuk sektor manufaktur indikator Indeks Manajer Pembelian, penjualan kendaraan bermotor, pertumbuhan penjualan ritel, indeks keyakinan konsumen, dan survei kegiatan dunia usaha yang sudah masuk kondisi investasi.
Baca juga: Meneropong Ekonomi Digital 2021
Untuk 2021, program PEN dalam APBN telah dirancang untuk mendorong pertumbuhan bersamaan dengan penanganan pandemi yang lebih efektif, baik dari segi pencegahan maupun perawatan. Diperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh positif kembali 4,5-5,5 persen.
Ekonomi nasional tentu akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global, yang pada gilirannya dipengaruhi juga oleh perkembangan politik di berbagai kawasan. Banyak yang meramalkan bahwa berakhirnya pemerintahan Donald Trump akan mengubah konstelasi politik dunia.
Diperkirakan di bawah Presiden Joe Biden, negara dengan pengaruh terbesar di dunia itu akan kembali ke lembaga-lembaga dan kerja sama internasional yang ditinggalkan Trump, seperti WHO dan Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim.
Baca juga: Langkah Cepat Biden Utamakan Perubahan Iklim
Ketegangan di wilayah Asia Pasifik mungkin akan mereda, terutama antara AS dan China, dua ekonomi terbesar dunia. Kemungkinan pula AS akan kembali melanjutkan langkah-langkah diplomasi pemerintahan Barack Obama mengenai upaya perdamaian di Timur Tengah. Kesemuanya itu diharapkan dapat berakibat positif bagi kegiatan ekonomi dunia, yang oleh IMF tahun 2021 diperkirakan akan tumbuh 5,2 persen.
Ketegangan di wilayah Asia Pasifik mungkin akan mereda, terutama antara AS dan China, dua ekonomi terbesar dunia.
Salah satu game changer tahun 2021 yang diharapkan adalah ketersediaan vaksin, yang akan mencegah penularan dan memberi kepercayaan dan rasa aman bagi masyarakat. Bersamaan dengan itu, aktivitas ekonomi diharapkan akan makin terbuka, mulai dari sisi produksi sampai konsumsi. Ketersediaan vaksin akan merangsang ekonomi negara-negara di dunia untuk memasuki proses pemulihan dan mengembalikan pertumbuhan ekonomi domestik.
Inggris telah memelopori dengan menyetujui vaksin dari Pfizer BioNTech yang akan didistribusikan tahun ini juga. AS sedang mempertimbangkan selain vaksin Pfizer juga vaksin lain, yaitu Moderna. China telah bergerak lebih dulu dan ada berita bahwa Rusia juga mulai mendistribusikan vaksin buatannya sendiri. Indonesia juga telah bergerak cepat mendatangkan vaksin dari China dan batch pertamanya dikabarkan telah tiba.
Baca juga: Inggris Memulai Vaksinasi Covid-19
Kembali ke ekonomi dalam negeri, salah satu yang diharapkan dapat mendorong perekonomian nasional adalah pelaksanaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. UU ini diharapkan akan memperkuat kepercayaan masyarakat dan pasar terhadap ekonomi nasional, menggairahkan investasi, meningkatkan produktivitas, dan memperluas lapangan kerja, serta menggerakkan usaha kecil dan menengah.
Optimisme itu harus juga disertai dengan sikap kritis karena tidak berarti semua itu akan terjadi dengan sendirinya. Ekonomi tidak bisa dikelola dengan retorika, krisis pandemi tidak bisa diatasi tanpa kerja keras dan kerja bersama pemerintah dan masyarakat.
Di bidang ekonomi, pelaksanaan UU Cipta Kerja yang diharapkan akan memacu pertumbuhan masih memerlukan waktu untuk merumuskan peraturan-peraturan pelaksanaannya, setelah itu pun perlu sosialisasi yang seluas-luasnya agar pelaksanaannya dapat efektif. Dalam hal ini, yang utama adalah kesiapan aparat pemerintah dan birokrasi yang harus pula melalui proses reformasi.
Baca juga: ”Normal Baru” Birokrasi
Pola kehidupan masyarakat, termasuk kebiasaan-kebiasaan, telah berubah selama setahun pandemi. Teknologi, khususnya digital, telah memasuki kehidupan sehari-hari secara cepat. Ke depan akan tertata pola hidup, pola kerja, metode pendidikan, serta pelayanan kesehatan yang akan makin sarat teknologi. Konsep mengenai tempat, ruang, dan waktu menjadi lebih relatif.
Pola kehidupan masyarakat, termasuk kebiasaan-kebiasaan, telah berubah selama setahun pandemi.
Tidak hanya masyarakat, institusi-institusi politik, termasuk perangkat demokrasi, juga perlu mereformasi diri. Misalnya, korupsi, apabila pada masa lalu berpusar di sekitar birokrasi, dalam masa pascareformasi korupsi justru lebih marak di lingkungan politik.
Menjadi pengetahuan umum bahwa proses legislatif ada biayanya bahwa jabatan politik menjadi mesin penghasil uang bagi para pemegang kekuasaan. Praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mendelegitimasi lembaga-lembaga negara dan pemerintah di mata masyarakat dan melunturkan keyakinan akan demokrasi.
