Kita perlu mengembangkan sikap hormat-menghormati dan siap bekerja sama antar-umat. Kita juga perlu menghormati pilihan dan kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah.
Oleh
Zainoel B Biran
·3 menit baca
Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia banyak yang tak selaras dengan nilai-nilai yang kita sepakati. Masih adakah Pancasila? Apakah Pancasila sudah kehilangan tuah?
Sebagian dari kita mungkin tidak tahu apa Pancasila itu. Sebagian lagi mungkin sedikit tahu, sebagian lainnya tidak peduli karena tak merasa jadi bagian dari bangsa ini. Itu sebabnya mereka yang terakhir itu suka memorakporandakan negeri ini, membuat kerusuhan, serta merundung dan melecehkan orang lain. Merasa bukan negerinya, padahal mendapat banyak kesempatan dan berkah.
Seorang pakar sosiologi sosial, Rokeach, memisahkan nilai-nilai hidup manusia menjadi nilai-nilai terminal dan instrumental. Yang pertama mencakup keyakinan akan hal-hal yang dipandang berharga untuk diwujudkan. Bisa personal, bisa kolektif. Yang kedua mengacu pada sikap, laku moral, dan kompetensi, untuk meraih tujuan.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai contoh, mengacu pada TAP MPR Nomor 1, tahun 2003. Nilai terminal yang hendak kita tegakkan adalah mewujudkan kehidupan (bangsa) yang religius. Percaya dan takwa kepada Tuhan. Nilai terminal kedua, kerukunan hidup beragama. Pembagian ini mengingatkan saya pada beberapa ulama Islam, termasuk karib sesekolah saya almarhum Gus Salahuddin Wahid, yang pernah mengupas kesalehan beriman dan kesalehan sosial.
Untuk mewujudkan, kita perlu berangkat dengan kesadaran bahwa hubungan kita dengan Tuhan bersifat personal, bukan kolektif. Dosaku adalah dosaku, bukan dosamu. Tak bisa dihapus begitu saja, kecuali kita—sebagai pribadi—minta ampunan-Nya. Orang lain, siapa pun dia, hanya bisa mengingatkan, mendoakan. Tidak lebih.
Untuk mewujudkan kerukunan hidup bersama, kita perlu mengembangkan sikap hormat-menghormati dan siap bekerja sama antar-umat. Kita juga perlu menghormati pilihan dan kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah agar menjadi manusia Indonesia sejati.
Pancasila tidak anti-agama, tetapi justru menghargai semua agama dan kepercayaan yang hidup di negeri ini. Dengan pemahaman itu, kita dapat maju bersama sebagai bangsa. Tak elok bagi kita menikmati anugerah Yang Maha Kuasa di negeri ini, tetapi diam-diam menjadi benalu.
Zainoel B Biran
Pengamat Sosial, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
Lawan Covid-19
”Satukan tekad menuju Indonesia Sehat” menjadi tema peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-56 pada masa pandemi Covid-19 tahun ini. Jumlah korban positif per 18 November 2020 mencapai 478.720 orang. Bertambah 4.265 dari hari sebelumnya.
Korban tidak mengenal tingkat sosial ekonomi maupun jenis kelamin. Semua bisa kena, tidak peduli jenis pekerjaannya apa. Bahkan tenaga kesehatan sekalipun.
Oleh karena itu, masyarakat dan tenaga kesehatan agar disiplin mengikuti protokol kesehatan. Penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak) harus digiatkan mulai dari diri sendiri.
Wening Cahyani
Klaten, Jawa Tengah
Tunggu ”Refund”
Saya dan istri batal terbang dengan Citilink karena PSBB. Saya lalu mengajukan pengembalian uang (refund) tiket kode booking QH91GK. Namun, sudah tujuh bulan pengajuan, refund tiket tersebut belum juga cair.
Saya sudah menghubungi call center Citilink lima kali, sampai bosan dan capai. Nomor pelaporan saya RFN 2038708.
Pihak customer service (CS) Citilink hanya memberikan janji-janji tanpa tindak lanjut, Informasi terakhir, staf CS menjelaskan, bahwa pengajuan refund tiket saya sudah masuk daftar dan awal Agustus 2020 bisa cair. Nyatanya, hingga saya menulis surat ini, belum juga ada realisasi.
Jangan menawarkan, jika pada akhirnya tidak bisa mengganti uang tiket.