Kesepian
Selama pandemi beberapa bulan ini, hampir semua orang telah terisolasi secara sosial. Karena itu, merasa kesepian selama ini merupakan hal yang wajar.
Selama pandemi beberapa bulan ini, hampir semua orang telah terisolasi secara sosial. Karena itu, merasa kesepian selama ini merupakan hal yang wajar.
Berjarak sosial adalah hal yang tak mudah untuk dijalani, tetapi bagi mereka yang hidup sendiri mungkin lebih kesulitan lagi. ”Sama seperti rasa lapar yang memberi sinyal kepada kita untuk makan dan rasa haus memberikan sinyal untuk minum air, kesepian dianggap sebagai dorongan biologis yang memotivasi kita untuk dapat terhubung kembali,” kata Julianne Holt-Lunstad, seorang profesor psikologi dan ilmu saraf di Universitas Brigham Young di Provo, Utah, Amerika Serikat.
Kesepian berbeda dengan depresi. Anthony Silard (2020) mengatakan, keduanya adalah emosi. Dia meyakini pandangan Spinoza bahwa emosi yang merupakan penderitaan, akan berhenti sebagai penderitaan segera setelah kita membentuk gambaran yang jelas dan tepat tentangnya. Jika kita dapat lebih memahami setiap emosi, kecil kemungkinan kita untuk menderita karena itu.
Phillip Shaver, psikolog University of Denver, mengatakan bahwa kesepian dan depresi adalah emosi sekunder dari emosi primer kesedihan. Kita pertama kali mengalami emosi dasar kesedihan; kemudian kita mengulangi ’naskah’ psikologis tertentu dalam pikiran kita sampai emosi sekunder (kesepian atau depresi) muncul. Untuk memahami perbedaan antara kesepian dan depresi, kita perlu memahami naskah mental yang menghasilkannya.
Naskah psikologis yang menyebabkan kesepian berpusat pada satu tema umum: ”Saya berharap hubungan sosial saya lebih bermakna daripada sebelumnya.” Seperti semua emosi negatif lainnya, kesepian adalah sinyal internal yang memberi tahu Anda bahwa inilah saatnya untuk membuat perubahan dalam hidup. Ini mengaktifkan apa yang oleh psikolog pendidikan Inggris Pamela Qualter disebut sebagai ”motif reafiliasi” yang mendorong Anda untuk mencoba kembali ke lingkaran sosial dan mengembangkan hubungan yang bermakna dengan orang lain.
Depresi sangat berbeda: ada dua skenario psikologis yang Anda ulangi untuk diri sendiri. Yang pertama adalah ”Saya berharap hidup saya lebih bermakna daripada yang sebenarnya”. Sayangnya, ini tidak berakhir di situ. Ada naskah kedua yang jauh lebih beracun, yaitu ”Saya merasa tidak berharga dan tidak mampu mengubahnya”. Dengan kata lain, Anda dapat merasa kesepian (bahwa Anda tidak memiliki hubungan yang bermakna) tanpa merasa tertekan (bahwa Anda tidak memiliki kehidupan yang bermakna dan tidak dapat menciptakannya). Jadi, depresi adalah kesepian yang telah melepaskan harapan, jika bukan keputusasaan.
Dalam tulisan kali ini, kita mencoba fokus pada kesepian.
Siapa yang alami kesepian?
Di dalam jurnal ilmiah Personality and Individual Differences, diperoleh hasil studi baru mengenai kesepian dari Barreto, Victor, Hammond dkk, 2020. Studi ini melibatkan lebih dari 46.000 sukarelawan berusia antara 16 dan 99 tahun, berasal dari 237 negara berbeda yang berkontribusi secara daring. Studi tersebut mengungkapkan tiga faktor yang memengaruhi kesepian secara menarik sehingga perlu dicermati untuk sekeliling kita.
1. Usia.
Orang yang lebih tua jelas melaporkan lebih jarang kesepian daripada orang yang lebih muda. Secara umum, orang paruh baya lebih merasa kesepian daripada orangtua dan orang muda lebih kesepian daripada orang paruh baya.
2. Jender.
Pria melaporkan lebih sering kesepian dibandingkan dengan perempuan. Temuan ini juga dipengaruhi oleh usia, di mana pria dari segala kelompok usia merasa lebih kesepian daripada perempuan.
