Mengenang Uskup Anicetus B Sinaga: Pemikir Kebudayaan dan Kebangsaan
Berbekal kesadaran atas inti kemanusiaan, Mgr AB Sinaga berusaha membangun persahabatan lintas agama, komunitas, untuk memperjuangkan sepenuhnya cinta kasih dan perdamaian untuk semesta.
Kepergian Uskup Anicetus Bongsu Sinaga menghadap Sang Pencipta beberapa hari yang lalu menyisakan kenangan akan sosoknya sebagai seorang pemikir keagamaan, kebudayaan, dan kebangsaan.
Mgr Dr Anicetus Bongsu Sinaga, lahir 25 September 1941 di Nagadolok-Pematang Siantar, Sumatera Utara, putra dari Malim Sinaga seorang Imam dalam Agama Parmalim (Batak). Ketika Mgr Sinaga kecil, ayahnya Malim (dalam bahasa Batak Imam) sering memberikan katekese (pengajaran) mitologis, berkisah mengenai narasi mitologi Batak, mengenai penciptaan alam semesta, termasuk penciptaan Trimurti: Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan, Si Boru Deang Parujar dan lahirnya manusia di atas bumi, ( Anicetus, Ayahku Malim Pemuja Imam Agung, hal. 8).
Uskup Anicetus Bongsu Sinaga berhasil mengalami transformasi diri dari Imamat Parmalim (Batak) ke Imamat Katolik seperti dilukiskan dalam otobiografinya. Ia diitahbiskan menjadi Imam dalam Gereja Katolik 13 Desember 1969, telah mengabdi selama 51 tahun sebagai imam, dan 40 tahun sebagai uskup, diangkat Takhta Suci Vatikan 24 Oktober 1980. Beliau ditahbiskan menjadi Uskup Sibolga oleh Paus Johannes Paulus I pada 6 Januari 1981 di Roma.
Tanggal 3 Januari 2004 beliau diangkat menjadi Uskup Koajutor Uskup Agung Medan dan dilantik 12 Februari 2004. Pada tanggal 12 Februari 2009 diangkat menjadi Uskup Agung Medan sampai akhir tahun 2018. Dan ketika Mgr. Dr. Ludovikus Simanullang OFM. Cap meninggal akhir 2018, Mgr. Sinaga diangkat kembali oleh Vatikan menjadi Administrator Keuskupan Sibolga.
Uskup Anicetus Bongsu Sinaga berhasil mengalami transformasi diri dari Imamat Parmalim (Batak) ke Imamat Katolik, seperti dilukiskan dalam otobiografinya.
Tugas sebagai Administrator Keuskupan Sibolga beliau teruskan setelah Mgr Cornelius Sipayung OFM Cap diangkat menjadi Uskup Agung Medan. Uskup Anicetus Bongsu Sinaga meninggal 7 November Pukul 18.00 di Rumah Sakit Eisabet Medan, dan dikebumikan di Sibolga, di Seminari St Petrus Pandan, 10 November 2020.
Sosok pemikir
Dalam pengabdian selama hidupnya, kata Kardinal Suharyo, Mgr Anicetus telah banyak berbuat untuk Gereja, masyarakat, dan bangsa. Mgr Anicetus adalah sosok pemikir keagamaan, kebudayaan, dan kebangsaan. ”Saya mengenal Mgr Sinaga sejak saya menjadi anggota Konfrensi Waligereja Indonesia dua puluh tahun yang lalu. Sebelumnya pun beberapa kali saya berjumpa dengan beliau. Dan yang paling mengesankan dalam setiap perjumpaan itu adalah kegembiraan yang terpancar di wajahnya yang selalu ceria. Bagi saya pribadi, gembira dan penuh syukur adalah tanda-tanda yang paling jelas dari keunggulan pribadi dan kematangan rohaninya. Itulah buah dari keyakinan iman yang terungkap dalam semboyan beliau sebagai Uskup: ”Ia membimbing aku di padang yang berumput hijau dan air yang tenang Mzm. 23”, (Otobiografi Mgr. Sinaga, Obor, 2019, hal. xxii).
