Apabila di Pemilu 2019 angka kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara sangat tinggi karena kelelahan, tentu kita tidak ingin terulang terjadi di pilkada serentak 2020 akibat Covid-19.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pemilihan kepala daerah serentak telah menciptakan kluster baru penularan Covid-19. Tanpa sanksi tegas terhadap pelanggar, nyawa rakyat akan menjadi taruhannya.
Kekhawatiran bahwa pelaksanaan pilkada serentak menjadi kluster baru Covid-19 sudah menjadi kenyataan. Hingga Sabtu (12/9/2020), Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat paling tidak ada 63 bakal calon peserta pilkada yang terdeteksi positif dari total 1.470 bakal calon.
Terdeteksinya 96 petugas Panitia Pengawas Pemilu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang positif Covid-19 saat menjalankan tugas pencocokan, penelitian, dan pemutakhiran data pemilih yang tersebar di 18 kecamatan semakin memperkuat lagi fakta adanya kluster pilkada.
Lonjakan kasus Covid-19 pun sudah terdeteksi di sejumlah daerah yang akan menggelar pilkada. Lonjakan kasus di Lampung, misalnya, terjadi di tiga daerah yang akan menggelar pilkada serentak, yaitu Bandar Lampung, Lampung Utara, dan Lampung Tengah.
Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi di Istana Bogor, Jawa Barat, pekan lalu, menyatakan telah menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar memberi sanksi tegas kepada para pelanggar protokol kesehatan, terlebih di masa kampanye yang akan berlangsung mulai 26 September 2020.
”Kalau tidak betul-betul diawasi, bisa jadi kluster baru. Tidak diurus, bisa jadi kluster baru. Mendagri juga sudah memberikan 57 peringatan keras terhadap bakal calon, terutama yang petahana sudah ditegur Mendagri. Ini penting sebelum menjadi kluster baru yang membesar,” kata Presiden menjawab pertanyaan pemimpin redaksi.
Kalau tidak betul-betul diawasi, bisa jadi kluster baru. Tidak diurus, bisa jadi kluster baru.
Berarti, penjatuhan sanksi tegas tinggallah kemauan eksekusi di lapangan, baik oleh jajaran Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, pemerintah daerah, maupun aparat keamanan. Kementerian Dalam Negeri telah memberikan teguran kepada 53 calon petahana yang melanggar protokol kesehatan pada tahapan pendaftaran calon. Sementara bakal calon yang bukan termasuk petahana telah diberi teguran oleh Bawaslu.
Pertanyaannya adalah apakah teguran itu cukup membuat jera untuk tidak melakukan pelanggaran serupa. Sebandingkah sanksi tersebut dengan risiko penularan infeksi yang membahayakan banyak nyawa rakyat? Selain sanksi administratif, sanksi pidana pun perlu ditegakkan untuk menindak kontestan yang membandel. Pasal 216 dan 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana harus dijatuhkan. Gerak cepat aparat untuk membubarkan potensi kerumunan yang melanggar protokol kesehatan mutlak diperlukan.
Apabila di Pemilu 2019 angka kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara sangat tinggi karena kelelahan, tentu kita tidak ingin terulang terjadi di pilkada serentak 2020 akibat Covid-19. Rakyat kecil akhirnya hanya menjadi korban. Mereka seakan hanya dibutuhkan untuk mendapatkan suara. Kesehatan dan nyawanya diabaikan.