Konsolidasi kekuatan dalam kepemimpinan Jokowi-Amin mampu mengurai segenap problem yang dihadapi pemerintahannya. Dalam kondisi semacam inilah surplus kepuasan dan apresiasi publik dinyatakan.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Memasuki paruh tengah periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, apresiasi layak disandingkan. Pasalnya, pada babak kepemimpinan yang tergolong krusial ini, kinerja Joko Widodo-Ma’ruf Amin bersama jajaran kabinetnya mampu memuaskan bagian terbesar masyarakat.
Merujuk pada hasil survei Litbang Kompas, saat ini surplus kepuasan publik mendominasi segenap kinerja pemerintahan. Secara keseluruhan, hampir tiga perempat bagian masyarakat (73,9 persen) menyatakan rasa puas. Sebaliknya, hanya 26,1 persen yang masih menyatakan ketidakpuasan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menariknya, ekspresi kepuasan publik yang tinggi dinyatakan pada setiap bidang persoalan. Pada bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan, dan upaya pengentasan rakyat dari kemiskinan, mencatatkan kepuasan paling tinggi.
Sejauh ini, sekitar 76,4 persen masyarakat menyatakan rasa puas. Menyusul selanjutnya dari sisi kinerja politik dan keamanan. Stabilitas politik dan keamanan yang terjaga selama ini membuat 74,6 persen masyarakat menyatakan rasa puas.
Begitu pula dalam penegakan hukum, kepuasan dinyatakan oleh sekitar 69 persen masyarakat. Sementara dari sisi perekonomian, tidak kurang banyak yang menyatakan rasa puas mereka. Berbagai upaya meningkatkan kinerja perekonomian di tengah tekanan pandemi diapresiasi oleh sekitar 60,4 persen masyarakat.
Menjadi semakin menarik, capaian yang ditorehkan pemerintah saat ini menjadi puncak dari segenap apresiasi yang pernah terekam. Betapa tidak, sepanjang masa kepemimpinan Presiden Jokowi, belum pernah sekali pun puncak job approval rating kabinet disuarakan hingga tiga perempat bagian masyarakat.
Capaian paling tinggi sebelumnya terjadi pada babak penghujung periode pertama kepemimpinan Jokowi, bulan April 2018. Saat itu, sekitar 72,2 persen publik menyatakan rasa puas terhadap kinerja pemerintah (Grafik 2). Itulah mengapa capaian yang ditorehkan saat ini dapat menjadi suatu penanda baru prestasi kepemimpinan.
Sepanjang masa kepemimpinan Presiden Jokowi, belum pernah sekali pun puncak job approval rating kabinet disuarakan hingga tiga perempat bagian masyarakat.
Penanda baru prestasi kepemimpinan ini semakin terlegitimasikan sejalan dengan variasi apresiasi yang dinyatakan. Apabila dipilah berdasarkan latar belakang politik responden, misalnya, hasil survei menunjukkan, derajat kepuasan yang diekspresikan publik terhadap kinerja pemerintah dinyatakan oleh setiap kalangan dari berbagai latar belakang politik yang berbeda.
Bagi para simpatisan yang tergolong sebagai pendukung Jokowi-Amin, tentu saja apresiasi kian memuncak. Saat ini, tidak kurang dari 87 persen yang menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan. Proporsi demikian menjadi capaian tertinggi yang pernah terjadi. Pada periode survei sebelumnya masih sebanyak 85,4 persen yang puas.
Sementara bagi mereka yang bukan menjadi pendukung Jokowi-Amin, jika pada survei sebelumnya cenderung menyatakan tidak puas, kali ini justru berbalik. Lebih dari separuh (54,3 persen) menyatakan rasa puas (Grafik 3). Semua capaian ini jelas semakin melegitimasikan kualitas kepemimpinan Jokowi.
Segenap apresiasi yang tertoreh tentu saja menjadi suatu capaian yang tergolong istimewa. Apabila diperbandingkan dengan berbagai periode kepemimpinan presiden RI sebelumnya, prestasi kepemimpinan Jokowi-Amin menjadi berbeda.
