Masih Saja Memperdebatkan Hasil Debat (Capres)
Sudah lebih dari dua pekan berlalu, debat calon presiden kedua antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Minggu (17/2/2019). Namun, di media sosial, perdebatan soal hasil debat itu masih berlangsung seru sampai sekarang. Tentu saja setiap kubu mengklaim kemenangan. Apa saja yang masih diributkan?
Sudah lebih dari dua pekan berlalu, debat calon presiden kedua antara Joko Widodo versus Prabowo Subianto, Minggu (17/2/2019). Namun, di media sosial, perdebatan soal hasil debat itu masih berlangsung seru sampai sekarang. Tentu saja, setiap kubu mengklaim kemenangan. Apa saja yang masih diributkan?
Lewat layar televisi, publik mengikuti debat capres kedua yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) malam itu. Panggung di Hotel Sultan, Jakarta, hanya menampilkan Jokowi dan Prabowo. Keduanya saling berhadapan alias head to head. Cawapres masing-masing, KH Ma’ruf Amin dan Sandiaga S Uno, tidak menemani di panggung.
Kali ini, debat mengambil tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Jokowi dan Prabowo bergantian menyampaikan pernyataan, pertanyaan, jawaban, gugatan, atau kritik satu sama lain. Dipandu dua moderator, Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki, debat berlangsung lebih seru dibandingkan dengan debat pertama.
Bersamaan dengan debat di KPU, berlangsung pula debat lebih seru di media sosial. Tentu saja, di lini masa (terutama Twitter), debat berjalan tanpa moderator, tanpa batasan waktu, nyaris tanpa sensor. Baik pendukung Jokowi maupun Prabowo sudah ”ngegas”, bahkan sejak debat resmi belum dimulai.
Berbagai tagar berseliweran. Sebut saja, di antaranya: #DebatPilpres2019 #DebatSebel #PrabowoMenangDebat #DebatPintarJokowi #DebatJokowiPintar #CurhatPilpres2019. Setiap kubu berjibaku mengorkestrasi obrolan agar dapat mendominasi lini masa dan sebisa mungkin mengukuhkan citra kemenangan. Setiap muncul hal menarik di panggung KPU langsung disambar dan ”dimainkan” di media sosial. Isu yang seksi didramatisasi, dibanjiri komentar, dan diposting ulang agar menjadi viral.
Obrolan makin seru setelah sejumlah media mengeluarkan card (kartu) yang berisi kutipan, fact chek (periksa fakta), atau meme-meme menarik seputar isi debat. Card dan meme itu menjadi peluru tambahan untuk saling serang, saling klaim, dan saling unjuk kekuatan. Seusai debat Minggu malam, pasukan media sosial tiap-tiap capres terus menghidupkan isu-isu yang menguntungkan jagoan dan melemahkan lawan.
Apa saja itu yang terus dipersoalkan sampai sekarang? Departemen Media Sosial Harian Kompas membuat semacam ikhtisar (ringkasan) terkait dengan enam isu debat yang masih ramai disoroti sampai sekarang. Keenam isu ini dinilai paling banyak dibicarakan meski debat sudah berlalu dua pekan lebih.
1. Luas jalan yang dibangun Jokowi
Dalam salah satu sesi debat, Jokowi menyebut bahwa dalam masa pemerintahannya, pemerintah telah membangun banyak infrastruktur untuk masyarakat. Salah satunya telah digelontorkan Rp 187 triliun dana desa ke desa-desa. Apa yang kita dapat dari dana ini? ”Rp 180 triliun dana desa, telah dibangun 191.000 kilometer jalan desa dan 58.000 unit irigasi,” katanya.
Angka 191.000 kilometer jalan desa itu kemudian menjadi viral. Benarkah angka pembangunan jalan desa sepanjang itu? Jangan-jangan data tersebut hanya klaim semata. Soal ini terus saja diulik warga internet.
Dalam akun Twitter, Koordinator Juru Bicara Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, meragukan data jalan yang dinilai terlalu panjang. Dia menjangka, 191.000 kilometer itu sama dengan 4,8 kali keliling Bumi atau 15 kali diameter Bumi.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo merespons. Dia bilang, pemerintahan Jokowi memang menggenjot pembangunan jalan desa.
