Talenta besar skuad Arsenal ternyata belum sanggup menghadapi tekanan saat bertandang dalam babak gugur Liga Champions.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
PORTO, KAMIS — Babak 16 besar Liga Champions dan Stadion do Dragao terbukti masih menjadi ketakutan terbesar bagi Arsenal. Datang dengan tren terbaik dan tidak terhentikan ke markas Porto, ”Si Meriam” pulang dengan keraguan. Mereka tampil membosankan sepanjang permainan, dan kecolongan di penghujung laga.
Penyerang sayap Porto, Galeno, membayar lunas utangnya di menit terakhir injury time. Sempat melewatkan dua peluang emas di paruh pertama, dia mencetak gol kemenangan lewat tembakan jarak jauh yang indah. Porto pun menaklukkan tim tamu 1-0 dalam laga pertama 16 besar, Kamis (22/2/2024) dini hari WIB.
”Kredit gol itu adalah untuk seisi tim ini untuk apa yang mereka lakukan selama 90 menit. Kami bermain dan bertahan sangat baik, mengeluarkan semua energi di lapangan. Untuk gol itu, saya hanya memanfaatkan peluang yang datang. Saya tidak ragu (untuk menembak),” ujar Galeno.
Gol Galeno adalah penanda puncak antiklimaks Arsenal. Tim asuhan Manajer Mikel Arteta itu kembali memakai komposisi dan formasi yang sama persis seperti di dua laga terakhir saat mereka mencetak total 11 gol. Namun, mereka justru kebingungan mengembangkan permainan dan gagal membuat satu pun tembakan tepat sasaran.
Pertahanan blok medium Porto sukses besar. Dengan formasi 4-3-3, mereka menumpuk enam pemain selain bek di lini tengah untuk membatasi kreativitas para gelandang lawan. Hasilnya, permainan mengalir tim tamu berantakan. Tempo Arsenal sangat lambat karena gagal melakukan umpan progresif. Bola lebih banyak berputar di belakang.
Martin Keown, mantan bek Arsenal, menilai, Martin Odegaard dan rekan-rekan tidak perlu diragukan lagi dalam hal talenta. ”Si Meriam” memiliki salah satu skuad terbaik di Eropa saat ini. Mereka bahkan masuk dalam favorit juara. ”Pukulan yang menyebalkan. Mungkinkah itu karena kurang pengalaman?” katanya pada TNT Sports.
Kami kurang mengancam, kurang agresif, terutama di sepertiga akhir. Kami harus bisa lebih baik dari ini.
Arsenal, kata Keown, terlalu berhati-hati dan tidak mau mengambil risiko di penghujung laga. Mereka seperti sudah puas dengan hasil 0-0 untuk dibawa pulang ke Stadion Emirates. Padahal, laga kandang belum tentu lebih mudah untuk tim tuan rumah. Mereka semestinya fokus meraih hasil terbaik di setiap laga.
Adapun hanya gelandang Kai Havertz yang berpengalaman dalam babak gugur Liga Champions, bahkan juara bersama Chelsea. Para pemain Arsenal lain, seperti Bukayo Saka dan Martin Odegaard, sama sekali belum pernah merasakan atmosfer sistem gugur dengan dua laga berbalas kandang di Liga Champions.
Odegaard dan Saka merupakan motor serangan Arsenal dalam lima kemenangan beruntun di Liga Inggris. Namun, mereka nyaris tidak terlihat di markas Porto. Ruang umpan ke Odegaard selalu ditutup. Odegaard pun tidak bisa memainkan banyak kombinasi dengan Saka.
Arsenal hanya mampu menciptakan tujuh tembakan yang mayoritas datang dari bola mati. Si Meriam yang terkenal piawai dalam bola mati juga tidak memperlihatkan banyak variasi seperti biasa. Mereka mendapatkan 10 tendangan sudut, tetapi selalu mengincar umpan ke tiang jauh dalam setiap kesempatan.
”Kami kurang mengancam, kurang agresif, terutama di sepertiga akhir. Kami harus bisa lebih baik dari ini. Kami tidak bisa menang dengan hanya menguasai bola di area sendiri. Jika ingin lolos ke perempat final, kami harus mengalahkan tim lawan. Itu yang akan kami lakukan di Stadion Emirates,” kata Arteta.
Keraguan Arteta
Selain para pemain, Arsenal juga kekurangan pengalaman dari sisi manajer. Arteta baru pertama kali memimpin dalam laga babak gugur Liga Champions. Dia tampak terlalu bermain aman dalam perubahan formasi ataupun pergantian pemain. Seusai babak pertama yang buruk, Arteta tidak mengubah apa pun seusai turun minum.
Sang manajer hanya mengganti satu pemain, di menit ke-74. Itu pun pergantian yang sangat aman, memasukkan gelandang Jorginho untuk menggantikan penyerang Leandro Trossard. Pemain lain yang kurang berkontribusi, seperti Martinelli dan Saka, tidak ditarik walaupun sudah kelelahan.
Puncaknya, Martinelli membuat kesalahan umpan di penghujung laga yang berujung gol Galeno beberapa detik berselang. Arteta memiliki beberapa opsi penyerang sayap di bangku cadangan, antara lain Emile Smith Rowe dan Reiss Nelson. Manajemen pergantian pemain sang manajer pun kembali dipertanyakan.
”Apakah Arteta percaya dengan pemain di luar starter? Dia semestinya bisa memasukkan pemain untuk mengganti Martinelli dan Saka yang tidak efektif malam ini. Namun, dia hanya membuat satu pergantian,” kata mantan penyerang Arsenal, Theo Walcott, yang pernah bermain bersama Arteta.
Blok mental Arsenal di Stadion do Dragao sudah seperti dejavu. Adapun Si Meriam tidak pernah menang dalam tiga kunjungan sebelumnya ke markas tim raksasa Portugal tersebut. Mereka dua kali kalah dan sekali imbang dengan hanya mencatat satu gol dari seluruh kunjungan.
Sementara itu, sejarah buruk di babak 16 besar juga semakin menghantui Arsenal. Terakhir kali mereka lolos ke perempat final Liga Champions pada musim 2009-2010. Mereka selalu tersingkir dari babak 16 besar sejak musim 2010 hingga 2017, sampai akhirnya absen di Liga Champions selama lima musim terakhir.
Peluang Arsenal untuk menggapai perempat final masih terbuka lebar dalam laga kedua di Stadion Emirates. Keunggulan satu gol sama sekali belum cukup untuk di babak gugur. Hanya saja, Arsenal mempersulit diri sendiri dengan tugas yang lebih berat di kandang saat Porto sudah mendapat modal keyakinan. (AP/REUTERS)