Berbuat Baik
Sejak usia dini, kita membawa kecenderungan positif untuk memberikan perhatian kepada orang lain dan mengembangkan perilaku prososial. Meski demikian, potensi tersebut harus diberi wadah untuk dapat diaktualisasi.
Saya cukup khawatir bahwa pandemi Covid-19 akan membuat masyarakat, khususnya anak dan remaja, tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar mengembangkan kepedulian dan berbuat baik pada orang lain.
Terkurung dalam rumah, cemas dengan kesehatan diri sendiri dan keluarga, menerapkan protokol kesehatan ketat dalam hubungan dengan orang lain, bagaimanapun, membuat kita cukup sulit memberikan perhatian pada orang lain.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada anak tampaknya telah ada kecenderungan bawaan untuk melakukan tindakan berbuat baik pada orang lain. Tetapi, itu perlu dikuatkan oleh pembelajaran dan kondisi lingkungan yang mendukung potensi positif tersebut.
Sementara itu, masa remaja merupakan masa transisi yang penting. Di satu sisi, ada kecenderungan meningkatnya emosi reaktif serta ketergantungan pada penerimaan dari teman sebaya. Di sisi lain, perkembangan kognitif dan perkembangan sosial-emosional berpotensi membuat remaja mampu memahami sudut pandang orang lain dan melakukan perilaku prososial yang bermanfaat bagi orang lain.
Memberi bantuan
Bagaimana bila kecemasan, berbagai perubahan drastis, dan penjarakan sosial akibat pandemi mengganggu berkembangnya kemampuan anak dan remaja mengambil sudut pandang (kepentingan) orang lain dan melakukan hal-hal positif bagi orang lain? Bukankah kesadaran akan kontribusi sebagai warga masyarakat merupakan hal penting?
Menarik dan penting bahwa Suzanne van de Groep dkk (2020) melakukan studi pada remaja usia 10-20 tahun di Belanda. Penelitian ini menjadi bagian dari penelitian lain yang lebih besar, sehingga peneliti juga telah memiliki data dari partisipan sebelum terjadinya pandemi untuk dibandingkan.
Ada 53 remaja bersedia berpartisipasi (42 perempuan), yang sejak 30 Maret hingga 17 April 2020 (tiga minggu) diminta melaporkan pengalaman dan perilakunya setiap hari. Mereka mengisi kuesioner (berskala) dan beberapa tugas lain untuk mengetahui suasana hati, empati, dan perilaku prososial selama pandemi Covid-19.
Tentang perilaku prososial, Van de Groep dkk juga meminta partisipan bermain ”Dictator Games”, di mana pemain harus berbagi sumber daya penting (koin) dengan pemain lain. Peneliti menghadirkan sosok-sosok rekaan dalam permainan. Ada sosok yang tidak dikenal, ada pula orang yang telah dikenal baik atau memiliki banyak kesamaan dengan subyek.
Pandemi menghadirkan situasi yang berbeda daripada biasanya, yakni kesadaran mengenai adanya orang-orang yang secara khusus dianggap lebih layak atau membutuhkan bantuan. Karena itu, selain sosok di atas, dihadirkan pula sosok rekaan individu yang sistem imun tubuhnya lemah, individu yang terinfeksi Covid-19, serta dokter yang bertugas di garis depan menangani pasien Covid-19.
Dari dua kali bermain, pola pemberian bantuan sama. Ternyata, partisipan terbanyak membagikan koin kepada dokter, disusul kepada individu yang terinfeksi Covid-19, lalu individu dengan sistem imun yang buruk, baru kepada teman, dan terakhir kepada orang yang tidak dikenal.
Pendidikan kepedulian
Tampaknya pandemi dengan pembatasan sosial ketat memang memengaruhi suasana hati dan kecenderungan sosial para partisipan remaja tersebut. Tetapi, tidak ada perubahan dalam hal pemahaman mengenai kontribusi pada masyarakat, orientasi nilai sosial, serta keinginan menolong orang lain. Bahkan, partisipan menunjukkan peningkatan kemampuan mengambil perspektif orang lain dibanding sebelum pandemi.
Di sisi lain, kesulitan bertemu dengan orang lain di luar keluarga atau tempat tinggal membuat partisipan mengaku sulit merasakan apa yang dialami orang lain dan berkurang kesempatan untuk berbuat baik.
Cukup menarik dan positif bahwa partisipan merasakan peningkatan semangat dan berkurangnya ketegangan di masa-masa berikutnya bila dibanding di awal pandemi. Mungkin telah ada proses penyesuaian diri, yang juga sekaligus menunjukkan adanya resiliensi atau ketangguhan pada remaja.
Hal lain yang juga memberikan harapan adalah terlihatnya kesadaran mengenai siapa yang sungguh lebih memerlukan bantuan. Permainan Dictator Games menunjukkan bahwa anak dan remaja tidak sekadar membantu orang yang telah dikenal, tetapi memiliki pemahaman yang lebih jauh mengenai membantu orang yang sungguh memerlukan.
Sejak usia dini, kita membawa kecenderungan positif untuk memberikan perhatian kepada orang lain dan mengembangkan perilaku prososial. Meski demikian, potensi tersebut harus diberi wadah untuk dapat diaktualisasi.
Interaksi sosial berperan penting untuk dapat mengembangkan empati dan kepedulian sosial. Bila pandemi dengan pembatasan sosial berlangsung sangat panjang dan tidak jelas kapan berakhir, kesempatan belajar untuk dapat berempati memahami perspektif dan kepentingan orang lain dan kesempatan untuk riil berbuat baik jauh berkurang.
Padahal, sekarang dan di masa depan, perilaku prososial justru akan makin dibutuhkan untuk memberikan kesempatan bagi kita semua saling membantu menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan zaman.
Tampaknya kebijakan pendidikan dan para pendidik juga perlu untuk memikirkan persoalan ini. Tidak cukup hanya bersibuk diri dengan bagaimana dapat tetap memastikan tercapainya kompetensi kognitif siswa di masa pembelajaran jarak jauh. Sangat penting untuk juga memikirkan bagaimana memfasilitasi siswa untuk tetap dapat mengembangkan sikap prososial dalam situasi yang sangat minim interaksi sosial saat ini.
Telah ada cukup banyak penelitian, panduan program dan materi ajar menarik seperti video pembelajaran mengenai bagaimana dapat mengembangkan sikap prososial dan keutamaan pada anak. Jadi, kita tidak perlu memulai dari nol, tetapi dapat mempelajarinya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan untuk dapat diterapkan dalam konteks pandemi dan pembelajaran jarak jauh saat ini.
Memastikan bahwa generasi muda kita akan berperilaku positif dan menunjukkan keutamaan di masa depan adalah tanggung jawab yang harus kita laksanakan di masa sekarang.