Kendala Adaptasi dan Ancaman Besar Timnas Indonesia di Hanoi
Ragnar dan Thom berpeluang dimainkan Shin saat melawat ke markas Vietnam. Langkah itu bisa jadi bumerang bagi Indonesia.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Satu ujian besar timnas Indonesia terlewati saat mengalahkan Vietnam, 1-0, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (21/3/2024) malam. Tiga poin pertama di kualifikasi Piala Dunia 2026 sukses diamankan. Misi tim ”Garuda” berikutnya adalah merebut poin di markas Vietnam, Stadion My Dinh, Hanoi, pada 26 Maret. Dengan adanya empat pemain naturalisasi baru, laga tersebut sangat mungkin akan berjalan menyulitkan bagi Indonesia.
Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong, memberikan debut kepada dua dari empat pemain naturalisasi baru pada laga di Jakarta. Jay Idzes dan Nathan Tjoe-A-On tampil sebagai pemain mula. Jay menempati pos bek tengah yang ditinggalkan Jordi Amat karena cedera. Adapun Nathan bermain sebagai bek kiri menggantikan Pratama Arhan yang disimpan di bangku cadangan.
Bukannya bertambah garang, penampilan timnas Indonesia dengan kehadiran Jay dan Nathan yang bermain di Eropa justru membuat permainan tim menjadi canggung. Keduanya memang tidak tampil terlalu buruk. Jay bahkan sukses menjalankan perannya dengan mencatatkan 46 operan sukses dan dua sapuan. Permasalahannya terletak pada para pemain lainnya yang baru pertama kali merasakan tampil dengan mereka.
Di babak pertama, Vietnam justru mengambil alih kendali permainan dengan menerapkan garis pertahanan tinggi. Tekanan para pemain Vietnam itu membuat para pemain Indonesia tidak leluasa dalam membangun serangan dari bawah.
Di babak pertama, kami baru (mendapatkan kesempatan) main bersama. Misalkan saya dan Ivar (Jenner) harus mengerti keinginan Jay. Di (jeda) babak kedua, kami berbicara dan semua sudah saling mengerti sehingga bisa main bagus (di babak kedua).
Dalam beberapa momen, lini tengah timnas Indonesia meninggalkan lubang besar. Ketika Marselino Ferdinan atau Ivar Jenner yang berposisi gelandang bertahan turun menjemput bola, tiga pemain di lini depan tidak bergerak untuk membuka opsi dalam menerima bola. Selain itu, koneksi antara Jay dan para gelandang juga tersendat. Permainan Indonesia pun menjadi tidak hidup sebagaimana ditunjukkan saat meladeni Australia di Piala Asia, Januari lalu.
Kurang kompaknya para pemain Indonesia diakui oleh Marselino. Menurut dia, para pemain perlu beradaptasi bila terdapat pemain baru yang bergabung ke dalam tim. Kesempatan untuk beradaptasi lebih lama itu yang kurang didapatkan Marselino dan rekan-rekannya.
Timnas Indonesia hanya punya waktu tiga hari untuk berlatih secara efektif jelang melawan Vietnam. Jangka waktu tersebut dinilai terlalu singkat untuk menyatukan semua pemain dalam satu visi yang sama. Alhasil, Indonesia lebih sering salah mengumpan dan jarang mengkreasikan peluang di babak pertama. Jika pun ada peluang, itu lebih disebabkan kualitas individu pemain dan bukan dihasilkan dari permainan kolektif tim.
”Di babak pertama, kami baru (mendapatkan kesempatan) main bersama. Misalkan saya dan Ivar (Jenner) harus mengerti keinginan Jay. Di (jeda) babak kedua, kami berbicara dan semua sudah saling mengerti sehingga bisa main bagus (di babak kedua),” kata Marselino.
Menyatukan pemain baru dalam satu tim memerlukan waktu adaptasi yang tidak sebentar. Sebagai contoh, Shin butuh waktu hampir satu bulan untuk memoles pemainnya sebelum tampil di Piala Asia.
