Menanti "Perlakuan Khusus" bagi Lifter Olimpian
Perlakuan khusus dinilai penting diterapkan agar para lifter Olimpian tampil maksimal dan kembali lolos ke Olimpiade.
TASHKENT, JUMAT — Dari empat lifter “Olimpian” Indonesia, hanya Rahmat Erwin Abdullah yang meraih medali dan mengamankan posisi ke Olimpiade Paris 2024 di Kejuaraan Angkat Besi Asia 2024, Tashkent, Uzbekistan. Problem cedera dan performa terbaik yang belum kembali di Uzbekistan menegaskan pentingnya "perlakuan khusus" bagi lifter Olimpian.
Pasalnya, empat lifter Indonesia yang menjadi peserta maupun peraih medali Olimpiade Tokyo 2020 ini akan menjadi tumpuan harapan Indonesia untuk tampil di Olimpiade Paris 2024. Tak hanya itu, dengan pengalaman mereka pada edisi sebelumnya, terdapat juga harapan untuk meraih medali di panggung olahraga tertinggi itu.
Dalam Kejuaraan Angkat Besi Asia 2024 yang merupakan satu dari dua ajang kualifikasi terakhir ke Olimpiade Paris 2024, performa para lifter Olimpian belum maksimal. Nurul Akmal, tampil Jumat (9/2/2024), memang berhasil meraih dua medali perunggu. Akan tetapi, Nurul Akmal belum mencapai atau bahkan melampaui angkatan terbaiknya.
Tampil di kelas +87 kilogram putri, Nurul Akmal meraih perunggu dari jenis angkatan clean and jerk (mengangkat beban dalam dua tahap) seberat 149 kg. Amel, sapaan akrab Nurul Akmal, juga meraih medali serupa untuk total angkatan 259 kg. Adapun total angkatan terbaiknya selama masa kualifikasi Olimpiade Paris 2024 ialah seberat 260 kg.
Baca juga: Nurul Akmal "Terbit" di Ujung Barat, Bersinar di Penjuru Timur
Amel, peringkat ke-11 daftar kualifikasi Olimpiade per 14 Desember 2023, membutuhkan sedikitnya tambahan empat kilogram angkatan agar bisa lolos ke Olimpiade Paris 2024. Hanya lifter peringkat 10 besar yang bisa melaju ke pesta olahraga sedunia itu.
Selain Amel, terdapat tiga lifter Olimpian lain yang berjuang menembus Paris di Kejuaraan Angkat Besi Asia. Mereka adalah peraih perak Olimpiade Tokyo 2020, Eko Yuli Irawan, serta dua peraih perunggu dalam ajang yang sama, Windy Cantika Aisah dan Rahmat Erwin Abdullah.
Windy Cantika Aisah, tampil Sabtu (3/2/2024), belum kembali ke performa terbaiknya. Itu dibuktikan dengan total angkatan 170 kilogram pada kelas 49 kg Grup B (snatch 75 kilogram dan clean and jerk 90 kilogram). Sejauh ini, angkatan terbaik Windy ialah 176 kg yang mengantarnya pada posisi ke-16 dalam daftar peringkat kualifikasi.
Artinya, jumlah angkatan terbaik Windy sejauh ini belum cukup untuk mengamankan posisinya ke Paris. Windy membutuhkan minimal 15 kg untuk bisa menembus 10 besar.
Baca juga: Tugas Berat Menanti Windy Cantika Aisah
Atlet yang sudah kelas dunia, seperti Eko Yuli atau Rahmat, sepatutnya mendapatkan perlakuan khusus. Misalnya, ada ahli nutrisi, ahli gizi, psikolog, dan masseur sendiri.
Jika mampu tampil seperti saat meraih medali perunggu di Olimpiade Tokyo 2020, Windy sebenarnya sudah dipastikan berada dalam posisi aman untuk menuju Paris. Di Tokyo, Windy mampu mencatatkan total angkatan 194 kg. Namun, lifter berusia 21 tahun ini belum kembali ke performa terbaiknya, terutama setelah mengalami cedera.
Persoalan cedera ini juga berkaitan dengan hambatan mental seorang atlet. Pelatih Windy, Jajang Supriatna, pernah mengungkapkan, pemulihan performa anak asuhnya berhubungan dengan faktor psikologis. Terlebih, Windy beralih dari usia remaja menuju dewasa awal.
Cedera pun menghantui Eko Yuli Irawan yang memilih hanya hadir dan memperkenalkan diri di Tashkent. Eko memutuskan tidak tampil agar bisa memulihkan cedera kaki sepenuhnya. Eko ingin dalam kondisi terbaik saat ajang kualifikasi terakhir, Kejuaraan Dunia di Phuket, Thailand, 31 Maret-11 April 2024.
