Kualifikasi Olimpiade 1976: Tanding Keliling Indonesia, Tangis Pecah akibat Korea Utara
Prestasi terbaik Timnas Indonesia di Kualifikasi Olimpiade tercipta pada 1976. Hasil positif berkat tur keliling negeri.
Sejak bangsa Indonesia merdeka, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI sekali mengirimkan skuad tampil di Olimpiade, tepatnya pada Melbourne (Australia) 1956. Dua dekade berselang, Indonesia juga sudah di depan mata bisa mengulang partisipasi di pesta olahraga paling prestisius sejagat itu.
Indonesia hanya butuh satu kemenangan pada laga final babak Pra-Olimpiade Montreal (Kanada) 1976 melawan Korea Utara di Stadion Utama Senayan, 26 Februari 1976.
Sayang, keberuntungan tidak memayungi Indonesia karena kalah adu penalti 4-5 setelah bermain imbang tanpa gol selama 120 menit. Hingga kini, capaian anak asuh Wiel Coerver (1924-2011) itu dianggap sebagai ”prestasi” terbaik Indonesia pada ajang Kualifikasi Olimpiade.
Raihan 48 tahun itu hanya bisa dilupakan apabila Tim U-23 Indonesia bisa memenuhi target menuju Olimpiade Paris 2024. Langkah itu akan dimulai Marselino Ferdinan dan kawan-kawan ketika memulai laga Piala Asia U-23 2024 kontra Qatar, tuan rumah, Senin (15/4/2024), di Stadion Jassim bin Hamad.
Perjalanan nyaris menembus Montreal 1956 dicapai dengan kerja keras seluruh pemain serta tim pelatih utama yang terdiri dari tiga orang, yaitu Pelatih Kepala Wiel Coerver serta dua asisten pelatih, Wim Hendriks dan Ilyas Haddade.
Baca juga: Tiba di Qatar, Indonesia Siap Bersaing Rebut Tiket Olimpiade Paris
Coerver, yang dikontrak Ketua Umum PSSI kala itu Bardosono, bukan juru taktik sembarangan. Ia tiba di Indonesia setelah meraih gelar ganda untuk Feyenoord pada musim 1973-1974, yaitu Liga Belanda dan Piala UEFA (Liga Europa). Setelah Rinus Michels dan Johan Cruyff, Coerver dianggap sebagai mahaguru sepak bola di Belanda. Ia pun mendapat julukan di negara asalnya sebagai ”Albert Einstein-nya sepak bola”.
Setelah berdiskusi dengan Bardasono, Coerver memilih 42 pemain untuk memulai pemusatan latihan Pra-Olimpiade 1976 di Pusat Pendidikan dan Latihan PSSI di Salatiga, Jawa Tengah. Pelatihan itu dimulai pada 18 November 1975 atau hampir tiga bulan sebelum Indonesia menjalani gim perdana di Kualifikasi Olimpiade melawan Singapura pada 15 Februari 1976.
Coerver memadukan latihan intensif nan keras yang mengutamakan peningkatan fisik dengan laga-laga uji coba demi menguatkan pemahaman taktikal kepada anak asuhnya. Melalui catatan Arsip Kompas, Ronny Pasla dan kawan-kawan menjalani 30 laga uji tanding di 14 kota, 8 provinsi, dan 3 pulau di Indonesia.
Merujuk Kompas edisi 20 November 1975, dalam wawancara kepada media, Coerver menyebut pemain-pemain Indonesia perlu diasah, terutama di lini belakang. Pemain bertahan Indonesia, kata Coerver, kurang pada kemampuan melakukan penjagaan pemain lawan dan pengambilan keputusan yang kurang tepat. Itu mendasari Coerver untuk memberikan pengalaman bertanding yang banyak untuk skuadnya.
Laga uji coba telah dimulai tiga hari setelah pemusatan latihan, tepatnya pada 21 November 1975. Indonesia ditantang PSIK Kendal di Lapangan Kebondalem, Kendal, Jateng. Sehari setelahnya, Timnas melibas Persipura Jayapura 6-2 juga di Kendal.
Coerver tidak melulu menyatukan para pemainnya. Terkadang, ia membagi skuadnya ke dalam dua tim untuk menjalani pertandingan ekshibisi di hari yang bersamaan. Itu dilakukan pertama kali pada 25 November 1975. Ketika itu, dua tim yang masing-masing disebut PSSI A dan PSSI B sama-sama bertanding di Surakarta dan Yogyakarta.
