Jepang tengah mematangkan rencana pelonggaran perjalanan warganya ke luar negeri dan kunjungan orang asing ke negara itu. Kewajiban karantina bagi pelawat urusan pekerjaan dari luar negeri juga hendak dihapus.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 memukul salah satu bagian penting peradaban manusia, yakni pertemuan dan pergerakan manusia. Semuanya kini hampir berhenti sama sekali.
Sebelum pandemi terjadi, manusia bebas bergerak dan menggelar pertemuan. Kegiatan bisnis, pendidikan, pameran seni, dan perhelatan budaya memenuhi jadwal harian manusia. Urusan bisnis yang mengharuskan kehadiran pemimpin perusahaan dapat dengan mudah dilakukan. Pagi seorang CEO berada di Singapura dan keesokan harinya ia sudah dapat menghadiri pertemuan bisnis di belahan Eropa.
Pandemi membuat hal tersebut berubah. Pertemuan fisik dan kegiatan tatap muka nyaris tak dapat dilakukan. Pertemuan virtual memang membantu interaksi tetap terjadi. Namun, mekanisme ini belum dapat menggantikan pertemuan fisik. Jamuan makan bersama di restoran akan lebih menguntungkan pengusaha tempat makan karena orang bisa mengonsumi lebih banyak makanan dan minuman ketika bertemu fisik dengan rekan-rekannya.
Kesadaran pentingnya tatap muka dan pergerakan fisik manusia ini tampaknya mendasari Pemerintah Jepang untuk melonggarkan perjalanan warga mereka ke luar negeri dan kedatangan orang asing ke Jepang. Seperti diberitakan Kompas.id, 8 Oktober 2020, Pemerintah Jepang sedang membahas pencabutan larangan perjalanan ke sejumlah negara dan kewajiban karantina pelawat dari luar negeri.
Jepang saat ini masih melarang perjalanan ke 159 teritori dan negara. Bulan depan, menurut rencana, larangan perjalanan ke China serta 11 negara dan teritori lain, seperti Taiwan, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Singapura, Vietnam, dan Malaysia, akan dicabut.
Jepang juga mempertimbangkan untuk menghapus kewajiban karantina bagi pelawat urusan pekerjaan dari luar negeri. Sebelumnya, setiap pelawat dari luar negeri wajib mengarantina diri sekurangnya 14 hari setelah tiba di Jepang.
Pencabutan kewajiban karantina ini menurut rencana berlaku baik pada warga Jepang maupun asing yang mempunyai izin tinggal sementara di negara itu. Pelawat yang datang tak lagi wajib dikarantina selama dua pekan.
Selain aspek kepentingan bisnis, penentuan negara tujuan yang mendapat pelonggaran itu tentu mempertimbangkan tingkat penularan Covid-19 di wilayah bersangkutan. Kian terkontrol penularan di sebuah negara, semakin besar peluangnya untuk mendapat pelonggaran oleh Tokyo.
Hal ini menunjukkan, penanganan pandemi oleh sebuah negara menjadi kunci bagi menggeliatnya kembali perekonomian di negara tersebut. Arus perjalanan yang lebih longgar akan menggerakkan berbagai bisnis, terutama transportasi udara. Langkah Jepang melonggarkan arus perjalanan baik keluar maupun masuk ke negara itu mengingatkan kembali betapa penting pertama-tama mengendalikan penularan Covid-19 sebaik mungkin.