Pantai Gading dan Nigeria, Puncak Drama Tak Terperi Piala Afrika
”Dewi fortuna” seolah kebingungan berpihak sepanjang Piala Afrika. Pantai Gading dan Nigeria tersenyum dalam drama.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
ABIJAN, KAMIS — Tuan rumah Pantai Gading lolos ke final Piala Afrika 2023, di turnamen yang sama saat mereka memecat pelatih kepala karena kekalahan terburuk pada babak grup. Kisah itu seperti tidak masuk akal. Logika bagai dipermainkan. Namun, seperti itulah drama tak terperi yang tersaji sepanjang turnamen.
Pantai Gading melangkah ke partai puncak setelah menang atas Republik Demokratik Kongo, 1-0, di Stadion Alassane Outtara, Kamis (8/2/2024) dini hari WIB. Tendangan voli spektakuler penyerang Borussia Dortmund, Sebastien Haller, berhasil melanjutkan kisah ajaib tuan rumah yang akan bertemu Nigeria lagi di final.
Haller adalah inspirasi sebenarnya Pantai Gading. Sang pahlawan kemenangan pernah melewati masa sulit dalam kariernya setelah divonis kanker testis pada pertengahan 2022. Dia bertarung dan menang atas penyakit tersebut, lalu bisa kembali berlaga di lapangan. Perjalanan bagai roller-coaster itu persis seperti yang dijalani tim tuan rumah.
”Kami bahagia, kami benar-benar beranjak. Jika Anda kembali ke dua pekan lalu saat kalah dari Guinea Ekuatorial, pencapaian ini terasa seperti mimpi. Sulit membayangkan kami mungkin lolos ke final di kandang sendiri,” kata pelatih sementara Emerse Fae yang harus kehilangan empat pemain karena sanksi seusai perempat final.
Di stadion yang sama pada dua pekan lalu, Franck Kessie dan rekan-rekan dipermalukan Guinea Ekuatorial dalam kekalahan 0-4. Pelatih veteran Jean-Louis Gasset dipecat hanya dua hari setelah itu. Peluang mereka untuk lolos dari babak grup sangat tipis karena hanya menempati peringkat ketiga dengan koleksi tiga poin.
Seperti jatuh dari langit, tim yang dikenal dengan pesepak bola legendaris Didier Drogba itu mendapatkan tiket ke 16 besar. Setelah harus berharap dan menunggu hasil dari pertandingan grup lain, Maroko versus Zambia, mereka meraih tiket terakhir dengan masuk jajaran empat tim dalam peringkat ketiga terbaik.
Jika Anda kembali ke dua pekan lalu saat kalah dari Guinea Ekuatorial, pencapaian ini terasa seperti mimpi.
Kessie, mantan gelandang Barcelona, berkata, para pemain bagai mengalami reinkarnasi. Keajaiban berlanjut di babak gugur. Mereka menumbangkan juara bertahan Senegal lewat adu penalti di 16 besar dan membalikkan keadaan atas Mali di babak tambahan perempat final walaupun bermain dengan 10 pemain nyaris sepanjang laga.
”Selama masih punya 5 atau 10 persen peluang, Anda harus tetap percaya. Itu yang membuat sepak bola indah. Setelah hasil Maroko, kami tahu akan lolos dan itu mengubah segalanya. Itu memberi kekuatan, mendorong kami. Kami tahu itu adalah hasil terburuk yang mungkin diraih di babak grup,” ucap Kessie.
Drama terbaik juga disajikan Nigeria dan Afrika Selatan di babak semifinal lainnya. Nigeria menggapai partai puncak berkat kemenangan lewat adu penalti, 4-2, setelah laga berakhir imbang selama 120 menit, 1-1. ”Dewi fortuna” seolah kebingungan harus berpihak kepada siapa, momentum terus berganti di kedua sisi.
Puncaknya di pengujung waktu normal. Skuad Nigeria sudah berpesta setelah menggandakan keunggulan 2-0 lewat penyerang Victor Osimhen. Namun, gol dari proses transisi itu dianulir asisten video wasit (VAR) karena ada pelanggaran lebih dulu di pertahanan Nigeria. Gol justru berubah jadi hadiah penalti untuk tim lawan.
Afsel menyamakan kedudukan lewat penalti Teboho Mokoena. Di injury time, Afsel nyaris membalikkan keadaan dan menyegel tempat di final. Bek Khuliso Mudau mendapatkan peluang emas dari situasi kemelut di depan gawang. Namun, dia justru mengulang kisah kegagalan penyerang Perancis, Randal Kolo Muani, di final Piala Dunia Qatar 2022.
Pelatih Nigeria Jose Peseiro mengatakan, kebersamaan tim dan kesatuan pikiran adalah senjata terbesar mereka. ”Tim ini bertarung bersama. Dengan 25 pemain yang punya tujuan sama, sulit mengalahkan kami. Banyak tim yang mungkin akan menyerah setelah peristiwa tadi, gol kedua dianulir. Namun, kami tidak. Kami pantas mendapatkannya,” jelasnya.
Kejutan sudah menjadi hal lumrah sepanjang Piala Afrika. Banyak tim unggulan tumbang terlalu awal, seperti Maroko, Mesir, dan Senegal yang sudah tersingkir di babak 16 besar. Hasil pertandingan juga sering berbalik di pengujung laga. Itu menandakan tidak ada keunggulan mutlak di atas kertas. Semua ditentukan dari perjuangan di lapangan.
Pelatih Afsel Hugo Broos merasakan sendiri drama ”ugal-ugalan” itu. Dia bisa bersorak-sorai dalam kemenangan mengejutkan atas Maroko di babak 16 besar dan keberhasilan dalam adu penalti versus Tanjung Verde di perempat final. Namun, timnya harus tersingkir akibat kisah berliku seperti yang mengantar mereka ke semifinal.
”Sepak bola kadang bisa terlalu kejam, terutama jika Anda melihat performa tim kami. Anda kalah penalti dan tidak bisa melaju ke final. Sulit menerima itu. Tentu sangat mengecewakan, tetapi saya tetap bangga dengan para pemain. Sekarang semua tahu, Afsel adalah tim yang bagus. Itu penting,” ujar Broos.
Adapun sebelum turnamen, tidak ada yang mengunggulkan Nigeria dan Pantai Gading untuk bertemu di final. Nigeria merupakan juara pada 2013, sementara Pantai Gading pada 2015. Duel tersebut merupakan ulangan laga di babak Grup A. Ketika itu, Nigeria menaklukkan tuan rumah, 1-0, lewat gol penalti Troost-Ekong. (AP/REUTERS)