Ribuan Aktivis Corat-coret Dinding Markas Kepolisian Thailand
Aktivis prodemokrasi melempari gedung markas polisi Kerajaan Thailand dengan bom cat sebagai protes atas tindakan brutal polisi menembaki para pengunjuk rasa dalam aksi sebelumnya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BANGKOK, KAMIS — Ribuan aktivis prodemokrasi berunjuk rasa di depan markas kepolisian nasional Thailand di Bangkok, Rabu (18/11/2020) malam. Mereka memrotes tindakan brutal polisi dalam menghadapi unjuk rasa damai di depan gedung parlemen Thailand pada Rabu siang.
Sementara itu, Bangkok Post, Kamis (19/11/2020), melaporkan, polisi akan menindak cepat para pemimpin protes anti-pemerintah yang bertanggung jawab atas pengorganisasian unjuk rasa di luar parlemen, Selasa lalu. Aksi saat itu berubah menjadi kekerasan dan menyebabkan sekitar 50 orang terluka.
Wakil Komisioner Biro Kepolisian Metropolitan (MPB) Piya Tawichai mengatakan, empat kelompok pengunjuk rasa berkumpul di luar gedung parlemen. Namun, hanya tiga kelompok yang mendapat izin dari polisi.
Terkait aksi pada Rabu malam, massa demonstran dari kelompok prodemokrasi itu melempari dinding markas kepolisian nasional Thailand dengan cat berwarna cerah. Aksi ini terjadi setelah tindakan brutal polisi mengakibatkan sekitar 50 pengunjuk rasa terluka pada aksi siang hari.
Para pengunjuk rasa, yang diperkirakan berjumlah sekitar 20.000 orang, memadati persimpangan utama di jantung distrik perbelanjaan dan kawasan komersial di Bangkok, ibu kota Thailand, tidak jauh dari markas besar kepolisian Kerajaan Thailand.
Sebelum bergerak ke lokasi markas polisi, para pengunjuk rasa mencorat-coret badan jalan dengan slogan antimonarki dan dinding bangunan di sekitar lokasi mereka berkumpul.
Mereka bergerak ke depan markas polisi yang telah dijaga ketat dan dipasangi barikade kawat berduri serta truk-truk berbadan lebar.
Pergerakan para pengunjuk ke depan markas polisi diawali oleh seorang badut dan parade bebek karet raksasa, simbol yang digunakan mereka untuk mempersonifikasi kepolisian.
Ditemani seorang biksu Buddha, mereka bergerak ke arah markas polisi sambil mengacungkan salam tiga jari yang dipinjam dari film Hunger Games, simbol gerakan protes yang dipimpin oleh anak muda.
Setelah itu, para pengunjuk rasa mulai melemparkan botol kaca dan bom cat yang diisi cairan berwarna terang ke arah markas polisi. Akibatnya, bangunan itu diselimuti cat berwarna kuning cerah dan biru.
Beberapa pengunjuk rasa mengatakan, mereka ingin mengungkapkan kemarahan atas apa yang mereka anggap sebagai penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan berlebihan oleh polisi.
”Saya tidak dapat diterima bahwa negara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya,” kata Sucharn Thoumrungroje, seorang mahasiswa jurusan teknik.
”Saya memahami bahwa ada risiko dalam mengambil bagian dalam unjuk rasa, tetapi saya akan datang sebanyak yang saya bisa untuk menunjukkan bahwa kami tidak takut dan teguh pada tuntutan kami,” ujarnya lagi.
Untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian yang sama pada siang hari, para pengunjuk rasa melengkapi dirinya dengan helm, kacamata, dan masker gas. Namun, kondisi yang dikhawatirkan urung terjadi. Polisi memilih tidak bergerak. Massa membubarkan diri sekitar pukul 20.30 waktu setempat.
Protes pada Rabu berlangsung sehari setelah terjadi tindakan brutal aparat keamanan terhadap para demonstran yang sudah bergerak sejak Juli lalu. Polisi menggunakan gas air mata dan meriam air saat menghadapi pengunjuk rasa yang berusaha mencapai gedung parlemen dan aktivis demokrasi bentrok dengan kelompok pendukung setia monarki Thailand.
Menurut petugas medis, lebih dari 50 orang terluka, enam di antaranya mengalami luka tembak. Hingga saat ini tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mendesak para pengunjuk rasa menahan diri. Namun, para aktivis bergeming.
”Kami tidak perlu takut. Ini hanyalah momen transisi dalam sejarah kami. Orang-orang yang berada di parlemen bekerja untuk kami, rakyat Thailand. Sisanya terserah kepada kami,” Sirapop Poompuengpoot, pemimpin mahasiswa.
Bantahan polisi
Polisi membantah bahwa mereka telah bertindak berlebihan terhadap para demonstran, termasuk menembakkan peluru karet atau bahkan peluru tajam ke arah kerumunan massa.
Mereka menyatakan tengah menyelidiki pihak yang berada di balik penembakan keenam pengunjuk rasa, yang terjadi sekitar 300 meter dari lokasi protes utama di dekat gedung parlemen. Polisi menolak bertanggung jawab.
”Kami sedang dalam proses penyelidikan, siapa yang mungkin berada di balik penembakan itu,” kata wakil juru bicara polisi, Kolonel Kissana Phathanacharoen. Kisana menyatakan, polisi tidak menggunakan peluru karet atau peluru tajam sepanjang operasi pada saat unjuk rasa.
Asosiasi Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand mengecam taktik polisi dengan mengatakan mereka ”tidak sesuai dengan prosedur internasional untuk membubarkan demonstrasi”.
Di New York, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan pihak berwenang untuk menahan diri.
”Sangat penting bahwa Pemerintah Thailand menahan diri dari penggunaan kekerasan dan memastikan perlindungan penuh bagi semua orang di Thailand yang menjalankan hak damai fundamental untuk memprotes,” kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric.
Para pemimpin protes mengumumkan akan mengadakan protes besar lanjutan pada 25 November mendatang ke Biro Properti Mahkota yang mengelola kepemilikan luas Istana Kerajaan Thailand. Kepemilikannya, yang dikendalikan oleh Raja Maha Vajiralongkorn, diperkirakan bernilai lebih dari 40 miliar dollar AS. (AP/AFP)