Merebaknya pandemi Covid-19 hingga ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, menandai datangnya era baru yang mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Oleh
Wihana Kirana Jaya, Guru Besar FEB UGM
·4 menit baca
Alan Deutchman, dalam bukunya Change or Die, 12 tahun lalu, mengemukakan tiga kunci penting agar perubahan positif dapat berlangsung, dalam konteks individu, organisasi, bisnis, ataupun masyarakat.
Ketiga kunci itu adalah relate, repeat, reframe. Relate berarti upaya membangun relasi baru atau komunitas baru. Repeat bermakna semangat untuk mengulang kebiasaan, perilaku, dan keterampilan baru secara berkesinambungan dalam sebuah komunitas yang mendukung perubahan itu. Reframe, membingkai ulang proses perubahan yang dilakukan dengan satu kerangka pola berpikir dan bertindak yang baru.
Pola pikir ini tampak relevan dengan situasi saat ini. Merebaknya pandemi Covid-19 hingga ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, menandai datangnya era baru yang mungkin belum pernah terbayangkan sebelumnya. Disrupsi yang ditimbulkan sama sekali berbeda dengan disrupsi teknologi informasi seperti ketika Nokia yang sebelumnya merajai pasar telepon seluler tiba-tiba tergulung oleh Samsung.
Eskalasi wabah yang sedemikian cepat harus dikendalikan dengan pembatasan sosial yang ketat, termasuk karantina wilayah. Dalam waktu singkat pula dampaknya meluluhlantakkan ekonomi dunia.
Joseph E Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi 2001, ketika mengomentari dampak ekonomi Covid-19, menyatakan, dalam jangka pendek terjadi perubahan besar dalam permintaan struktural akibat melemahnya investasi dan anjloknya tingkat upah. Proses deindustrialisasi akan berlanjut.
Pertanyaan utama, bagaimana menghidupkan (kembali) aktivitas sosial ekonomi yang terpuruk akibat pandemi, sekaligus menjaga agar pandemi tetap terkendali dalam rentang waktu antara pasca-(puncak) pandemi hingga tersedianya vaksin antivirus.
Terkendalinya pandemi jelas merupakan hasil upaya keras melalui kebijakan mitigasi komunitas (pembatasan sosial) yang membutuhkan pengorbanan ekonomi amat besar dalam bentuk kontraksi ekonomi, pengangguran masif, dan pembiayaan defisit yang relatif lebar.
Normal baru
Akhir-akhir ini, muncul (lagi) fenomena new normal (normal baru), termasuk dalam olahraga sepak bola. Istilah ini sebenarnya sudah muncul pasca-krisis global 2008, yang kemudian digunakan dalam berbagai konteks untuk menyiratkan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak normal telah menjadi biasa. Kini, normal baru merujuk pada kondisi dan aturan main pasca-pandemi.
Carment Reinhart dari Universitas Harvard meragukan bahwa rantai pasok dapat kembali ke situasi normal prapandemi dan kebijakan ekonomi menjadi lebih inward looking. Reinhart bahkan mempertanyakan apakah tingkat bunga riil yang negatif termasuk dalam normal baru tersebut.
Konsep pemulihan ekonomi Indonesia beserta new normal (life) telah disusun Kemenko Perekonomian dan Bappenas. Penahapannya dimulai dari sektor industri dan jasa bisnis ke bisnis beroperasi dengan social distancing dan persyaratan kesehatan, termasuk toko yang menyediakan masker dan alat kesehatan, kemudian toko, pasar, dan mal boleh buka tanpa diskriminasi sektor, hingga akhirnya seluruh kegiatan ekonomi boleh dibuka dengan standar dan protokol kesehatan/kebersihan ketat.
Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebenarnya cukup banyak sektor usaha yang boleh terus beroperasi. Pertanyaan berikutnya, apakah sektor-sektor usaha itu sejak awal PSBB sudah dilengkapi pedoman dan prosedur standar operasi (SOP) terkait higiene dan sanitasi.
Di sektor retail banking, apakah kantor-kantor bank sudah menerapkan protokol kesehatan dan keselamatan, baik antar-karyawan maupun antara karyawan dan nasabah. Meja customer service, misalnya, dibatasi sekat transparan dengan kursi nasabah dan tetap memakai masker. Bank harus menyediakan hand sanitizer dan fasilitas cuci tangan, baik bagi karyawan maupun nasabah. Uang tunai yang disetor/disimpan di bank sebaiknya disterilkan dengan ultraviolet.
Di sektor konstruksi, para mandor bangunan perlu diberi pelatihan bagaimana menerapkan protokol kesehatan dan keselamatan di area proyek. Sektor pertanian dan pertambangan juga tak dikecualikan dari penerapan protokol kesehatan.
Pedoman dan SOP yang terintegrasi untuk semua sektor idealnya sudah disiapkan sebelum pemberlakuan tanggap darurat Covid-19 atau minimal sebelum PSBB. Sebab, selama ini, baik di wilayah PSBB maupun non-PSBB cukup banyak sektor bisnis yang terus beroperasi. Bahkan jika mungkin secara berjenjang dari level siaga tertinggi hingga terendah menuju normal baru.
Pedoman ini muncul setelah pemerintah mengumumkan rencana normal baru untuk pemulihan ekonomi. Pedoman untuk perkantoran dan industri tertuang dalam Kepmenkes No HK.01.07/ Menkes/328/2020. Untuk jasa/perdagangan/area publik tertuang dalam Surat Edaran No HK.02.01/Menkes/335/2020 tertanggal 20 Mei, 2020.
Menyikapi pandemi Covid-19 yang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya, kita harus melakukan perubahan secara positif dengan membangun tatanan atau aturan main baru karena proses produksi barang/jasa dan distribusi harus higienis, beretika kesehatan, dan mengedepankan keselamatan.
Sebut saja sebagai sistem ekonomi ”anti-(transmisi) Covid-19”. Sistem kerja dari rumah masih menjadi bagian dari ekonomi anti-transmisi virus ini sekaligus normal baru.
Perubahan positif berkaitan dengan kultivasi segenap nilai-nilai, seperti upaya keras, tak mau menyerah, disiplin, waspada, cepat tanggap, budaya hidup bersih/higienis, adaptif, dan patuh terhadap protokol serta respek terhadap etika kesehatan. Nilai-nilai seperti itulah yang dibutuhkan untuk memperkuat fondasi tatanan baru di tengah pandemi dan pasca-pandemi.
Akhirnya, kita sangat berharap bahwa kurva pandemi akan melandai secara stabil dan angka reproduksi Covid-19 di bawah satu. Norma ini kiranya tetap menjadi patokan dalam merintis kehidupan normal yang baru untuk pemulihan sosial ekonomi.