Menit Bermain, Hal Krusial bagi Pesepak Bola Remaja
Menit bermain cukup sebagai kemewahan tersendiri bagi pesepak bola usia muda.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Perkara kesempatan mendapat menit bermain yang memadai begitu krusial bagi pesepak bola remaja. Tanpa menit bermain yang cukup, bakat mereka berpotensi menguap begitu saja. Di Liga Kompas Kacang Garuda U-14, rata-rata pesepak bola yang mendapatkan menit bermain memadai bisa mengeluarkan potensi terbaiknya.
Kiper Sekolah Sepak Bola (SSB) Putra Agung, Mustopa Dayu Hutama, barangkali tidak akan pernah menyangka dinobatkan sebagai kiper terbaik Liga Kompas Kacang Garuda musim 2023-2024. Pada akhir musim, Putra Agung finis di peringkat ke-14 atau masuk sebagai tiga tim papan bawah. Mereka menelan 10 kekalahan, 4 hasil imbang, dan hanya memetik 1 kemenangan.
Namun, Putra Agung menyimpan mutiara tersembunyi dalam diri Mustopa. Kendati jarang memetik hasil positif dan tertahan di peringkat bawah, Putra Agung punya catatan kebobolan yang lebih baik dibandingkan tim-tim di atasnya selama 15 pekan pertandingan. Mustopa punya peran besar mencegah Putra Agung menjadi lumbung gol dari lawan-lawannya.
Sebagai gambaran, Putra Agung hanya kebobolan 17 gol sepanjang musim atau rerata 1,13 gol per laga. Catatan itu jauh lebih baik dibandingkan Oneway Soccer School di peringkat kesembilan yang kebobolan 25 gol dari 15 laga. Ini membuktikan Mustopa berperan besar di balik sedikitnya gol yang bersarang di gawang Putra Agung, dan itu tidak bisa dilepaskan dari menit bermain yang dia peroleh.
Dari data statistik yang dirilis analis Tim 11, tim pengumpul dan pengolah data pertandingan Liga Kompas, Mustopa mendapat privilese menit bermain yang lebih dari cukup. Menit bermain menjadi kunci Mustopa mematangkan penampilannya dari pekan ke pekan. Sejak pekan pertama Liga Kompas, Mustopa sering mendapatkan menit bermain yang tidak kurang dari 40 menit setiap laga.
Di satu sisi, ini menunjukkan kepercayaan besar pelatih terhadapnya. Di sisi lain, kemewahan mendapat menit bermain banyak ini terus menambah jam terbang bertanding Mustopa. Total dalam 15 pekan dia mendapat 645 menit bermain dan melakukan 110 penyelamatan penting.
Berkat kepiawaiannya di bawah mistar gawang, Mustopa terpilih sebagai kiper terbaik Liga Kompas musim ini sekaligus masuk daftar 24 pemain yang dipersiapkan mengikuti Piala Gothia di Swedia.
”Mustopa, selain mendapat menit bermain yang banyak, skill-nya juga bagus. Pemain kalau mendapat menit bermain yang lebih memang akan semakin percaya diri dan berkembang,” ucap Fathul Ma’ruf, anggota Tim 11, saat dihubungi pada Minggu (17/3/2024).
Menit bermain yang memadai turut dirasakan penyerang SSB Asiana SS, M Mierza Firjatullah. Di tujuh pekan pertama LKG, Mierza sempat muncul dan menghilang dari susunan pemain Asiana. Ia baru mendapat kesempatan tampil secara reguler pada pekan kedelapan hingga 15. Bersama penyerang Asiana lainnya, Sean Rahman Kastor, Mierza dilirik jajaran pelatih tim sepak bola U-16 Indonesia untuk mengikuti seleksi.
Panggilan seleksi tim U-16 Indonesia itu datang karena Mierza tergolong punya naluri menyerang yang tajam. Selama 15 pekan berkompetisi di Liga Kompas, Mierza total mencatatkan 27 tembakan dan tujuh gol. Kematangan Mierza di depan gawang turut terasah karena rutin berkompetisi. Dia pun berpeluang menjadi penyerang timnas Indonesia di masa depan.
Menyikapi kemenangan
Pencapaian Mierza hingga dilirik tim sepak bola U-16 Indonesia barulah awal dari perjalanan panjang kariernya sebagai pesepak bola. Hal penting yang dia peroleh selama berkompetisi di Liga Kompas adalah bagaimana menyikapi kemenangan dan menerima kekalahan.
Anggota Ikatan Psikologi Olahraga (IPO), Prabowo Bayu Waskito, menjelaskan, pesepak bola perlu dihindarkan dari rasa berpuas diri secara dini. Selain itu, pelatih dan orangtua berperan mengajarkan anak untuk bisa menjadikan kekalahan sebagai pembelajaran.
Pemain kalau mendapat menit bermain yang lebih memang akan semakin percaya diri dan berkembang.
Dalam banyak kesempatan, orangtua dan pelatih justru terbutakan oleh kebutuhan untuk menang. Padahal, esensi pembinaan usia dini bukan untuk meraih kemenangan, melainkan membantu pesepak bola muda meningkatkan perkembangan kemampuannya.
”Kita sering diajarkan bersikap terhadap kemenangan, tapi bersikap untuk menerima kekalahan jarang diajarkan. Bagaimana menyikapi kegagalan sehingga itu jadi masukan untuk ke depannya dan tidak terlalu berkutat ke kekalahan,” ujar Waskito.
Di Liga Kompas, peran Waskito adalah mendampingi pemain yang performanya sulit berkembang. Dia pun aktif berdialog dengan pelatih, orangtua, bahkan pemain itu sendiri. Dari dialog tersebut, ia menyimpulkan, pesepak bola muda kurang bisa menangkap instruksi dari pelatih yang berteriak sambil memarahinya dari tepi lapangan.
Memoles pesepak bola muda memang memiliki seni tersendiri. Psikologis mereka berbeda dengan pesepak bola dewasa. Pada beberapa momen di Liga Kompas, beberapa pelatih terdengar meneriaki pemain dengan sedikit umpatan karena tampil jelek. Maksud pelatih bisa jadi baik, tetapi penyampaiannya kepada pesepak bola muda perlu pendekatan khusus.
”Anak, kalau diteriaki, rentan tidak menangkap makna apa yang mau disampaikan pelatih. Apa yang mereka rasakan hanya dimarahi. Itu, kan, tidak benar. Kalau sudah begitu, maksud yang hendak disampaikan pelatih pun tidak tercapai,” ucapnya.