Penantian Uji Klinis Fase 3 Calon Vaksin
Vaksin bukan menjadi upaya satu-satunya dalam penyelesaian pandemi Covid-19 dan butuh proses serta waktu dalam membuktikan keamanan dan keefektifannya. Yang terpenting saat ini bagaimana disiplin menerapkan 3M.
Vaksin Covid-19 menjadi pembahasan cukup intensif akhir-akhir ini. Pengembangan vaksin pun saat ini masih terus dilakukan para peneliti di dunia, termasuk dari Indonesia. Lebih dari 150 calon vaksin sedang dikembangkan, 44 calon vaksin sudah melangkah pada tahap uji klinis, bahkan 11 calon vaksin sudah sampai tahap uji klinis fase 3. Keberhasilan vaksin yang lolos uji klinis fase 3 ini sangat dinantikan masyarakat dunia.
Baru-baru ini dilaporkan vaksin Pfizer dan Moderna telah selesai uji klinis fase 3 dan memberikan hasil menjanjikan sebagai vaksin Covid-19. Pekan lalu, Pfizer AS dan mitranya dari Jerman, BioNTech, menyatakan, vaksin eksperimental mereka 95 persen efektif mencegah Covid-19 berdasarkan data akhir uji klinis fase 3.
Baca juga: Harapan dari Uji Klinis Vaksin
Di antara orang di atas usia 65 tahun, yang sering kali lemah terhadap vaksin, Pfizer juga berhasil memberikan tingkat efektivitas 94 persen. Selanjutnya, vaksin ini akan diajukan izin daruratnya (emergency used authorization/EUA) bagi orang berusia 16-85 tahun pada Desember setelah memperoleh data keamanan selama dua bulan dari 44.0000 peserta studi.
Baru-baru ini dilaporkan vaksin Pfizer dan Moderna telah selesai uji klinis fase 3 dan memberikan hasil menjanjikan sebagai vaksin Covid-19.
Langkah Pfizer diikuti Moderna Inc AS yang menyatakan vaksinnya terbukti 94 persen efektif pada 30.000 sukarelawan. Moderna pun berencana mendaftarkan EUA ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS untuk otorisasi vaksinnya segera setelah mengumpulkan lebih banyak data keamanan agar dapat dilakukan vaksinasi pada akhir tahun ini.
Tenaga kesehatan, orang dengan usia lanjut, orang dengan penyakit penyerta (komorbid) akan mendapatkankan prioritas pertama dalam pemberian kedua vaksin. Kendati tak ada efek samping yang signifikan dari kedua vaksin ini, peserta melaporkan efek samping, seperti kelelahan serta nyeri otot dan nyeri di tempat suntikan setelah dosis kedua diberikan.
Baca juga: Percepatan Vaksin Covid-19 Tetap Utamakan Keamanan
Vaksin Pfizer dan Moderna ini sama-sama menggunakan platform RNA dalam pengembangan vaksinnya. Beberapa platform dari vaksin yang bisa dikembangkan antara lain virus yang dilemahkan (live attenuated vaccine), inactivated vaccine, mRNA, virus like particle (VLP), protein sub-unit, DNA plasmid vaccine, vaksin protein rekombinan, dan vaksin adenovirus. Vaksin messenger RNA (mRNA) merupakan teknologi pengembangan vaksin terbaru.
Saat ini tak ada vaksin di pasaran yang menggunakan mRNA walaupun pengembangan vaksin mRNA ini sudah dimulai beberapa tahun lalu. Mekanisme dari vaksin ini adalah mengirimkan mRNA virus yang bahasa awamnya merupakan resep atau bahan dari pembuatan protein spike dari virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang memiliki sifat imunogenik (sifat yang dapat menyebabkan adanya respons tubuh untuk memunculkan antibodi). Dengan demikian, antibodi ini akan memberikan kekebalan terhadap infeksi Covid-19, dengan kata lain tidak menyebabkan sakit pada individu ketika terinfeksi Covid-19.
Pengembangan vaksin ini menggunakan platform yang bervariasi, ataupun dengan platform yang sama, tetapi dasar pemilihan bagian imunogenik virus bisa berbeda. Goal vaksin adalah dengan memasukkan bahan imunogenik virus yang bisa direspons oleh sistem imun dalam tubuh untuk memproduksi antibodi yang dapat melawan infeksi virus. Perbedaan platform ini akan memberikan perbedaan karakteristik dari vaksin yang dihasilkan.
Baca juga: Jalan Pintas Vaksin, Amankah?
Sebagai contoh sederhana, dua vaksin mRNA yang sudah memasuki tahap akhir dari uji klinis fase 3 ini memiliki perbedaan karakteristik meskipun kedua vaksin ini tampaknya memiliki profil keamanan dan kemanjuran yang sangat mirip. Vaksin Moderna memiliki keunggulan praktis yang signifikan dibandingkan Pfizer. Vaksin Pfizer harus disimpan pada suhu minus 75° C, sedangkan jenis vaksin lain di AS tidak ada yang perlu disimpan dalam kondisi sedingin itu.
Perbedaan platform ini akan memberikan perbedaan karakteristik dari vaksin yang dihasilkan.
Biasanya rumah sakit, apotek, atau fasilitas kesehatan lain jarang memiliki lemari pendingin dengan suhu serendah ini. Lain halnya dengan vaksin Moderna yang bisa disimpan pada suhu minus 20° C. Sama halnya dengan vaksin cacar yang juga disimpan pada suhu ini. Lemari pendingin dengan suhu ini lebih mudah disediakan di tempat fasilitas kesehatan daripada minus 80° C.