Ada juga tanggapan dari @rustamibrahim yang menilai angka tersebut masih wajar dan masuk akal. Merujuk data statistik tahun 2016, jumlah desa di Indonesia mencapai 74.754. Jika total jalan yang dibangun mencapai 191.000 kilometer, artinya itu bisa jadi rata-rata 2,56 kilometer per desa.
2. Kebakaran hutan
Ketika masuk ke isu lingkungan, Jokowi menyebutkan bahwa dalam tiga tahun masa pemerintahannya tidak terjadi kebakaran lahan hutan dan gambut. ”Kenapa dalam tiga tahun kita bisa atasi kebakaran hutan dan lahan gambut? Salah satunya dengan penegakan hukum yang tegas kepada siapa pun,” katanya.
Soal ini memicu banyak reaksi. Greenpeace Indonesia mengajukan fakta berbeda. Menurut lembaga swadaya masyarakat berjejaring internasional ini, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terus terjadi setiap tahun hingga sekarang.
3. Konflik agraria
Pernyataan Jokowi soal konflik agraria juga mendapat sorotan tajam dari warga internet. Dalam debat, dia membeberkan bahwa dalam 4,5 tahun ini hampir tidak ada konflik dalam pembebasan lahan.
Klaim ini dipersoalkan sebagian netizen. Mereka mengabarkan bahwa masih terjadi konflik agraria dengan sejumlah korban. Beberapa aktivis lingkungan juga belum lepas dari kriminalisasi.
4. Lahan yang dikuasai Prabowo
Jokowi menyajikan kejutan dalam debat. Secara terbuka, dia menyebut Prabowo menguasai lahan cukup luas. Katanya, ”Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur, sebesar 220.000 hektar. Juga di Aceh Tengah sebesar 120.000 hektar.”
Di ujung debat, Prabowo dapat kesempatan merespons. Dia mengakui soal kepemilikannya atas lahan yang disebut Jokowi. Namun, dia menegaskan siap menyerahkan kepada negara saat diperlukan. ”Setiap saat negara dapat ambil kembali. Daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya kelola karena saya nasionalis dan patriot,” katanya.
Tentu saja, isu kepemilikan lahan Prabowo memantik debat panjang di media sosial, bahkan sampai sekarang. Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, misalnya, merasa heran atas pengakuan Prabowo yang menguasai 340.000 hektar lahan. Padahal, selama ini capres itu sering mengkritik, setengah kekayaan negara dikuasai kurang dari 1 persen orang terkaya.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amani, menyokong Jokowi. Bagi dia, mengungkap data kepemilikan lahan Prabowo bukanlah serangan personal yang dilarang. Tindakan itu justru menjadi bagian dari upaya untuk memberi informasi tentang kekayaan capres kepada publik.
Komentar yang cukup nyelekit soal ini dilontarkan komedian Cak Lontong. Dia menyindir Prabowo yang kerap menuding tanah di Indonesia dikuasai segelintir orang saja. Ternyata, kemudian terungkap dalam debat bahwa capres itu menguasai lahan yang luas.
5. Soal ”unicorn”
Dari semua isu, soal ”unicorn” menjadi salah satu yang panas diobrolkan selepas debat. Ini muncul saat tanya jawab dan Jokowi mengajukan pertanyaan singkat. ”Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung pengembangan unicorn-unicorn Indonesia?”
Mendengar pertanyaan itu, Prabowo malah balik bertanya, ”Yang Bapak maksud unicorn? Unicorn? Maksudnya yang apa itu, yang online-online itu?” Jokowi mengangguk-angguk. Lantas, Prabowo menjelaskan pandangannya bahwa kita mestinya mengurangi pembatasan lewat aturan dan sebisa mungkin mendukung upaya untuk memperlancar usaha tersebut.
Jokowi menanggapi lagi dengan memperlihatkan penguasaan materi soal unicorn. Untuk mendukung pengembangan kebijakan ini, pemerintah tengah merampungkan pembangunan Palapa Ring di Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Cuplikan debat itu serta-merta memicu berbagai reaksi. Para pendukung Jokowi meragukan penguasaan Prabowo soal unicorn. Banyak pula muncul meme.