Timnas Indonesia bahkan harus mengagendakan pemusatan latihan di luar negeri untuk menyatukan para pemain. Berkat berlatih bersama dalam jangka waktu lama, ditambah kesempatan melakukan uji tanding dalam beberapa kali kesempatan, cara bermain Indonesia di Piala Asia banyak menuai pujian. Kombinasi umpan-umpan pendek Indonesia dan upaya membangun serangan dari bawah bahkan mampu merepotkan Australia di babak 16 besar.
Pemandangan itulah yang lenyap saat menjamu Vietnam di Stadion GBK kemarin. Penonton seperti menyaksikan wajah lain dari tim “Garuda”. Mereka dengan begitu mudahnya diacak-acak Vietnam yang tampil militan untk mencuri poin.
Wajah Indonesia saat tampil di kualifikasi Piala Dunia sedikit kembali di babak kedua. Itu berkat keputusan Shin yang melakukan pergantian pemain. Nathan dan Hokky yang kurang berkembang digantikan oleh Egy Maulana Vikri serta Arhan. Pergantian itu berbuah gol kemenangan Indonesia yang dicetak Egy, memanfaatkan kemelut hasil lemparan ke dalam dari Arhan.
Susunan pemain Indonesia di babak kedua mirip dengan yang sering diturunkan Shin di Piala Asia. Itu pula sebabnya, para pemain Indonesia di babak kedua terlihat lebih menyatu. Mereka sudah pernah bermain bersama dalam waktu yang lama. Kombinasi umpan-umpan pendek mulai terlihat. Kesalahan-kesalahan operan pun bisa diminimalisasi. Hanya saja, memang kreativitas serangan dan penyelesaian akhir masih menjadi catatan bagi Shin.
Enigma pertemuan kedua
Menyongsong pertemuan kedua di Hanoi yang sudah pasti akan lebih sulit, muncul enigma terkait pilihan susunan pemain dari Shin. Ada dua pemain naturalisasi baru yang berkesempatan tampil di pertemuan kedua melawan Vietnam, yaitu Thom Haye dan Ragnar Oratmangoen. Keduanya memiliki kualitas mumpuni yang agak mustahil disimpan Shin di bangku cadangan.
Proses naturalisasi yang dijalani Thom dan Ragnar memperlihatkan betapa PSSI berhasrat menjadikan mereka sebagai tambahan amunisi baru bagi timnas Indonesia di pertemuan kedua. Thom dan Ragnar menjalani proses pengambilan sumpah di malam hari saat Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta seharusnya sudah tutup. Pengambilan sumpah yang tergesa-gesa itu membuktikan PSSI ingin segera mendaftarkan Thom dan Ragnar agar bisa dimainkan di pertemuan kedua.
Akan tetapi, Shin kembali terlibat pertaruhan bila memainkan Thom dan Ragnar di pertemuan kedua. Belajar pada laga di Jakarta, Thom dan Ragnar sangat mungkin belum sepenuhnya menyatu dengan rekan-rekannya yang lain di timnas.
Apalagi jarak pertemuan pertama dan kedua dengan Vietnam yang kurang dari satu pekan. Nyaris tidak ada waktu bagi Thom dan Ragnar bermain bersama skuad timnas yang telah ada. Risiko pemain untuk beradaptasi lagi dengan keduanya, alias memulai dari nol, akan sangat besar.
Sementara itu, mengalahkan Vietnam di markasnya adalah pekerjaan mahaberat yang terakhir kali mampu dilakukan Indonesia pada 2004 silam. Setelah itu, Indonesia selalu gagal menaklukkan Vietnam di rumahnya. Apalagi, Pelatih Vietnam Philippe Troussier berikrar akan memberikan perlawanan lebih sengit demi mengamankan poin penuh agar memperbesar kans melaju ke putaran ketiga.
”Saya sangat optimistis bahwa kami akan menyulitkan timnas Indonesia di pertandingan selanjutnya. Kami berharap mendapat atmosfer yang sama di Hanoi, seperti atmosfer yang dirasakan timnas Indonesia saat bertanding di sini (GBK),” kata Troussier.
Pada akhirnya keputusan akhir tetap berada di tangan Shin. Dia berada di antara dua pilihan, memaksakan menurunkan Thom dan Ragnar atau tetap mengandalkan pasukan pemain yang sama seperti di Piala Asia.