PSSI A mengemas kemenangan mutlak 5-0 atas Persis Solo di Stadion Sriwedari, Surakarta. Adapun PSSI B menumbangkan PSIM Yogyakarta 2-1 di Stadion Kridosono. Setelah dari dua kota berbeda itu, kedua tim itu kembali bersatu di Klaten, Jateng.
PSSI A dan PSSI B pun melakukan gim internal yang terbuka di Stadion Trikoyo, Klaten, 26 November 1975. Tak tanggung-tanggung, sekitar 11.000 orang memadati stadion. Padahal, untuk menyaksikan gim internal itu, masyarakat dipatok harga tiket Rp 100 hingga Rp 150.
Baca juga: Indonesia Petik Modal Berharga Sambut Piala Asia U-23
Setelah menjalani sembilan laga uji coba di sekitar kota-kota Jawa Tengah hingga awal Desember, Coerver mengumumkan 27 nama pemain yang bakal melanjutkan pemusatan latihan Kualifikasi Olimpiade 1976, 14 Desember 1975.
Pengumuman nama pemain itu dilakukan beberapa saat sebelum sepak mula laga Indonesia melawan tim asal Austria, Voest Linz, di Stadion Utama Senayan. Laga itu dimenangkan Voest, yang datang ke Indonesia dengan predikat juara Liga Austria, 1-0.
Setelah itu, skuad Indonesia menuju Surabaya, Jawa Timur. Mereka menjalani tiga laga uji coba yang berakhir imbang di Stadion 10 November, Surabaya, pada 19-21 November 1975. Hasil pertandingan itu ialah 1-1 kontra Persebaya, lalu imbang skor kacamata (0-0) menghadapi Voest (Austria) dan Asyabaab.
Tur Sulawesi
Dari Surabaya, skuad Indonesia terbang ke Makassar, Sulawesi Selatan. Sesudah menjalani tiga pertandingan, dua kali kontra PSM Makassar dan sekali menghadapi Persigowa Gowa, pada 23-27 Desember 1975 di Stadion Mattoangin, Makassar, Coerver memboyong anak asuhannya ke Palu, Sulawesi Tengah, untuk menjalani dua laga kontra Persipal Palu di Stadion Nokilalaki, Palu, 38-30 Desember 1975.
Baca juga: Shin Tae-yong dan Target Tak Realistis PSSI
Memasuki tahun baru, Januari 1976, Coerver kembali membagi dua timnya. Satu bertanding di Watampone, Sulawesi Selatan, satu lagi berlaga di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Tur di Sulawesi berakhir setelah Indonesia menjalani laga seri 0-0 menghadapi Persigowa di Lapangan Kalegowa, Gowa, Sulsel, 6 Januari 1976. Dari Sulawesi, anak asuhan Coerver meraih 8 kemenangan, 3 seri, dan 2 kali kalah.
Ronny Pattinasarany, mantan pemain nasional, sempat pula memberikan penilaiannya dari hasil lawatan timnas ke Sulawesi. ”Permainan (tim) PSSI belum cukup baik sehingga belum dapat dipakai sebagai ukuran kekuatan yang sebenarnya,” kata Ronny dalam pendapat tertulisnya kepada Kompas yang dimuat edisi 13 Januari 1976.
Setelah dari Sulawesi, timnas menjalani dua laga ekshibisi melawan tim asal Swiss, Grasshopper, di Jakarta. Hasilnya 3-3 dan 0-1. Dalam persiapan akhir, tim yang dipimpin kapten Iswadi Idris itu menjalani pemusatan latihan di Bangka (dulu masih bagian Sumatera Selatan). Dua laga uji coba pamungkas dijalani di Lapangan Kota Sungai Liat, Bangka, 27-28 Januari 1976, dengan kedudukan akhir 2-0 versus PS Bangka dan 1-0 melawan PN Timah.
Baca juga: Jalan Menuju Olimpiade Paris Terbuka
Pada 29 Januari 1976, Coerver mengumumkan 20 anggota skuad final untuk Pra-Olimpiade Montreal 1976. Risdianto, penyerang tengah Indonesia di Kualifikasi Olimpiade 1976, memiliki kesan tentang rentetan laga uji coba superpadat itu.
