Xabi Alonso dan Kunci Kebahagiaan Bayer Leverkusen
Tiga gelar mayor musim ini dalam jangkauan Bayer Leverkusen. Mereka di ambang raih gelar perdana di Liga Jerman.
Granit Xhaka, gelandang Bayer Leverkusen, mencetak gol indah melalui sepakan kaki kiri dari luar kotak penalti untuk membawa timnya unggul atas Mainz 05 pada duel Liga Jerman di BayArena, Sabtu (24/2/2024) dini hari WIB. Gol yang tercipta ketika laga baru berjalan 158 detik itu disambut sembilan pemain Leverkusen lainnya yang mengelilingi Xhaka.
Mereka tersenyum meski sesudah bola masuk ke gawang, Xhaka memegang sisi belakang pahanya seakan memiliki masalah pada hamstring-nya. Kondisi itu membuat tim medis Leverkusen langsung bersiaga di sisi lapangan untuk memberikan perawatan kepada gelandang asal Swiss itu.
Semua pemain Leverkusen paham, Xhaka hanya berpura-pura yang selanjutnya mereka saling berbagi senyum dan berpelukan merayakan gol pertama ke gawang Mainz. Di sisi lapangan, Pelatih Leverkusen Xabi Alonso juga tersenyum. Ia meminta dokter tim untuk kembali duduk sembari mengatakan bahwa Xhaka hanya pura-pura sakit karena itu bagian dari selebrasi golnya.
Saya sudah berbincang dengan teman-teman bahwa saya akan menggunakan selebrasi itu ketika mencetak gol pertama.
Tak hanya Xhaka, ketika tandemnya di lini tengah, Robert Andrich, menciptakan gol penentu kemenangan Leverkusen di menit ke-68, semua pemain Leverkusen juga ikut merayakan gol itu. Hanya kiper Lukas Hradecky yang tetap bertahan di zona pertahanan Leverkusen.
Tak dimungkiri, kekompakan di dalam skuad Leverkusen itu adalah penyebab utama tim berjuluk ”Die Werkself” itu mampu tampil konsisten pada musim ini. Xhaka mengungkapkan, skuad Leverkusen sering menghabiskan waktu bersama di luar waktu latihan. Mereka menyaksikan pertandingan tim dan liga lain, lalu mereka juga punya agenda khusus memainkan gim video bersama, terutama EA Sports FC 24.
Selebrasi gol perdana Xhaka berseragam Leverkusen itu didasari hasil mereka nonton bareng aksi gelandang serang Real Sociedad asal Jepang, Takefusa Kubo, yang merayakan gol dengan berpura-pura cedera ketika menghadapi Athletic Bilbao, akhir September lalu. Selebrasi gol itu pun kerap digunakan Xhaka ketika bermain FC 24 bersama rekan setimnya di Leverkusen.
”Saya sudah berbincang dengan teman-teman bahwa saya akan menggunakan selebrasi itu ketika mencetak gol pertama,” ungkap Xhaka dilansir Kicker.
Baca juga: Xabi Alonso dan ”Seni Politik Koalisi” ala Bayern Muenchen
Musim bersejarah
Kemenangan 2-1 atas Mainz di pekan ke-23 Liga Jerman mengukuhkan Leverkusen di puncak klasemen. Mereka untuk sementara unggul 11 poin atas rival terdekat, Bayern Muenchen, yang menyisakan satu laga lebih banyak.
Hasil itu juga membawa Leverkusen dan Alonso mencetak sejarah baru sebagai tim Jerman dengan rentetan laga tak terkalahkan terbanyak. Mereka sudah menjalani 33 pertandingan tanpa hasil negatif di seluruh kompetisi musim ini. Dari jumlah itu, Leverkusen mengemas 29 kemenangan atau mencatatkan 88 persen hasil positif.
Belum ada tim Jerman lain yang bisa mencetak rekor tak terkalahkan selama ”Die Werkself” dalam satu musim kompetisi. Capaian itu pernah dicatatkan Bayern di era Hansi Flick, tetapi itu tercipta pada dua periode musim, yaitu 2019-2020 dan 2020-2021.
Dengan konsistensi itu, Leverkusen berpeluang mengakhiri dominasi Bayern selama satu dekade di Jerman. Koleksi 2,65 poin per gim yang dikoleksi Leverkusen mengungguli jauh catatan 2,27 poin per laga milik Bayern.
Baca juga: Dominasi Bayern Muenchen di Ujung Tanduk
Selain liga, Leverkusen juga masih berpeluang meraih trofi di dua kompetisi lain, yaitu Piala Liga Jerman dan Liga Europa. Lawan yang dihadapi Leverkusen di dua kompetisi itu memiliki kualitas di bawah mereka.