Pada umumnya, berdasarkan catatan hasil survei opini publik, memasuki paruh tengah periode kepemimpinan, kepuasan publik cenderung melorot mencapai titik terendah. Sebaliknya, ekspresi ketidakpuasan terhadap kinerja kabinet meningkat. Rumusan semacam ini yang terjadi saat periode kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono baik saat periode pertama maupun kedua.
Mengapa demikian? Dalam cara pandang publik, tentu saja semua ini tidak lepas dari derajat ekspektasi yang belum juga terpuaskan. Sepanjang dua hingga tiga tahun memerintah, perubahan perbaikan belum banyak dirasakan publik. Padahal, harapan tinggi telanjur dilambungkan.
Tidak heran, jurang antara ekspektasi dan realisasi membesar. Akan tetapi, sejalan dengan waktu, terlebih menjelang babak akhir kekuasaan, umumnya apresiasi terhadap kepemimpinan bertumbuh. Gap yang terjadi antara harapan dan kenyataan mengecil.
Jejak apresiasi kepemimpinan Jokowi-Amin tampak berbeda. Perbedaan ini tidak lepas dari perbedaan kondisi yang dihadapi. Pandemi Covid-19 menjadi determinan pembedanya. Bagaimanapun, semenjak kondisi pandemi yang memasung segenap aktivitas warga dinyatakan, posisi negara dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin sentral.
Semenjak kondisi pandemi yang memasung segenap aktivitas warga dinyatakan, posisi negara dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin sentral.
Di tengah krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan bidang kehidupan yang terdampak pandemi, pemerintah, baik secara politik maupun ekonomi, menjadi pusat kekuatan yang semakin dominan mengatur kehidupan warga negara.
Sejauh ini, pandemi mulai tergolong dapat dikendalikan. Sekalipun dalam berbagai kasus terdapat beragam kontradiksi kebijakan yang sempat dipermasalahkan, jajaran kabinet pemerintahan relatif dapat terkonsolidasikan.
Konsolidasi kekuatan dalam kepemimpinan Jokowi-Amin mampu mengurai segenap problem kesehatan, ekonomi, dalam kondisi politik yang terkendali. Tidak heran, dihadapkan dalam kondisi semacam inilah surplus kepuasan dan apresiasi publik dinyatakan.
Semua catatan prestatif yang dicapai tentu saja semakin menguatkan legitimasi politik kepemimpinan Jokowi-Amin. Akan tetapi, menjadi persoalan yang tidak kalah penting, apakah kondisi demikian mampu terjaga dalam paruh sisa waktu kepemimpinannya? Hal semacam ini yang menjadi tantangan bagi kepemimpinan Jokowi-Amin.
Pandemi yang belum juga usai jelas masih menjadi problem krusial pemerintahan.
Di satu sisi, pandemi yang belum juga usai jelas masih menjadi problem krusial pemerintahan. Pilihan-pilihan dilematik antara prioritas sisi kesehatan penanggulangan Covid-19 dengan beragam variannya dan tuntutan perbaikan sisi ekonomi yang menopang kehidupan bangsa akan selalu menjadi persoalan.
Pilihan kebijakan akan berisiko mengorbankan lainnya, belum tentu pula dapat beriring terselesaikan. Berbagai indikator peningkatan kinerja ekonomi yang berhasil dicapai belakangan ini, misalnya, mendapat tantangan yang lebih serius sejalan dengan semakin masifnya penetrasi Covid-19 belakangan ini.
Pada sisi lain, konsolidasi kabinet dihadapkan pula pada dinamika perpolitikan menjelang Pemilu 2024. Saat ini, tepat dua tahun menjelang Pemilu 2024, menjadi periode waktu paling krusial bagi kabinet pemerintahan Jokowi-Amin, yang terbentuk dari beragam kekuatan politik.
Menjadi persoalan, di tengah kepentingan politik yang diperjuangkan oleh masing-masing anggota dalam kabinet pemerintahan saat ini, seberapa besar peluang keberhasilan pemerintah mengonsolidasikan kinerja kabinetnya dalam menghadapi setiap tuntutan persoalan bangsa? (LITBANG KOMPAS)