Asuransi jiwa berfungsi menggantikan kehilangan pendapatan aktif karena pencari nafkah mengalami risiko seperti kematian. Dengan begitu tidak semua keluarga butuh asuransi Jiwa. Namun, kondisi keluarga yang seperti apa?
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Pada prinsipnya, asuransi jiwa digunakan untuk menggantikan kehilangan pendapatan aktif karena pencari nafkah mengalami risiko seperti kematian.
Sebuah keluarga yang asetnya sudah dapat memberikan penghasilan pasif setiap bulan bisa dikatakan tidak lagi memerlukan perlindungan asuransi jiwa.
Misalnya, ada keluarga dengan pengeluaran Rp 10 juta per bulan. Mereka rajin menyisihkan sebagian pendapatan. Dengan demikian, keluarga tersebut memiliki aset dana tunai Rp 3 miliar.
Dana itu dibelikan obligasi pemerintah seri FR0072 yang memberikan suku bunga 8,25 persen per tahun atau 7,41 persen per tahun setelah dipotong pajak. Setiap bulan, keluarga ini akan menerima imbalan kupon bunga Rp 18,7 juta hingga obligasi jatuh tempo. Jumlah ini sudah lebih dari kebutuhan bulanan.
Keluarga lain, memiliki bisnis rumah petak. Selain suami-istri yang bekerja sebagai pegawai negeri, mereka juga memiliki rumah-rumah petak yang disewakan. Dalam satu bulan, total uang sewa yang didapatkan dari penghuni 20 rumah petak sebesar Rp 20 juta. Pengeluaran keluarga tersebut Rp 10 juta per bulan.
Keluarga ketiga, memiliki bisnis berupa waralaba jaringan toko kebutuhan sehari-hari. Selama ini, toko tersebut ramai didatangi pembeli sehingga dapat menghasilkan keuntungan bersih Rp 15 juta per bulan. Pengeluaran rumah tangga keluarga ini Rp 10 juta. Sang ayah, sebagai kepala keluarga, merupakan karyawan di sebuah perusahaan swasta.
Persamaan dari ketiga keluarga di atas adalah mereka memiliki pendapatan pasif yang melebihi kebutuhannya. Pendapatan pasif merupakan pendapatan yang diperoleh bukan dari bekerja, melainkan dari aset, baik aset kertas seperti obligasi atau saham maupun aset properti dan bisnis.
Ketiga jenis aset tersebut dapat menghasilkan arus kas yang membantu pendapatan keluarga, selain dari pendapatan aktif dengan bekerja di perusahaan atau pemerintahan.
Kembali ke asuransi jiwa. Pada dasarnya, asuransi jiwa dibutuhkan untuk menggantikan pendapatan jika kepala keluarga atau pencari nafkah meninggal dunia.
Ketika keluarga tidak memiliki pendapatan lain selain dari pendapatan aktif karena pencari nafkah meninggal, tentu ada sebagian pendapatan yang hilang. Tunjangan pensiun dari perusahaan belum tentu dapat menutupi kebutuhan keluarga. Biasanya, tunjangan pensiun, baik dari perusahaan maupun publik, seperti BPJS Ketenagakerjaan, hanya menutupi 30 persen pengeluaran.
Keluarga yang sudah memiliki cukup pendapatan pasif tidak lagi memerlukan asuransi jiwa dasar. Ketika pencari nafkah utama meninggal dan penghasilan berkurang, sudah ada sumber penghasilan lain, yaitu penghasilan dari aset surat berharga, properti, dan bisnis.
Sejatinya, fungsi asuransi jiwa adalah menggantikan kekosongan pendapatan. Uang pertanggungan dari asuransi jiwa diterima, lalu digunakan atau ditempatkan pada aset berisiko minimal agar dapat menghasilkan arus kas sehingga pendapatan tetap mencukupi.
Lalu, bagaimana jika situasinya seperti keluarga ini: suami-istri bekerja dengan penghasilan gabungan Rp 50 juta dan pengeluaran Rp 49 juta. Mereka belum memiliki aset yang dapat memberikan penghasilan pasif karena pendapatan setiap bulan selalu habis untuk memenuhi gaya hidup.
Jelas keluarga seperti ini harus memiliki perlindungan asuransi jiwa, paling dasar sekalipun karena belum memiliki aset yang mencukupi. Asuransi dengan uang pertanggungan Rp 500 juta tidak mencukupi untuk keluarga dengan pengeluaran Rp 49 juta per bulan.
Dengan uang pertanggungan hanya Rp 500 juta, tidak sampai satu tahun uang akan habis karena kebutuhan yang besar. Keluarga dengan pengeluaran besar dan belum memiliki aset sebaiknya juga membeli polis asuransi memadai yang dapat mencukupi kebutuhan.