Kardinal Ignatius Suharyo, sebagai Ketua KWI, mengakui bahwa Mgr Anicetus B Sinaga salah satu uskup yang aktif di KWI dan dalam sidang-sidang di KWI selalu aktif memberikan tanggapan. Dan bukan sekadar aktif, yang juga mengagumkan adalah pengetahuannya yang amat luas, bidang teologi, budaya, kebangsaan, dan masalah-masalah aktual lainnya.
Menko Maritim Luhut B Panjaitan mengatakan; Mgr Sinaga, walaupun karya dan hidupnya diabdikan untuk Gereja (Katolik), saya tahu betul concern beliau tidak hanya pada masalah keagamaan. Bagi saya, beliau selain adalah imam dan uskup adalah juga seorang pemikir keagamaan, pemikir masalah kebudayaan, dan lebih-lebih lagi pemikir masalah kebangsaan, (Luhut B Panjaitan, dalam Otobiografi Mgr Sinaga 2019).
Mgr Anicetus Sinaga mempunyai wawasan yang luas tentang teologi, ilmu sosial (budaya), dan kemasyarakatan. Hal ini tampak dari topik-topik ulasan beliau yang didokumentasikan dalam banyak buku dan artikel. Pengetahuannya melewati meja mimbar agama.
Sebagai gembala umat dan masyarakat, beliau menceburkan diri dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Pergulatan itu kemudian dituangkan dalam tulisan-tulisan ilmiah, dan melalui refleksi pribadi yang disampaikan dalam forum seminar nasional dan internasional. Dan beliau menguasai banyak bahasa secara aktif: bahasa Inggris, Italia, Jerman, Belanda, Perancis, Spanyol, dan Latin.
Sebagai seorang teolog juga antropolog, Mgr Sinaga sangat memahami dan ikut memperkaya paham kebatakan dan keindonesiaan. Mgr Anicetus telah menyampaikan gagasan-gagasan rajutan ilmu agama dan ilmu sosial membangun perdamaian dan persaudaraan di bumi Indonesia. Paham keilmuan dan konteks pelayanan Mgr Anicetus telah memengaruhi secara mendalam metode pastoral beliau selama 50 tahun menjadi imam dan 40 tahun menjadi uskup. Hal ini diakui Dr Herman Nainggolan, antropolog, pastor Kapusin Medan, lulusan Belanda.
Sebagai seorang teolog juga antropolog, Mgr Sinaga sangat memahami dan ikut memperkaya paham kebatakan dan keindonesiaan.
Sebuah studi mendalam tentang paham Allah Tinggi Batak-Toba termuat dalam disertasi Mgr Anicetus Sinaga dengan judul The Toba-Batak High God: Transcendence and Immanence. Disertasi ini beliau bela di Catholic University of Louvain, Belgia, pada jurusan Moral dan Antropologi Budaya tahun 1975. Disertasi ini telah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul Allah Tinggi Batak-Toba: Transendensi dan Imanensi (Penerbit Kanisius, 2014).
Mgr Anicetus B Sinaga adalah juga seorang budayawan Batak, yang dengan piawai mengaplikasikan dan mengembangkan konsep-konsep pemikirannya dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika Presiden Jokowi pada awal pemerintahannya akan melakukan percepatan pembangunan pariwisata di kawasan Danau Toba, beliau secara khusus menulis surat kepada Presiden Jokowi, 25 Mei 2015, menyampaikan sumbangan pemikiran terkait rencana percepatan pembangunan pariwisata Danau Toba.
Bersama Prof Dr Purnomo Yusgiantoro, Dr Salman Habeahan, beliau menulis buku Pembangunan Pariwisata Danau Toba. Beliau berpesan, pembangunan pariwisata mengedepankan soft tourism, peduli kelestarian alam, menyejahterakan, berkeadilan dan berkelanjutan (Fidei Press, 2016).
