Pertentangan yang kian meruncing antara otoritas Thailand dan massa prodemokrasi tak terhindarkan setelah demonstran selama berbulan-bulan menyuarakan reformasi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perkembangan di Thailand cukup menggelisahkan. Tekanan agar reformasi dilakukan kian besar, sementara otoritas telah memberikan sinyal untuk siap bertindak tegas.
Demonstrasi besar terjadi di Bangkok, Selasa dan Rabu silam. Demonstrasi ini dilaporkan sebagai yang paling diwarnai kekerasan sejak terjadi unjuk rasa dengan tuntutan, di antaranya reformasi monarki pada Juli 2020. Selasa lalu, polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Pengunjuk rasa prodemokrasi sehari kemudian membalas tindakan petugas keamanan tersebut dengan menyiramkan cat ke Markas Besar Kepolisian Thailand.
Merespons tekanan yang kian besar dari demonstran, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Kamis (19/11/2020), menyatakan akan menggunakan semua aturan hukum yang ada untuk menghadapi pengunjuk rasa. Menurut dia, terdapat potensi besar peningkatan kekerasan yang mengancam negara serta monarki. Pernyataan Prayuth ini dipandang oleh pemimpin unjuk rasa sebagai perwujudan sikap ”perang” terhadap rakyat Thailand.
Pertentangan yang kian meruncing antara otoritas dan massa prodemokrasi tak terhindarkan setelah demonstran selama berbulan-bulan menyuarakan reformasi. Ada tiga tuntutan reformasi yang diperjuangkan aktivis, yakni pengunduran diri Prayuth, reformasi konstitusi, serta reformasi monarki berupa pembatasan kekuasaan raja. Tuntutan terkait monarki ini dinilai telah melanggar ”tabu” di Thailand selama ini, yakni monarki tidak boleh diusik sama sekali.
Thailand memang memiliki hukum yang keras terhadap mereka yang dinilai menghina kerajaan. Seseorang dapat dipenjara hingga belasan tahun jika dinyatakan terbukti melanggarnya. Atas permintaan Raja Maha Vajiralongkorn pada Juni silam, hukum terkait larangan penghinaan terhadap monarki tidak dipergunakan oleh petugas dalam menghadapi demonstran. Namun, pernyataan Prayuth pada Kamis menimbulkan penafsiran bahwa bukan tidak mungkin hukum yang melarang penghinaan terhadap monarki akan digunakan dalam menghadapi demonstran.
Parlemen sebenarnya telah merespons tuntutan pengunjuk rasa. Namun, respons tersebut tidak memuaskan aktivis prodemokrasi. Parlemen hanya menyetujui dua dari tujuh usulan reformasi. Usulan yang disetujui untuk dibahas lebih lanjut tersebut terkait dengan penyusunan komite revisi konstitusi. Adapun usulan yang berhubungan dengan reformasi monarki tidak disetujui untuk dibicarakan lebih lanjut oleh lembaga legislatif.
Perkembangan situasi mutakhir di Thailand menunjukkan pertentangan telah sedemikian meruncing sehingga kekerasan dapat terjadi setiap saat. Kekuatan-kekuatan di negara itu, mulai dari gerakan prodemokrasi, militer, kelompok pebisnis besar, hingga pendukung setia kerajaan, tidak memiliki pilihan selain segera mencari solusi damai untuk mencegah pecahnya kekerasan serta ketidakpuasan yang lebih luas.