Eko memang masih menempati peringkat ketiga kelas 61 kg dengan total angkatan 300 kg. Namun, setelah tradisi medali terputus di Asian Games Hangzhou 2022, Eko pun belum menemukan performa terbaiknya. Di Grand Prix II, Doha, Qatar, Desember 2023, Eko membawa pulang satu medali perak, tetapi gagal memperbaiki total angkatan setelah tidak berhasil pada tiga percobaan angkatan clean and jerk.
Baca juga: Eko Yuli Irawan Fokus Pemulihan Cedera
Praktis, hanya Rahmat Erwin Abdullah yang berhasil meraih medali sekaligus mengamankan posisi ke Paris dengan memperbaiki angkatan. Rahmat memborong tiga medali emas di Tashkent dan mencatatkan total angkatan seberat 363 kg untuk kelas 73 kg. Sebelum total angkatan yang bertambah, Rahmat sudah bertengger di posisi puncak daftar peringkat.
Kondisi ini tak berbeda jauh ketika tim angkat besi Indonesia pulang dari Asian Games Hangzhou 2022 dengan hanya satu medali dari Rahmat. Pengajar manajemen prestasi olahraga di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, Profesor Djoko Pekik Irianto, mengatakan, torehan medali emas perlu diapresiasi karena angkat besi mampu mempertahankan medali emas Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Namun, evaluasi pun harus dilakukan demi menatap Olimpiade Paris 2024.
Apalagi, angkat besi merupakan salah satu cabor yang diandalkan meraih medali. Mulai Olimpiade Sydney 2000, angkat besi menciptakan tradisi medali yang hingga Olimpiade Tokyo 2020 tidak pernah terputus. Bahkan, angkat besi menyumbang total 15 medali, yakni 7 perak, dan 8 perunggu. Jumlahnya nyaris setengah dari perolehan total medali Indonesia sebanyak 37 keping.
Djoko mengatakan, semangat juang para lifter untuk bisa lolos ke Paris saja tidak cukup. Perlu ada dukungan strategi yang lebih matang dan sokongan pemerintah, terutama untuk para Olimpian.
“Atlet yang sudah kelas dunia, seperti Eko Yuli atau Rahmat, sepatutnya mendapatkan perlakuan khusus. Misalnya, ada ahli nutrisi, ahli gizi, psikolog, dan masseur (ahli pijat) sendiri. Ini sebenarnya termasuk penerapan sains olahraga. Apalagi, angkat besi, kan, olahraga terukur,” tutur Djoko.
Baca juga: Eko Yuli Masih di Jalur Olimpiade Paris 2024
Faktor usia
Pelatih angkat besi Indonesia, Erwin Abdullah, pernah mengutarakan hal serupa soal Eko. Idealnya, kata Erwin, Eko memang perlu mendapatkan perlakuan khusus untuk menuju Olimpiade Paris 2024. Mengingat usia Eko yang tak lagi muda, 34 tahun, porsi latihan dan nutrisinya perlu dibedakan.
Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) Rosan Roeslani menyampaikan, sejauh ini sebenarnya sudah ada perlakuan khusus untuk lifter tertentu. Ini meliputi pemantauan nutrisi dan pemulihan kondisi tubuh. Namun, ahli nutrisi, psikolog, dan masseur-nya memang hanya satu orang.
Menurut Rosan, kondisinya memang tidak ideal. Namun, angkat besi menjalani pelatnas jangka panjang dan nyaris tak terputus selama lima tahun. Aspek ini menjadi modal berharga untuk menatap kompetisi apapun, termasuk Olimpiade.
Baca juga: Tertimpa Barbel, Windy Cantika Aisah Urung ke Kejuaraan Dunia
“Dengan adanya pelatnas berkelanjutan ini, lifter bisa terus terpantau mulai dari latihan maupun kondisinya. Mereka juga bisa fokus berlatih. Mudah-mudahan, empat lifter Olimpian bisa dapat tiket ke Paris 2024. Semakin banyak yang lolos, semakin terbuka peluang medali,” tutur Rosan.
Di Uzbekistan, tim angkat besi Indonesia yang terdiri atas 12 lifter meraih total 3 medali emas, 6 medali perak, dan 5 perunggu. Dari 12 lifter dan empat lifter Olimpian, hanya Rahmat dan Eko yang berada menempati posisi terbaik di 10 besar daftar peringkat. Alhasil, hanya Rahmat dan Eko yang paling berpeluang ke Paris. Tugas berat menanti Windy dan Nurul pada kualifikasi terakhir di Phuket jika ingin kembali tampil di Olimpiade.