Kondisi ini menjadi lahan subur dan membuka peluang bagi unsur-unsur yang mempunyai agenda politik yang ingin dicapai melalui jalan pintas tanpa diuji melalui proses demokrasi.
Vaksinasi memang diharapkan akan menyelesaikan masalah pandemi, tetapi tidak semudah itu dijalankan. Selain jumlah kebutuhan vaksin untuk demikian banyaknya rakyat Indonesia yang tersebar demikian luasnya, masalah infrastruktur, logistik, dan SDM-nya juga merupakan tantangan yang luar biasa.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19
Barangkali yang terbesar yang pernah kita alami. Katakanlah barangnya ada, penyimpanan dan pengiriman adalah masalah besar. Yang saya tahu saja Pfizer harus disimpan di ultra-freezer pada suhu di bawah minus 70 derajat celsius. Moderna harus disimpan pada suhu di bawah minus 20 derajat celsius, dan hanya dapat disimpan di lemari pendingin paling lama 30 hari. Tentu vaksin dari China juga ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi meskipun mungkin tidak seberat yang di atas.
Baca juga: Vaksin Program Khusus Solusi Ideal
Pada akhirnya kesadaran masyarakat dan terbangunnya ekosistem kesehatan yang mendukung sangat memengaruhi berhasil tidaknya kita mengatasi pandemi ini. Yang pasti, virus korona tak bisa dihilangkan. Yang bisa dilakukan adalah mencegah penularannya dan, bagi yang sudah terdampak, perawatan dan proses penyembuhan untuk memastikan serangan virus itu tidak berakibat fatal.
Pelacakan dan pendataan yang akurat dan kredibel teramat penting demi efektivitas penanggulangan bencana wabah ini, dan pada gilirannya keberhasilan di bidang kesehatan menjadi prasyarat ekonomi dapat keluar dari stagnasi.
Dengan mengacu pada agenda The Great Reset, yang diwacanakan Forum Ekonomi Dunia, yaitu revolusi besar perekonomian dunia, yang mengatakan bahwa tragedi Covid-19 adalah jendela kesempatan yang langka dan sempit, tetapi mutlak harus dimanfaatkan guna merefleksikan, menata ulang, dan mengukur ulang dunia kita untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat, adil, dan sejahtera.
Ada dua strategi yang harus menjadi landasan kebijakan ekonomi ke depan.
Strategi ke depan
Pada tataran nasional, pelajaran dan momentum dari pandemi tahun 2020 adalah kesempatan bagi bangsa kita untuk merancang kembali dan membuat arah baru ekonomi nasional.
Ada dua strategi yang harus menjadi landasan kebijakan ekonomi ke depan. Pertama, ekonomi nasional tidak boleh hanya semata-mata mengejar pertumbuhan, tetapi harus diutamakan untuk membangun ekonomi yang lebih inklusif. Kapasitas pelaku usaha kecil dan menengah harus diperkuat secara sungguh-sungguh dan terencana, terukur tahap demi tahap keberhasilannya, dan dikoreksi kegagalannya.
Baca juga: Pandemi dan Beban Utang
Kedua, ekonomi nasional harus makin menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, terutama—meskipun tidak terbatas pada—teknologi digital. Pembangunan infrastruktur digital baik untuk ekonomi maupun layanan publik mutlak diprioritaskan. Pandemi telah mengajari warga dunia menjalani kehidupan digital, dengan banyak usaha yang telah berubah model (business model).
Salah satu contoh, keberhasilan Indonesia dalam pembangunan start up pada dekade terakhir merupakan pengalaman yang patut dikembangkan, diperluas, dan ditingkatkan. Strategi start up dapat menjadi sarana memberdayakan ekonomi rakyat melalui teknologi serta mendorong pemerataan ekonomi secara digital.
Dengan latar belakang di atas, pada masa mendatang kalangan pelaku usaha di Indonesia mutlak harus mampu menyesuaikan dan melakukan upscaling ataupun rescaling berbasis teknologi di bidang usaha masing-masing. Para pekerja pun harus diasah kembali agar siap bersaing dengan pekerja-pekerja di negara lain—tidak jauh-jauh, Thailand, Vietnam, dan Filipina saja dulu—dan untuk itu perlu ada program upskilling dan reskilling.
Untuk jangka menengah/panjang sejak dini di sekolah-sekolah literasi digital perlu ditanamkan dan dibudayakan.
Pokoknya tidak lagi business as usual, jangan terikat pada norma-norma masa pradigital. Pemerintah tentu bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan infrastruktur yang dibutuhkan, tetapi memanfaatkan kesempatan dan peluang serta untuk membangun daya saing adalah ranahnya dunia usaha. Sektor publik dan sektor swasta harus saling mengisi dan memperkuat, tetapi tidak boleh berkolusi dan di antara keduanya harus tetap ada batasan, legal maupun moral.
Ginandjar Kartasasmita, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Pertama (2004-2009); Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2009-2014)