Tak seorang pun bisa memastikan kapan pandemi berakhir. Maka, menunda pilkada hingga pandemi usai bukan solusi. Pilihannya, melaksanakan pilkada di Desember 2020 atau menundanya hingga Maret 2021 atau September 2021.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Filsuf Romawi, Marcus Tullius Cicero (106 SM-43 SM), berkata, hendaknya kesejahteraan rakyat menjadi hukum tertinggi. Salus populi suprema lex esto.
Pemikiran Cicero dua ribu tahun silam tentang bagaimana negarawan seharusnya menimbang berbagai persoalan kenegaraan tersebut rasanya masih relevan. Kesejahteraan rakyat hendaknya selalu ditempatkan di atas segalanya.
Salah satu persoalan bangsa yang perlu dipertimbangkan dengan matang saat ini adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang digelar pada 9 Desember 2020. Apakah aktivitas demokrasi itu perlu terus dilanjutkan atau sebaiknya ditunda guna mencegah meluasnya penularan Covid-19?
Kapan pandemi berakhir tentu tidak ada seorang pun yang mampu memastikan. Menunda pilkada hingga pandemi usai pasti bukan solusi. Pilihannya adalah tetap melaksanakan pilkada di Desember 2020 atau menundanya hingga Maret 2021 atau September 2021.
Negara-negara yang menyelenggarakan pemilihan di era pandemi terutama memperhatikan tren penambahan kasus baru yang melandai atau menurun. Kesiapan penyelenggara ataupun pemilih pun sangat diperhatikan karena menyadari pemilihan pada saat pandemi sangat sulit karena harus memperhatikan protokol kesehatan.
Saat ini, penambahan kasus baru Covid-19 per hari di Indonesia justru sedang meningkat tajam. Apabila pada Juni angka tertinggi adalah 1.000-an, di Juli menjadi 2.000-an, Agustus sudah 3.000-an, dan September mencapai 4.000-an per hari.
Dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada, berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, per 13 September, mayoritas masuk kategori risiko tinggi dan sedang.
Protokol kesehatan pun cenderung dilanggar. Catatan Badan Pengawas Pemilu, 315 bakal calon bahkan mengabaikan protokol kesehatan saat pendaftaran calon peserta pilkada. Padahal, saat ini belum memasuki tahap kampanye yang baru dimulai pada 26 September.
Sedemikian banyak bakal calon, penyelenggara, dan pengawas yang terinfeksi, terakhir Ketua KPU RI Arief Budiman dan anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, sungguh memprihatinkan. Rakyat akan lebih menderita. Perlu dicamkan, seorang saja yang terinfeksi Covid-19 bisa menyebabkan istri, anak, bahkan ayah, ibu, atau kerabatnya yang tinggal serumah dengannya pun tertular. Pendapatan keluarga bertahun-tahun ludes. Tiga generasi terancam jiwanya.
Di sinilah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, DPR 2019-2024, dan KPU 2017-2022 perlu mempertimbangkan masak-masak apakah harus terus melanjutkan rencananya atau memilih waktu yang lebih tepat ketika semuanya sudah lebih siap.
Cicero mengingatkan, sebuah pelayanan publik akan terlaksana dengan baik jika kepentingan pribadi atau kelompok ditekan sedemikian rupa sehingga kepentingan publik menjadi yang utama. Saat itu, tugas politik pun menjadi suci dan surga pun terbuka bagi negarawan yang menjalankannya.