Inggris Punya Peluang Emas Juara, tetapi Tidak Bersama Gareth Southgate
Dengan segudang pemain bintang, Inggris kembali difavoritkan juara Piala Eropa. Namun, banyak pula yang meragukannya.
Oleh
PRASETYO EKO PRIHANANTO
·3 menit baca
Gareth Southgate adalah pelatih tersukses timnas Inggris sejak 1966. Ia membawa Inggris melaju ke semifinal Piala Dunia 2018 di Rusia, pertama kalinya setelah 28 tahun, final Piala Eropa 2020, dan kemudian ke perempat final Piala Dunia Qatar 2022.
Prestasinya terlihat mentereng, tetapi jika dilihat dari potensi skuad yang dia miliki, hasil ”nyaris juara” adalah kesempatan emas yang terbuang. Southgate memang membawa kestabilan pada tim ”Tiga Singa”, tetapi pendekatan gaya permainan konservatif, mendahulukan kesetiaan pada pemain tertentu dibandingkan dengan performa, membuatnya kurang populer bagi pendukung Inggris.
Kurang tiga bulan digelarnya Piala Eropa 2024 di Jerman, performa tim Tiga Singa masih belum menggembirakan sehingga sempat ada seruan penggantian pelatih. FA bergeming dan tetap percaya kepada Southgate. Jurnalis BBC, Phil McNulty, menyebut Southgate memang banyak mendapat kritik, tetapi fakta membuktikan bahwa ia adalah pelatih Inggris dengan rekor terbaik sejak Sir Alf Ramsey memenangi Piala Dunia 1966.
Pada dua laga terakhir, Inggris tak mampu meraih kemenangan menghadapi rival-rival elite. Mereka kalah 0-1 dari Brasil pada laga Minggu (24/3/2024) dini hari WIB, kemudian hanya mampu bermain imbang lawan Belgia, 2-2, Rabu (27/3/2024) dini hari WIB. Jude Bellingham menjadi penyelamat Inggris dari kekalahan saat lawan Belgia dengan gol penyama kedudukan pada pengujung laga.
Pertandingan itu memang hanya uji coba, tetapi bisa menjadi gambaran bagaimana Inggris bakal tampil di Jerman. Beruntung, Inggris bisa dikatakan mendapatkan grup yang relatif mudah di Jerman, terhindar dari grup neraka. Mereka tergabung di Grup C bersama Serbia, Denmark, dan Slovenia, tiga tim yang di atas kertas kualitasnya masih di bawah tim Tiga Singa.
Undian juga menguntungkan karena Inggris dipastikan tidak akan bertemu Perancis, lawan yang mengalahkan mereka di perempat final Piala Dunia 2022, setidaknya hingga semifinal. Jadi, ini adalah kesempatan emas bagi Inggris untuk memenangi gelar utama yang tak pernah mereka raih sejak 1966.
Pada setiap turnamen besar, seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, timnas Inggris selalu menjadi favorit. Setiap turnamen, mereka selalu diperkuat para pemain kelas dunia yang menjadi andalan di klub masing-masing.
Setelah era Frank Lampard, Steven Gerard, Paul Scholes, dan Wayne Rooney usai, kini mereka memiliki pemain sekaliber Harry Kane, Jude Bellingham, Bukayo Saka, Phil Foden, Declan Rice, Kyle Walker, hingga John Stones. Menurut McNulty, pada diri Walker dan Stones, Inggris memiliki bek kelas tertinggi yang membuktikan keandalannya di Manchester City, membawa klub itu meraih treble musim lalu, dan berpeluang mengulangnya musim ini.
Tidak dapat disangkal bahwa Southgate telah memulai sesuatu yang istimewa bersama Inggris.
Declan Rice adalah gelandang bertahan yang dominan sehingga harga 105 juta poundsterling yang dibayarkan Arsenal ke West Ham United untuk membelinya terasa murah. Adapun rekan setimnya, Saka, bersama dengan gelandang Manchester City, Phil Foden, adalah sumber kreativitas lini tengah yang menjamin terciptanya gol.
Kemudian, Inggris memiliki dua sosok pemain yang terbukti mampu mendominasi di luar Inggris, Kane dan Bellingham. Bellingham bersama Real Madrid sudah menjadi salah satu pemain terbaik dunia di posisinya, yang bisa menjadi pemain lini tengah ortodoks atau menjadi pemain nomor 10 yang mampu melakukan apa pun. Sementara pada diri Kane yang kini bermain untuk Bayern Muenchen, Inggris tak hanya memiliki striker yang haus gol, tetapi juga memiliki jiwa kepemimpinan di lapangan.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah Southgate mampu meramu semua potensi itu menjadi tim yang solid? Karena, kecemerlangan individu saja tidak akan cukup jika tidak disertai kemampuan pelatih meramu tim dan taktik.
Keraguan itu memuncak, melihat kemampuan Southgate, terutama ketika timnya menghadapi kebuntuan saat melawan tim-tim elite. Kemampuan manajemen saat laga (in-game manegement) pelatih berusia 53 tahun itu sering mendapat kritik karena sering telat memasukkan pemain pengganti atau pemilihan pemain pengganti.
Meski menghadapi kebuntuan, seperti saat melawan Perancis di perempat final Piala Dunia 2022, ia tidak melakukan pergantian pemain hingga menit ke-70. Inggris pun harus pulang setelah kalah 1-2. Seusai tersingkir dari Qatar, jurnalis The Times, Henry Winter menulis bahwa untuk mengakhiri paceklik gelar, Inggris harus mengganti pelatih.
”Tidak dapat disangkal bahwa Southgate telah memulai sesuatu yang istimewa bersama Inggris. Kini diperlukan ahli taktik yang lebih berpengalaman untuk memberikan penyelesaian akhir,” tulis Winter.
Jerman akan menjadi kesempatan terakhir Southgate untuk membawa generasi emas Inggris meraih trofi utama. Meski memiliki banyak pemain kelas dunia, banyak yang meragukan Inggris bisa juara jika pelatihnya tetap Southgate. (AFP)