Sudah empat bulan lebih sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama, lonjakan kenaikan belum juga terkendali.
Oleh
Editor KOMPAS
·2 menit baca
Sudah empat bulan lebih sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama, lonjakan kenaikan belum juga terkendali.
Bahkan, hari-hari ini, peningkatan jumlah kasus positif justru kian mengkhawatirkan. Puncak tertinggi terjadi pada Kamis (2/7/2020) dengan penambahan 1.624 kasus. Hingga Senin (6/7/2020) siang ada penambahan 1.209 kasus.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak, melewati DKI Jakarta yang kini berada di posisi kedua, disusul Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat. Sungguh bukan capaian yang membanggakan, apalagi jika dilihat dari sisi tingkat kesembuhan dan tingkat kematian yang terinfeksi.
Tingkat kesembuhan, meski terus meningkat dari titik kesembuhan terendah pada 22 Juni 2020 (331 kasus), masih naik turun dengan angka kesembuhan tertinggi pada 2 Juli 2020 sebanyak 1.072 kasus. Ini berarti, hingga saat ini, belum ditemukan metode perawatan dan pengobatan yang pas.
Demikian pula dengan angka kematian. Tingkat kematian terendah, 33 kasus pada 16 Juni 2020, tak pernah tercapai lagi. Bahkan, pada 5 Juli 2020, angka kematiannya tertinggi sepanjang Juni-Juli dengan 82 kasus.
Hasil survei yang diselenggarakan Social Resilience Lab Nanyang Technological University bekerja sama dengan Laporcovid19.org bisa jadi adalah jawabannya. Menurut survei itu, masyarakat ternyata belum memahami risiko penularan Covid-19 (Kompas, 6/6/2020). Kekurangpahaman ini berdampak pada banyak hal. Persepsi risiko menjadi rendah, masyarakat menjadi kurang waspada, abai protokol kesehatan, dan akhirnya rentan tertular. Oleh karena itu, partisipasi warga menjadi kunci pengendalian penyebaran Covid-19.
Di sisi lain, cara komunikasi pemerintah yang kurang jelas, kurang tegas, dengan istilah yang kurang pas pula, membuat orang mencari sendiri informasi di sana sini. Banyak warga masyarakat menelan mentah-mentah informasi yang tidak jelas sumbernya sehingga bias informasi kian menjadi.
Maka, pembenahan harus dimulai dari sisi informasi. Justru dalam situasi ini komunikasi pemerintah—pusat dan daerah—sungguh dibutuhkan. Tak cukup lagi tanggung jawab hanya pada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sosialisasi informasi yang benar dan tepat guna harus timbal balik dari tingkat tertinggi hingga RT-RW kepada setiap warga. Timbal balik karena warga juga harus bisa mengontak sumber informasi resmi setiap saat.
Wujudkan percepatan jumlah peserta tes massal dengan melibatkan perusahaan untuk mengetes karyawannya. Apalagi sudah terbukti, bahkan perusahaan multinasional pun bisa menjadi kluster penularan baru. Dorong partisipasi perusahaan dan warga dengan apresiasi dan sanksi.
Seperti disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya dengan partisipasi warga, tes massal, dan kesiapan layanan kesehatan, penularan Covid-19 bisa kita kendalikan.