Penganiayaan terhadap sejumlah warga, serta perusakan Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur, yang diduga kuat dilakukan prajurit TNI, memunculkan keprihatinan mendalam. Apalagi, itu bermula dari penyebaran berita hoaks.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Insiden penyerangan terhadap sejumlah warga pada Minggu (29/8/2020) di Ciracas, Jakarta Timur, memunculkan keprihatinan mendalam. Penyerangan oleh sejumlah oknum tentara itu berujung pembakaran dan perusakan Markas Kepolisian Sektor Ciracas. Selain kerugian akibat perusakan itu, beberapa warga terluka karena menjadi korban kekerasan, tanpa tahu sebabnya.
Keprihatinan makin dalam setelah diketahui, penyerangan itu bermula dari informasi hoaks yang diduga disebarkan Prada MI. Kepada rekan-rekannya, MI menginformasikan seakan-akan ia dikeroyok. Ada juga teks-teks provokasi yang lalu memancing semangat korsa prajurit teman-teman MI.
Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman menyayangkan para prajuritnya yang termakan hoaks. Menurut dia, para prajurit tidak memeriksa kebenaran informasi terkait Prada MI. Menurut Dudung, para prajurit seharusnya berkoordinasi dengan pimpinan guna mengetahui kebenaran informasi. Sebenarnya, MI telah menyampaikan kepada pimpinannya bahwa ia mengalami kecelakaan tunggal.
Ada dua masalah dalam peristiwa ini. Pertama, ketiadaan upaya mengecek kebenaran atau akurasi informasi, oleh para prajurit. Kedua, perilaku anarkistis sejumlah tentara, yang sebenarnya juga punya tanggung jawab moril untuk memastikan keselamatan warga. Apalagi, warga yang menjadi korban kekerasan, sama sekali tidak bersalah.
Terkait usaha pengecekan fakta, ini problem masyarakat secara luas. Sudah banyak kasus-kasus kekerasan, perundungan, dan perusakan yang berasal dari peredaran berita hoaks. Terkait hal ini, muncul masukan agar TNI membangun mekanisme cek fakta internal. Pernyataan Pangdam Jaya yang menyayangkan prajuritnya termakan hoaks, bisa menjadi awal mula pembenahan internal TNI.
Masalah kedua, perilaku anarkistis yang laten terjadi di berbagai kelompok masyarakat. Kerap terjadi pula, korban-korban kekerasan adalah warga yang tak bersalah. Keselamatan masyarakat seharusnya menjadi perhatian bersama. Negara melalui pemerintah, wajib menjamin keselamatan warga ini, dengan cara apapun juga.
Sepatutnya mereka bekerja, berkarya, dan mengabdi, kepada negara dan masyarakat.
Permohonan maaf Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa terkait peristiwa penyerangan itu, dan kesiapan TNI mengganti kerugian warga, menjadi poin penting dari pembenahan masalah-masalah ini. Ketegasan TNI terhadap oknumnya yang melakukan tindak kekerasan, seperti ditegaskan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, menjadi langkah yang ditunggu publik.
Ke depannya, institusi negara, terlebih yang dibekali pendidikan dan pelatihan terkait bela negara dan keamanan seperti TNI dan Polri, harus bisa mencegah kejadian serupa terulang lagi. TNI juga Polri, dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya, dibiayai dari pajak yang dipungut dari rakyat. Sepatutnya mereka bekerja, berkarya, dan mengabdi, kepada negara dan masyarakat. Bukan justru merusak, membakar fasilitas negara, dan menganiaya warga tak bersalah.