Melindungi Masa Depan Anak-anak Indonesia
Investasi di bidang pendidikan kini dan setelah pandemi akan membantu melindungi masa depa anak-anak Indonesia.
Pada puncaknya, Covid-19 menyebabkan penutupan sekolah yang berdampak terhadap 1,5 miliar anak dan remaja di seluruh dunia. Di Indonesia, pandemi ini memaksa lebih dari 68 juta anak meninggalkan ruang kelas.
Sejak Maret 2020, para pendidik, orangtua, dan siswa dipaksa beradaptasi dengan transisi yang mendadak dan belum pernah terjadi sebelumnya untuk belajar dari rumah, meski sebagian sekolah kembali dibuka secara bertahap dalam beberapa bulan terakhir.
Laporan terbaru Bank Dunia tentang Estimasi Dampak Covid-19 terhadap Pembelajaran dan Pendapatan di Indonesia: Bagaimana Membalikkan Situasi memperkirakan dampak penutupan sekolah dasar dan menengah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama pada pembelajaran siswa.
Bersekolah tidak dapat selalu disamakan dengan belajar. Para siswa yang menempuh waktu bersekolah yang sama sering kali memiliki tingkat pembelajaran yang sangat berbeda.
Bersekolah tidak dapat selalu disamakan dengan belajar.
Dengan skenario di mana sebagian besar, tetapi tidak semua sekolah dan madrasah ditutup sejak akhir Maret hingga akhir September, kami memperkirakan, rata-rata siswa telah kehilangan setengah tahun pembelajaran.
Diperkirakan, hilangnya waktu belajar itu setara dengan 16 poin bidang membaca pada PISA. PISA merupakan sistem internasional yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan membaca, matematika, serta sains mereka.
Dampak jangka panjang
Besaran waktu belajar yang hilang diperkirakan lebih banyak lagi pada anak-anak dari keluarga kurang mampu, yang kebanyakan dari mereka memang sudah tertinggal dibandingkan dengan teman-temannya di tingkat kelas yang sama.
Dampak jangka panjang dari penutupan sebagian besar sekolah hingga September 2020 adalah hilangnya pendapatan seumur hidup yang setara dengan 222,4 miliar dollar AS (Rp 3.336 triliun) pada 68 juta siswa. Sebab, pendapatan anak di masa depan terkait dengan seberapa banyak yang mereka pelajari di sekolah karena pendidikan membekali mereka dengan keterampilan untuk menjadi produktif.
Kerugian ini bahkan bisa lebih besar lagi jika sekolah dan madrasah ditutup untuk waktu yang lebih lama tanpa tindakan tambahan untuk mendukung pembelajaran.
Mulai 7 Agustus 2020, sekolah dan madrasah di zona hijau dan kuning dapat dibuka jika mereka mampu menerapkan penjarakan sosial dan penggunaan air bersih, sanitasi, dan kebersihan sesuai dengan pedoman penanganan pandemi.
Namun, laporan Bank Dunia yang akan segera dirilis bertajuk ”Survei Indikator Pemberian Layanan” menunjukkan, sebelum pandemi Covid-19, hanya sekitar separuh dari jumlah sekolah yang disurvei memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air bersih.
Sejak krisis dimulai, pemerintah telah melakukan tindakan penting untuk mendukung pembelajaran di rumah dan juga mendukung guru untuk mengajar secara daring.
Langkah-langkah itu termasuk penyediaan kuota internet gratis/bersubsidi untuk siswa dan guru, program TV pendidikan, dan memberikan pilihan kepada sekolah dan madrasah untuk menggunakan kurikulum pendidikan darurat. Akan tetapi, oleh karena keberagaman kondisi geografis dan sosio-ekonomi di Indonesia, akses dan pemanfaatan pembelajaran jarak jauh ini juga menjadi beragam.
Membalikkan kerugian
Ke depan, lebih banyak tindakan dibutuhkan untuk meminimalkan dan harapannya bisa memutarbalikkan kerugian dari pembelajaran yang hilang.
Bagi sekolah dan madrasah yang dibuka kembali, dibutuhkan kampanye pendaftaran ulang untuk meminimalkan angka putus sekolah, terutama menyasar pada kelompok yang berisiko lebih tinggi, seperti para siswa dari keluarga berpenghasilan rendah yang mungkin harus bekerja untuk menopang pendapatan keluarga.
Suatu kampanye yang intensif juga diperlukan untuk memastikan sekolah dan madrasah memiliki toilet dan fasilitas cuci tangan yang berfungsi dengan baik, juga ruangan kelas yang layak untuk mengakomodasi siswa dalam penerapan penjarakan sosial.
Begitu anak-anak kembali ke sekolah, guru dapat mulai dibantu untuk mengidentifikasi apa yang siswa pahami dan materi pelajaran apa yang mereka sudah lupa, serta untuk mengajar secara bertarget bagi tingkat pemahaman yang berbeda pada setiap siswa dalam upaya untuk mengembalikan tingkat pemahaman siswa yang hilang.
Kemendikbud dan Kementerian Agama telah menyiapkan alat yang dapat digunakan para guru untuk menilai kemajuan siswa selama berlangsungnya pembelajaran jarak jauh dan ketika sekolah kembali dibuka.
Hal yang juga penting adalah memperluas akses kepada pendidikan jarak jauh dengan meningkatkan konektivitas internet dan akses ke perangkat, dimulai dari wilayah yang paling membutuhkan. Hal ini akan membantu lebih banyak siswa belajar dari rumah dan bagi guru untuk mengajar secara lebih efektif.
Kemendikbud dan Kementerian Agama bersama pemerintah daerah dapat memprioritaskan 100 persen akses internet bagi semua sekolah sehingga sekolah maupun madrasah dapat menjadi titik akses internet untuk pembelajaran bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil.
Beberapa pemerintah provinsi, seperti DKI Jakarta, telah berinisiatif memulai program akses internet gratis di aula gedung kelurahan.
Dinas pendidikan di daerah juga dapat bekerja dengan pihak sekolah untuk mengatur proses belajar melalui telepon ataupun bertemu langsung, dengan penerapan protokol penjarakan sosial, untuk memastikan bahwa siswa bisa tetap belajar dan mengatasi kendala tidak adanya koneksi internet atau televisi di rumah. Pemerintah daerah dapat memusatkan upaya ini bagi penerima manfaat Program Indonesia Pintar (PIP) untuk memastikan bahwa siswa dari keluarga berpenghasilan rendah mendapat prioritas dukungan.
Terakhir, pemerintah dapat bekerja sama dengan para mitra untuk mengevaluasi kualitas materi pembelajaran jarak jauh yang berbeda untuk membantu guru dan siswa memilih pembelajaran yang paling efektif, seraya terus meningkatkan kualitas sumber daya tersebut.
Investasi di bidang pendidikan kini dan setelah pandemi akan membantu melindungi masa depan anak-anak Indonesia.
(Noah Yarrow Spesialis Pendidikan Senior di Bank Dunia)