Uskup Anicetus juga salah satu tokoh agama yang sangat peduli pada masalah kerukunan antarumat beragama. Sebegitu kuatnya Mgr. Sinaga meyakinkan kita bahwa masa depan masyarakat Indonesia, Asia, dan masyarakat dunia pada umumnya akan sangat ditentukan kemajuan peradabannya. Kata kunci yang harus diperhatikan oleh para tokoh agama dan pemerintah adalah keberhasilan dialog lintas iman, lintas agama, lintas kultural, sebagaimana yang dilakukan dan dihidupinya.
Dalam keyakinannya, dasar negara Pancasila menjamin keberadaan dan kemerdekaan semua agama yang hidup di bumi Indonesia. Maka, negara Pancasila tidak hanya untuk orang yang beragama (Katolik saja), juga tidak untuk agama tertentu saja. Negara Pancasila menjamin bahwa transendentalisme dalam sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Mahaesa, dijunjung tinggi.
Paham seperti itu sanggup mengakomodasi kebutuhan pemahaman, tidak saja dari iman Katolik, tetapi juga dari semua iman dan kepercayaan keagamaan yang lainnya, dengan memberi ruang tafsir yang khas bagi semua agama dan kepercayaan (Mgr Sinaga, Perjumpaan Pancasila & Kristianitas, 2009:514).
Agama-agama yang bermacam-ragam, selalu terbuka perbedaan dan ciri khas masing-masing, bhinneka tunggal ika. Pendeknya, justru karena merupakan puncak dari alam ciptaan dan menurut kehendak ilahi, status unik dan tak tergantikan martabat manusia tidak dapat diganggu gugat (Sinaga 2009:518-519).
Bingkai dari Persaudaraan Sejati Kerukunan Umat Beragama, menurut Mgr Sinaga, adalah keseluruhan isi dari ideologi Pancasila. Mengarah pada pembangunan ”perdamaian abadi dan keadilan sosial” dari warga Pancasila, keutuhan dari kelima sila dijadikan bingkai dan payung falsafah ”Kerukunan Persaudaraan Sejati” (Sinaga 2012b:18).
Bingkai dari Persaudaraan Sejati Kerukunan Umat Beragama, menurut Mgr Sinaga, adalah keseluruhan isi dari ideologi Pancasila.
Dalam semua kiprah hidupnya, Mgr AB Sinaga berusaha untuk menebar kasih sayang, menumbuhkan keragaman, merayakan cinta kasih, dan memperjuangkan kemanusiaan. Dengan berbekal kesadaran atas intikemanusiaan, Mgr AB Sinaga berusaha membangun persahabatan lintas agama, komunitas, untuk memperjuangkan sepenuhnya cinta kasih dan perdamaian untuk semesta.
Perjuangan inilah yang menjadikan hidupnya mulia, mendapatkan berkah dan pahala berlimbah. Bagi saya, Mgr AB Sinaga sudah melampaui kemuliaan: ia menuntaskan seluruh hidupnya untuk berbagi keindahan untuk semua”, tutur Prof Dr KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU, (Otobiografi Mgr Sinaga, 2019).
Mgr Anicetus Sinaga telah mewariskan butir-butir mutiara kekayaan ilmu tentang kemanusiaan dan pengalaman iman Katolik yang universal. Kekayaan ini didasari oleh relasinya yang mendalam dengan Tuhan, pengamatannya dan penelitiannya yang tajam tentang kehidupan manusia, dan pengaplikasiannya ke dalam cara hidup manusia berelasi di masyarakat luas.
Uskup Sinaga tidak pernah menyerah, apalagi putus harapan. Bermodalkan keyakinan yang dalam pada ajaran Katolik, Mgr Sinaga telah menunjukkan bahwa seorang penggembala seharusnya punya stamina spiritual yang tangguh dan prima” (Ahmad Syafii Maarif, Dewan Pengarah BPIP). Kekayaan khazanah ilmu, kesaksian hidup ini kiranya menjadi warisan yang perlu dilanjutkan.
(Salman Habeahan, Penyunting Buku Otobiografi Mgr Dr AB Sinaga, asal Sibolga, tinggal di Jakarta)