Teknologi bisa dimanfaatkan untuk upaya mitigasi bencana seperti banjir. Anak-anak muda pasti mampu membangun berbagai aplikasi untuk peringatan dini dan juga langkah yang dilakukan warga ketika terjadi bencana banjir.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Banjir yang tengah melanda di Jakarta dan berbagai tempat lain di Indonesia mendapat perhatian beberapa perusahaan teknologi digital. Dari mulai informasi peta bencana, pengendalian kabar banjir, hingga pengiriman bantuan.
Meski demikian, ternyata teknologi digital bisa digunakan dalam banyak hal mulai dari informasi awal kemungkinan banjir hingga penangan bencana banjir. Kita bisa memanfaatkan teknologi digital untuk menangani masalah banjir yang makin mencemaskan.
Peran teknologi digital paling sederhana adalah ketika Google Maps menunjukkan arah perjalanan kita menuju tujuan. Akurasi yang tinggi membuat kita “dipilihkan” jalan yang paling lancar. Seorang sopir taksi sempat membantah ketika diperlihatkan jalur perjalanan paling cepat. Ia merasa, ada jalur lain yang paling cepat, ternyata jalur itu terhambat akibat banjir. Ia kemudian mau mengikuti jalur yang disarankan Google Maps. Semua akhirnya lancar.
Peran lainnya adalah ketika Facebook membuat agregasi unggahan para pengguna yang mengabarkan informasi terkait banjir. Bila kita mengunggah informasi banjir, maka Facebook akan menyarankan diagregasi dan dibagikan ke wadah dengan nama Pengendalian Krisis. Ada beberapa kata kunci sehingga informasi itu masuk wadah tersebut seperti kata banjir, korban, posko, rescue, hujan, dan lain-lain.
Traveloka turun tangan dengan membagikan kode voucer “BANJIRMELIPIR” untuk mereka yang membutuhkan penginapan. Dengan kode itu korban bisa mendapatkan penginapan dengan diskon Rp 200.000. Cara ini memudahkan pencari penginapan dan tentu mendapatkan kepastian diskon bagi mereka yang membutuhkan.
Tentu saja masih banyak perusahaan digital di Indonesia yang bahu membahu membantu korban dan ikut menangani banjir. Dengan teknologi itu banyak kemudahan yang didapat. Meski demikian peran teknologi digital bisa digali lebih banyak lagi sehingga bisa memudahkan penangan banjir serta kemungkinnan memberikan peringatan dini. Sebuah laman bernama GSMA membeberkan tentang teknologi digital untuk pembangunan. Salah satunya tentang penggunaan gawai untuk kewaspadaan banjir.
Tahun 2014, Inggris pernah dilanda banjir besar selama beberapa pekan. Korban dan kerusakan baik manusia maupun harta benda tergolong sangat besar. Keadaan ini membuat keprihatinan beberapa kalangan, termasuk orang-orang yang bergerak di bidang teknologi digital.
Mereka juga khawatir bila pada masa depan bencana ini akan berulang. Sebuah kelompok kemudian membuat aplikasi untuk membangun kesiagaan dan peringatan dini banjir. Aplikasi ini berasal dari sebuah hackathon yang bertujuan untuk menanggulangi krisis banjir.
Usaha rintisan di negara itu diberi akses data yang selama ini bukan untuk publik seperti data dari sensor banjir di seluruh penjuru Inggris dan data lainnya yang selama ini tak tersedia untuk konsumsi publik. Melalui cara ini setidaknya pemerintah Inggris disadarkan tentang pentingnya keterbukaan data dan juga perlunya perbaikan layanan informasi yang berkualitas bagi warganya sehingga warga bisa bertindak lebih cepat serta mampu meningkatkan keselamatan dirinya sendiri.
Thailand mempunyai cerita tersendiri. Badan PBB untuk urusan pendidikan dan kebudayaan UNUECO bekerja sama dengan lembaga OpenDream meluncurkan gim bernama FloodFighter. Gim ini digunakan untuk menginformasikan kepada anak-anak muda tentang bahaya dan risiko banjir serta memperlengkapi mereka dengan pengetahuan dan alat untuk tanggap terhadap bencana itu. Gim ini memiliki 22 fitur, hiburan, dan pelajaran tentang skenario kehidupan nyata yang kemungkinan anak muda hadapi.
Di India sebuah program bernama Himalayan Climate Change Adaptation dan partner-nya yang bekerja di bidang teknologi digital membangun sistem peringatan dini untuk memberi informasi tentang level air serta potensi bahaya bagi warga di hilir sungai.
Cara ini dilakukan agar warga bisa bersiap menghadapi berbagai kemungkinan. Fasilitas yang dibangun memungkinkan warga mengetahui informasi langsung dan aksi yang perlu segera dilakukan ketika mendapat informasi dari fasilitas itu.
Negeri Belanda bekerja sama dengan IBM membuat sebuah proyek integrasi tentang analisa dan visualisasi mahadata kekeringan dan banjir agar aparat dan warga bisa bertindak ketika menghadapi bencana. Mereka juga dipastikan bisa mendapat informasi terbaru dari bencana itu.
Kerumitan memang muncul saat mereka melakukan intergrasi karena menyertakan sejumlah lembaga. Akan tetapi, langkah itu dilakukan karena mereka membangun fasilitas dengan kesadaran kerugian akibat banjir yang sangat besar.
Kembali ke masalah di Tanah Air, anak-anak muda dipastikan mampu membangun berbagai aplikasi untuk peringatan dini dan juga langkah yang dilakukan warga ketika terjadi bencana banjir. Masalah yang sangat mungkin adalah kerelaan untuk berbagi data dari berbagai pihak, seperti pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta organisasi lain, yang mungkin bisa menjadi penghambat dalam membangun sistem itu. Kita masih mempunyai pekerjaan rumah yang besar untuk bisa berkolaborasi.