Aktivis Dandhy Laksono mengaitkan jawaban Prabowo soal unicorn dengan ketidaktahuan Edy Rahmayadi tentang ”stunting” dalam debat pemilihan gubernur Sumatera Utara tahun 2018.
Sebaliknya, pendukung Prabowo menuding pelafalan bahasa Inggris Jokowi kurang fasih saat menyebut unicorn sehingga Prabowo perlu memastikan dengan bertanya balik. Bagi mereka, Prabowo memahami persoalan ini dengan baik.
6. Jokowi pakai ”earpiece”?
Ada lagi satu isu yang ramai seusai debat. Sebagian warganet mencurigai Jokowi menggunakan alat bantu pendengaran yang dipasang di kupingnya. Mereka merujuk beberapa foto saat Jokowi memegang telinga seperti mendengarkan bisikan atau memencet-mencet pulpen untuk berkomunikasi. Jangan-jangan itu semacam earpiece untuk membantu Jokowi selama debat?
Ini dugaan sebagian warganet.
Esok hari seusai debat, Jokowi membantah tudingan itu. ”Ah, ada-ada saja, itu fitnah. Fitnah yang seperti itu jangan di-terus-terusin,” kata Presiden Jokowi di sela-sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (18/2/2019), sebagaimana diberitakan Kompas.id.
Baca juga: Jokowi Tunjukkan Pena yang Dianggap Alat Bantu Dengar
Saling menghargai
Tak semua obrolan terkait dengan debat berisi kritik atau nyinyiran. Ada juga catatan saling mengapresiasi. Seusai debat, kedua capres saling berjabat tangan di panggung. Ekspresi keduanya lebih adem.
Saat debat pun, sebenarnya tidak semua percakapan saling menyerang. Prabowo, misalnya, menyatakan penghargaan atas beberapa program Jokowi yang dianggap baik. ”Setiap usaha ke arah kemandirian kita sambut baik dan juga mengakui pemerintah Jokowi sudah melakukannya dengan baik,” kata Prabowo dalam salah satu sesi debat.
Sampai kini perdebatan atas hasil debat kedua antara Jokowi dan Prabowo di media sosial lebih sering kental nuansa saling serang dan klaim kemenangan. Meski banyak isu baru bermunculan di media sosial, isu terkait dengan debat kedua masih belum sepenuhnya tenggelam. Bisa jadi obrolan soal topik ini bakal mereda pada saat digelar debat ketiga, 17 Maret 2019. Nanti hanya cawapres yang dijadwalkan tampil di panggung, yaitu KH Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno, tanpa didampingi Jokowi dan Prabowo. Debat mengambil topik seputar pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya.
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi obrolan tentang debat pilpres?
Bagi pendukung fanatik, sejatinya debat sulit mengubah pilihan. Tiap-tiap kubu menyimak debat demi membuat viral apa saja yang menguntungkan jagoannya sembari menyerang apa yang melemahkan lawannya.
Meski demikian, pendukung fanatik yang sulit berpindah ke lain hati sebaiknya jangan hanya nyinyir kepada capres lawan. Ada baiknya kita simak catatan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Baik juga mencermati pesan agar para pendukung memberikan sokongan pada jagoan masing-masing tanpa saling membenci satu sama lain.
Sebagaimana dianalisis sejumlah pengamat, debat tampaknya bakal lebih berpengaruh pada pemilih mengambang, yaitu mereka yang belum menentukan pilihan atau telah punya kecenderungan, tetapi masih bisa berubah pilihan. Bagi mereka, debat bisa menjadi momen penting untuk lebih mengenali capres, terutama gagasan, program, dan visinya terkait dengan berbagai isu penting. Lewat debat, ide itu diuji, didalami, dan dipertarungkan secara terbuka. Semua itu diharapkan bakal lebih menambah bahan pertimbangan dalam menentukan pilihannya pada saat pencoblosan, 17 April 2019 nanti. (BONDAN WIBISONO)