Xabi Alonso dan ”Seni Politik Koalisi” ala Bayern Muenchen
Ketertarikan Bayern Muenchen terhadap Xabi Alonso memperjelas seni politik yang mereka terapkan dalam sepak bola.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
”Jika Anda tidak bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka.” Pepatah lama yang bernuansa nasihat ini kerap diterapkan politisi-politisi pragmatis dalam meraih kekuasaan. Kalimat itu mengajarkan orang untuk bersikap luwes serta tidak banyak gengsi demi mencapai tujuan. Kecenderungan inilah yang kerap dilakukan raksasa Jerman, Bayern Muenchen, selama satu dekade menguasai Liga Jerman.
Namun, Muenchen memodifikasi obyek peribahasa itu. Dalam kasus Muenchen, pasukan lawanlah yang mereka ajak bergabung. Jejak kecenderungan Muenchen membajak pemain lawan yang dianggap punya kemampuan mumpuni untuk bergabung sudah bisa dilacak sejak musim 2010 hingga 2012. Kala itu, Muenchen belum setangguh sekarang dan Liga Jerman masih jauh lebih menarik dengan jurang kekuatan antarklub yang tidak begitu jauh.
Borussia Dortmund, Werder Bremen, VfB Stuttgart, dan Muenchen bergantian menjuarai Liga Jerman pada awal tahun 2000. Saat itu, hanya Dortmund, dengan Pelatih Juergen Klopp, yang bisa menandingi kekuatan Muenchen. Meski tidak bermaterikan pemain bintang, Dortmund sanggup mengorbitkan pemain-pemain hebat yang membawa mereka menjuarai Liga Jerman dua musim beruntun pada 2010-2011 dan 2011-2012.
Dua sosok penting yang mengantarkan Dortmund menuju kejayaan saat itu, Robert Lewandowski dan Mario Goetze, masuk radar buruan Muenchen. Keduanya akhirnya menerima pinangan klub berjuluk ”FC Hollywood” tersebut. Goetze lebih dulu dibajak pada 2013. Setahun berselang, giliran Lewandowski yang setuju untuk pindah.
Setelah kepindahan dua pemain bintang tersebut, entah kebetulan atau tidak, hegemoni Muenchen di Liga Jerman dimulai. Mereka menjadi juara selama 11 musim beruntun. Dengan demikian, praktis hanya Dortmund tim terakhir selain Muenchen yang mampu menjuarai Liga Jerman.
Pada titik ini, Muenchen menerapkan dengan baik peribahasa lama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Ketika mengalahkan Dortmund dirasa terlalu sulit, jalan lain yang bisa ditempuh adalah mereduksi kekuatan mereka dengan membajak pemain-pemain bintangnya.
Laku Muenchen yang terkesan culas ini tidak melanggar apa pun dan dilakukan secara sah. Diakui atau tidak, inilah langkah yang sering ditempuh para politisi pragmatis untuk meraih apa yang menjadi tujuan mereka.
Dalam dunia politik, tidak ada istilah gengsi atau lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan dan ambisi untuk menang. Politik adalah seni kemungkinan, merujuk pada pemikiran kanselir pertama Jerman, Otto von Bismarck. Dengan mengadopsi pemikiran itu, Muenchen sukses mempertahankan kekuasaannya hingga lebih dari 10 musim.
Mantan pelatih Jerman dan juga legenda Muenchen, Juergen Klinsmann, mengatakan, Muenchen bisa leluasa mengambil pemain-pemain dari klub Jermain lainnya. Itu karena mereka sulit menolak tawaran dari Muenchen.
”Inilah yang dilakukan Bayern Muenchen dengan sangat sukses. Hampir mustahil untuk mengatakan tidak kepada Bayern. Itu adalah sesuatu yang mereka peroleh selama 20 atau 30 tahun terakhir, sentimen semacam itu, sebuah hak istimewa. Itu sebabnya sangat sulit bagi klub lain untuk mengatasi ketertinggalan mereka,” kata Klinsmann.
Isu Alonso
Musim ini Muenchen kembali melakukan manuver politiknya. Bukan Dortmund seperti di masa lalu, melainkan pelatih Bayer Leverkusen, Xabi Alonso, masuk radar buruan Muenchen. Alonso dinilai sukses menyelamatkan Leverkusen dari jurang degradasi musim lalu dan menjadi calon terkuat juara Liga Jerman di akhir musim nanti.
Pola yang dilakukan Muenchen nyaris sama, yaitu mengajak otak kesuksesan lawan untuk ”berkoalisi”. Leverkusen adalah biang keladi rusaknya dominasi Muenchen selama 11 musim terakhir. Maka dari itu, kekuatan mereka harus direduksi dengan cara menggaet Alonso. Kebetulan pelatih Muenchen saat ini, Thomas Tuchel, akan disingkirkan karena dianggap gagal mengangkat performa tim. Kontrak Tuchel sejatinya baru akan habis pada Maret 2025.
Saya minta maaf, tetapi tidak ada hal baru yang bisa saya katakan, lihat saja nanti. Saat ini saya adalah pelatih di sini (Leverkusen).
Selain Muenchen, Alonso juga diminati oleh Liverpool yang harus mencari pengganti Manajer Juergen Klopp yang akan pergi di akhir musim. Kans Liverpool dan Muenchen mendapatkan tanda tangan Alonso cukup besar mengingat pelatih asal Spanyol itu pernah membela kedua klub tersebut.
Setelah sekian lama bungkam, Alonso akhirnya bersedia menjawab pertanyaan mengenai masa depannya. Namun, jawaban Alonso masih mengambang dan multitafsir. Belum ada kepastian terkait ke mana ia akan menentukan pilihan, apakah tetap bertahan atau justru menerima tawaran melatih dua mantan klubnya tersebut.
”Mungkin Anda mengajukan satu atau dua pertanyaan tentang masa depan saya. Saya minta maaf, tetapi tidak ada hal baru yang bisa saya katakan, lihat saja nanti. Saat ini saya adalah pelatih di sini (Leverkusen),” kata Alonso yang terikat kontrak dengan Leverkusen hingga Juni 2026.
Sementara itu, ada bocoran terkait masa depan Alonso yang diungkapkan jurnalis Sky Sports, Florian Plettenberg, yang fokus meliput Liga Jerman. Menurut dia, kans Alonso merapat ke Muenchen lebih besar dibandingkan Liverpool.
”Belum 100 persen jelas apakah Alonso akan mengatakan ya kepada Bayern. Bayern sudah diberi tahu tentang sulitnya transfer ini. Namun, menurut informasi saya, pada tahap ini, Alonso lebih bersedia bergabung dengan Bayern daripada bergabung dengan Liverpool,” katanya.
Bila apa yang disampaikan Plettenberg benar, perkataan Klinsmann akan semakin mendapatkan legitimasi. Muenchen sebagai raksasa Jerman sanggup menyediakan segala sumber daya yang diinginkan Alonso untuk berkembang. Peluang Alonso untuk menuai kesuksesan besar sebagai pelatih pun jauh lebih besar di Jerman dibandingkan Inggris.
Menilik faktor-faktor tersebut, pilihan Alonso pun akan terasa sangat manusiawi dan wajar. Sebagaimana dalam politik, kekuasaan besar itu memang sangat menggoda. (AFP)