”Saya merasa itu adalah program pelatih (Coerver) yang ingin mematangkan pola permainan kami, selain latihan berat untuk meningkatkan fisik dan endurance kami. Program itu membentuk kondisi kami ketika tampil di turnamen sesungguhnya,” ucap Risdianto ketika mengenang momen bersejarah itu dalam perbincangan, Sabtu (13/4/2024).
Risdianto mengungkapkan, setiap pemain hanya mengikuti perintah Coerver untuk berpindah dari satu kota ke kota lain. Pemain, lanjutnya, hanya fokus berusaha menampilkan permainan terbaik di mana pun mereka tampil.
Baca juga: ”Garuda Muda” Terancam Tanpa Kekuatan Penuh
”Ketika di Sulawesi, saya bermain di Bone (Watampone). Jadi saya tidak tahu kalau rekan-rekan lain juga bertanding di tempat lain. Kami didampingi Pak Ilyas, tim lain bersama Coach Hendriks, mereka akan melapor kepada Coerver. Coerver pun memantau tim di mana pun sesuai kemauannya,” ujar Risdianto.
Kaya taktik
Pada Pra-Olimpiade 1976, Indonesia ditahan imbang 0-0 oleh Singapura, lalu mengamuk dengan menghancurkan Papua Nugini 8-2 berkat sumbangan empat gol Junaedi Abdillah. Meski sempat kalah 1-2 dari Korea Utara, Indonesia mengungguli rival abadi, Malaysia, 2-1 berkat gol penentu kemenangan dari Risdianto.
Program itu membentuk kondisi kami ketika tampil di turnamen sesungguhnya.
Hasil melawan Malaysia itu menentukan Indonesia lolos ke final guna menghadapi Korut yang selalu menang di empat laga. Puncak permainan Indonesia terlihat di partai final ketika mampu menahan Korut imbang tanpa gol. Pada laga penentuan itu, Indonesia membuktikan kekayaan taktik hasil binaan tangan dingin Coerver.
Itu diwujudkan dengan perubahan formasi di duel pamungkas. Setelah stabil memainkan formasi utama 4-3-3 di empat gim penyisihan, Coerver menurunkan formasi 4-4-2 pada laga final. Formasi 4-4-2 amat asing di Indonesia ketika itu, sebab tidak ada tim-tim Indonesia yang menggunakan formasi itu pada kompetisi nasional.
Perubahan signifikan itu ditunjukkan dengan kehadiran dua penyerang tengah, yaitu Risdianto dan Waskito. Sebelum di laga melawan Korut, Risdianto dan Waskito memang telah sering bermain bersama, tetapi mereka tidak pernah diduetkan sebagai ujung tombak.
”Saya awalnya pelapis Waskito di timnas, tetapi ketika Waskito cedera pada 1972, saya menempati posisi penyerang tengah. Saat Waskito sudah sembuh, saya sudah in di posisi itu, jadi Waskito pindah ke wing kanan. Kami juga pernah membela Tim Jawa Timur di PON 1969, ketika itu Waskito di tengah, sedangkan saya di kiri luar,” kata Risdianto, yang mencetak dua gol di Kualifikasi Olimpiade 1976.
Hanya ”dewi fortuna” yang memisahkan Indonesia dengan tiket ke Montreal 1976. Indonesia berpeluang besar lolos ke Olimpiade setelah eksekutor kelima Korut, Kim Jong-min, gagal menaklukkan Ronny Pasla, tetapi Anjas Asmara, penyerang sayap Indonesia, juga tidak mampu menunaikan tugasnya dengan baik.
Mimpi Indonesia ke Olimpiade untuk kali kedua pupus pada penendang ketujuh. Sepakan Suaeb Rizal, gelandang, melenceng dari gawang. Indonesia pun tumbang 4-5 pada drama tos-tosan itu.
Pemain dan pendukung Indonesia bersedih. Junaedi, misalnya, tak kuasa menahan tangisnya di atas lapangan. Setelah membawa Indonesia nyaris ke putaran final Olimpiade, Coerver dan Hendriks memutuskan kembali ke Belanda dan mengakhiri kontrak dengan PSSI per Mei 1976. Adapun Korut menembus perempat final Montreal 1976.
Indonesia pernah sedekat itu tampil di Olimpiade 1976. Seandainya bisa tampil di Montreal, mungkin takdir sepak bola Indonesia berbeda dibandingkan saat ini.