3. Masyarakat.
Orang yang tinggal dalam masyarakat individualistis (seperti Amerika Serikat), di mana kesuksesan individu adalah tujuan hidup yang penting, melaporkan lebih sering kesepian daripada orang yang tinggal di masyarakat yang lebih kolektivis (seperti Guatemala), di mana kebutuhan dan tujuan kelompok yang lebih besar seperti keluarga lebih penting daripada kesuksesan individu. Efek kesepian ini lebih kuat untuk pria dan orangtua.
Secara keseluruhan, studi tersebut menunjukkan bahwa pria muda yang tinggal di negara individualis, seperti AS, paling rentan terhadap kesepian. Perempuan yang lebih tua yang tinggal di negara kolektivis paling kecil kemungkinan merasa kesepian.
Mengatasi kesepian jika hidup sendirian
Kelsey Borresen (2020) mengumpulkan nasihat dari beberapa sumber, di antaranya adalah:
1. Beri label/nama pada apa yang dirasakan
Menempatkan kata-kata untuk emosi yang sulit dapat meringankan beban seseorang. Misalnya, ”Saya merasa takut dan sendirian saat ini” atau ”Saya merasa terputus dari teman-teman dan keluarga saya”. Menurut psikolog Rebecca Leslie di Atlanta, saat ini adalah masa yang sulit dan Anda tidak sendirian. Banyak orang lain yang juga merasakan seperti yang Anda rasakan. Adanya rasa kemanusiaan yang sama dapat membantu membuat perasaan negatif lebih tertahankan.
2. Ingat mengapa Anda tinggal di rumah sekarang ini
Langkah-langkah berjarak sosial yang menyebabkan Anda begitu penuh kecemasan tidaklah sia-sia. Dengan mengikuti protokol, Anda melakukan bagian Anda untuk membantu memperlambat penyebaran penyakit di komunitas. ”Saat menghadapi stresor apa pun, cara kita menilai suatu situasi dapat memengaruhi respons fisiologis kita,” kata Holt-Lunstad. Oleh karena itu, ubah pola pikir Anda, ketimbang menafsirkan situasi sebagai terputus hubungan dari orang lain, fokuslah melakukan protokol untuk melindungi orang yang Anda cintai. Menurut dia, terlibat dalam pencarian kreatif juga dapat membantu meringankan perasaan kesepian.
3. Ciptakan rutinitas dan coba mematuhinya
Anda akan lebih siap mengelola emosi jika menjaga suatu jadwal harian. Ini membantu untuk memiliki struktur dan beberapa hal yang dapat diprediksi selama masa ketidakpastian. Anabel Basulto, seorang terapis pernikahan dan keluarga di Orange County, California mengatakan ”Bangun dan tidur itu penting. Memiliki higienis tidur yang baik dapat membantu melawan stres.”
4. Manfaatkan teknologi untuk tetap terhubung selama berjarak sosial
Pikirkan jarak sosial sebagai lebih dari jarak fisik. Anda tidak dapat berkumpul secara langsung, tetapi masih dapat bersosialisasi secara virtual. ”Buatlah daftar orang untuk dijangkau, baik di lingkaran dalam dan luar Anda, bahkan jika Anda belum berbicara dengan mereka selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun,” kata Bruneau. ”Memiliki hubungan sosial yang berulang dan terencana bisa sangat membantu Anda merasa lebih memiliki kendali dan prediktabilitas,” kata Leslie.
5. Ingatlah bahwa situasi ini hanya sementara
Ingatlah bahwa ada akhir yang terlihat, meskipun kita belum tahu persis kapan akan terjadi. ”Tentu, mungkin berguna membuat beberapa perubahan untuk mengoptimalkan hubungan saat ini, tetapi Anda tidak perlu merasa benar-benar terpenuhi dari segi koneksi selama beberapa bulan ke depan,” kata Bruneau. Lepaskan tekanan diri sendiri untuk \'memperbaiki\' semuanya dan lakukan yang terbaik yang Anda bisa sebagai kesempatan untuk mendapatkan kesadaran diri, menyayangi diri dan keterampilan meminta bantuan.
Semoga meringankan.