Pada babak semifinal Piala Liga Jerman, Leverkusen bakal berhadapan dengan Fortuna Dusseldorf yang berkompetisi di Bundesliga 2. Di atas kertas tidak akan sulit bagi Leverkusen untuk tampil di babak final karena laga semifinal itu berlangsung satu laga di BayArena.
Kemudian, Leverkusen akan menantang tim asal Azerbaijan, Qarabag, di babak 16 besar Liga Europa. Performa pada musim ini menjadikan Leverkusen sebagai salah satu kandidat juara di Liga Europa. Mereka berpeluang memainkan final pertama di Eropa setelah tampil di laga puncak Liga Champions 2001-2002.
Musim 2001-2002 adalah yang pertama dan terakhir—hingga saat ini—Leverkusen berpeluang meraih tiga gelar juara dalam satu musim. Sayang, perjalanan apik musim itu hanya berbuah tiga predikat runner-up alias peringkat kedua.
Catatan itu ingin diperbaiki skuad asuhan Alonso. Apalagi, Leverkusen belum pernah sekali pun meraih gelar juara Liga Jerman. Prestasi terbaik mereka hanya lima kali mengakhiri musim di posisi kedua. Terakhir capaian itu tercipta pada 2010-2011.
Baca juga: Lima Nama Calon Pelatih Liverpool, Siapa Favorit?
Xhaka adalah salah satu pemain senior dan andalan Leverkusen untuk mengakhiri kutukan di Liga Jerman. Xhaka mengungkapkan, pengalamannya gagal menjuarai Liga Inggris musim lalu bersama Arsenal adalah pelajaran berharga bagi dirinya. Ia bertekad menebus kekecewaan itu bersama Leverkusen.
”Tim ini sudah sangat dewasa. Kehadiran pemain berpengalaman, seperti Jonas Hofmann dan saya, juga menjadi modal kami menjalani masa-masa krusial. Kami akan bekerja keras agar performa baik ini terus berlanjut hingga akhir musim,” tutur Xhaka.
Faktor Alonso
Suasana kondusif di ruang ganti Leverkusen tidak lepas pula dari pengaruh Alonso. Eks pemain timnas Spanyol itu bisa menghadirkan Leverkusen sebagai tim menyerang yang berbeda dibandingkan tim-tim Eropa umumnya saat ini.
Alih-alih mengandalkan serangan dari kedua sisi sayap, Alonso mengutamakan arah serangan Leverkusen dari sisi tengah lapangan. Itu menyebabkan Hofmann dan Florian Wirtz, duo gelandang serang, punya peran penting untuk mengkreasikan peluang sekaligus menciptakan gol.
Ketika tim-tim menyerang, seperti Liverpool dan Manchester City, mulai memadukan operan pendek dengan umpan langsung ke lini depan, Alonso menegaskan timnya untuk patuh bermain dengan bola-bola pendek. Itu ditunjukkan Leverkusen dengan koleksi 7.978 operan pendek sukses. Angka itu membuat Leverkusen hanya kalah dari City dalam catatan statistik itu di Eropa.
Gaya Leverkusen yang antibola-bola panjang terlihat dari catatan hanya 806 operan jauh sukses. Angka umpan jauh itu amat minim karena cuma 5,8 persen dari total operan berhasil Leverkusen di Liga Jerman musim ini.
Selain itu, ketenangan Alonso di sisi lapangan juga menular ke skuadnya sehingga Leverkusen mampu melalui masa-masa sulit di lapangan. Alonso menyebut hal itu adalah buah dari timnya yang hanya fokus memikirkan diri sendiri untuk berusaha kian membaik di setiap laga.
”Kami tidak memikirkan tim lain. Kami tahu apa yang harus kami lakukan. Itu membantu kami untuk selalu fokus guna mempersiapkan laga demi laga,” ucap Alonso.
Di tengah spekulasi dirinya akan meninggalkan Leverkusen, musim panas nanti, Alonso menutup rapat-rapat pembicaraan spekulasi masa depannya saat ini. ”Kepala saya ada di sini (Leverkusen). Banyak hal yang akan kami lakukan dan kami berada dalam situasi yang luar biasa. Kami harus menikmati ini dan terus mempersiapkan diri,” tutur Alonso yang meraih 17 trofi juara sebagai pemain.
Benar kata Alonso. Leverkusen harus menikmati setiap momen di sisa musim ini. Menciptakan sejarah anyar dalam perjalanan 119 tahun klub milik perusahaan farmasi raksasa Bayer AG amat terbuka lebar.