Keuntungan lain vaksin Moderna adalah dapat disimpan selama 30 hari di lemari es dengan suhu 0-4° C, sedangkan vaksin Pfizer hanya dapat bertahan lima hari. Dengan demikian, sangat perlu mengetahui karakteristik penyimpanan vaksin yang terkait dengan proses pendistribusian dari vaksin, atau dikenal sebagai cold chain. Ini untuk menjaga suhu agar produk vaksin tetap terjaga kualitasnya dari proses pendistribusian dan penyimpanannya.
Baca juga: Antisipasi Vaksin Covid-19
Jadwal pemberian dosis dari kedua vaksin juga sedikit berbeda. Pemberian dosis kedua vaksin Moderna diberikan selang empat minggu, sedangkan vaksin Pfizer jeda tiga minggu sehingga walau kedua vaksin ini dikembangkan pada waktu bersamaan, rilis hasil uji klinis fase 3 berselang satu minggu.
Meski kedua perusahaan telah merilis data awal uji coba mereka, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum mengetahui apakah vaksin itu benar-benar aman dan efektif untuk jangka panjang dan jumlah massal. Bahkan, jika vaksin Pfizer dan Moderna dapat lampu hijau dari FDA, butuh waktu berbulan-bulan untuk memproduksi dan mendistribusikan.
Calon vaksin Indonesia
Bagaimana dengan perkembangan vaksin lain yang sudah masuk uji klinis fase 3, terutama calon vaksin Covid-19 yang melakukan uji klinis di Indonesia, yaitu Sinovac dengan platform inactived vaccine? Vaksin ini sudah mengantongi status EUA oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan China sehingga bisa digunakan pada kelompok masyarakat China sebagai bagian dari program darurat, misalnya tentara China.
Sampai saat ini informasi vaksin Sinovac yang diperoleh adalah data laporan ilmiah pada jurnal The Lancet Infectious Diseases yang merilis hasil uji klinis fase 1 dan 2 yang disebutkan memenuhi aspek keamanan dengan melibatkan jumlah peserta 144 dan 600 orang pada setiap fase. Rentang usia yang dilibatkan 18-59 tahun.
Baca juga: Perlombaan Menciptakan Vaksin
Belum ada data dari uji klinis fase 3 skala besar yang sedang berlangsung yang telah dipublikasikan. Uji vaksin Sinovac ini sedang dilakukan di Pakistan, Arab Saudi, Rusia, Brasil, dan Indonesia. Vaksin Sinovac yang diuji klinis di Brasil sempat dihentikan sementara karena terjadi kematian seorang sukarelawan. Namun, setelah diinvestigasi, ternyata kematiannya tak terkait dengan vaksin, dan uji klinis dilanjutkan kembali.
Namun, setelah diinvestigasi, ternyata kematiannya tak terkait dengan vaksin, dan uji klinis dilanjutkan kembali.
Uji keefektifan vaksin Sinovac pada tahap uji klinis fase 3 sementara menunjukkan bahwa vaksin ini mampu memunculkan respons antibodi yang cepat dalam waktu empat minggu setelah imunisasi dengan memberikan dua dosis vaksin pada interval 14 hari.
Temuan dari uji klinis tahap akhir ini yang sangat penting untuk menentukan apakah respons kekebalan yang dihasilkan vaksin Sinovac cukup melindungi orang dari infeksi Covid-19. Ini masih jadi pertanyaan karena pada awal laporan dinyatakan tingkat antibodi yang dihasilkan vaksin ini lebih rendah daripada orang yang telah pulih dari infeksi Covid-19, yaitu hanya sekitar dua perlimanya. Sementara jika dibandingkan dengan vaksin Moderna, titer antibodi yang dihasilkan hampir sama dengan titer antibodi yang ditemukan pada orang yang pulih dari infeksi.
Baca juga: Bio Farma Jadi Tempat Produksi 100 Juta Vaksin CEPI
Saat ini uji klinis vaksin Sinovac fase 3 masih dilakukan di Indonesia dengan melibatkan 1.620 sukarelawan dan awal 2021 diperkirakan uji klinis akan selesai. Namun, yang perlu diperhatikan, uji klinis fase 3 vaksin Sinovac ini belum melibatkan orang dengan usia lanjut di atas 60 tahun dan orang dengan penyakit penyerta yang merupakan kelompok rentan terinfeksi Covid dengan kondisi fatal. Dengan demikian, mereka belum jadi kelompok prioritas jika vaksin ini lolos uji klinis.
Dari kondisi ini diharapkan pemerintah tidak tergesa-gesa dalam penggunaan massal vaksin Sinovac ataupun calon vaksin lain, seperti Sinopharm dan Cansino, sebelum hasil uji klinis fase 3 benar-benar terbukti aman dan efektif, terutama bagi kelompok rentan: tenaga kesehatan, usia lanjut, dan orang dengan komorbid.
Vaksin bukan menjadi upaya satu-satunya dalam penyelesaian pandemi Covid-19 dan butuh proses serta waktu dalam membuktikan keamanan dan keefektifannya. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana pengendalian penyebaran kasus bisa dilakukan masyarakat, yaitu dengan disiplin menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) secara utuh dan tak memilih salah satunya, sehingga 3M ini dapat menjadi vaksin sementara bahkan bisa mengakhiri pandemi. Semoga.
Laura Navika Yamani, Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat; Peneliti Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga.