Penangkapan aktivis demokrasi Hong Kong menuai kritik. Di tengah pandemi Covid-19, langkah ini dinilai dapat mengikis kepercayaan terhadap Beijing.
Oleh
·2 menit baca
Penangkapan aktivis demokrasi Hong Kong menuai kritik. Di tengah pandemi Covid-19, langkah ini dinilai dapat mengikis kepercayaan terhadap Beijing.
Sebanyak 14 aktivis demokrasi Hong Kong ditangkap, Sabtu pekan lalu. Beberapa di antaranya dipandang sebagai tokoh, antara lain Martin Lee (81), pendiri Demokrat Bersatu Hong Kong dan organisasi penerusnya, Partai Demokrat, partai pro-demokrasi utama. Lee, anggota Dewan Legislatif pada 1985-1997 dan 1998-2008, ikut menyusun Basic Law pada 1980-an serta dinilai sebagai ”Bapak Demokrasi” di Hong Kong. Ada pula tokoh seperti pemilik media Jimmy Lai. Lee dan Lai akhirnya dibebaskan dengan jaminan.
Otoritas setempat mengumumkan, mereka ditangkap karena melanggar aturan ketertiban umum dengan mengorganisasi dan ambil bagian dalam kegiatan tak sah pada 18 Agustus, 1 Oktober, dan 20 Oktober 2019. Dalam ungkapan yang lugas, mereka ditangkap karena terlibat dalam demonstrasi yang tak diizinkan otoritas. Semua demonstrasi ini berlangsung tahun lalu saat belum ada pandemi Covid-19.
Tahun lalu, demonstrasi besar berlangsung berlarut-larut di Hong Kong, yang beberapa di antaranya diwarnai kekerasan dan bentrokan dengan polisi. Demonstrasi dipicu penolakan terhadap rancangan undang-undang ekstradisi yang diajukan pemerintah setempat. Semula berlangsung damai, demonstrasi akhirnya diwarnai kekerasan dan menyuarakan tuntutan lebih luas, termasuk penyelidikan terhadap polisi yang bertindak di luar batas. RUU ekstradisi yang memungkinkan pelanggar hukum diekstradisi ke China daratan itu telah ditarik.
Tentu saja, penangkapan para aktivis berusia 24-81 tahun itu mengundang kritik. Salah satunya datang dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo, yang menyebutnya sebagai politisasi penegakan hukum yang tak sesuai nilai universal kebebasan berekspresi dan berkumpul.
Kalangan aktivis prodemokrasi di Hong Kong menyebut penangkapan itu sebagai taktik keras polisi guna mengakhiri perjuangan aktivis. Adapun Chris Patten, gubernur jenderal Inggris terakhir di Hong Kong, menilai penangkapan aktivis sebagai bukti Beijing terus berupaya menekan Hong Kong.
Penangkapan para aktivis berusia antara 24-81 tahun itu mengundang kritik.
Diserahkan kembali ke China pada 1997, Hong Kong memiliki Basic Law yang menjamin kebebasan dan kekhasan sistem hukumnya dari China selama 50 tahun. Tudingan bahwa Beijing berupaya mengintervensi Hong Kong menguat selama demonstrasi terjadi tahun lalu. Namun, China menyatakan tetap percaya pemerintah lokal dapat mengatasi situasi di Hong Kong. Prinsip satu negara dua sistem juga disebut masih dipegang oleh Beijing.
Ketegangan antara kubu prodemokrasi dan pemerintah terkait isu demokrasi di Hong Kong tampaknya akan terus terjadi. Penangkapan aktivis rasanya menambah ketidakpercayaan terhadap Pemerintah Hong Kong dan China daratan. Padahal, salah satu kunci untuk meredakan ketegangan itu ialah terciptanya kepercayaan di antara kedua belah pihak.