Hasil buruk didapat tim tenis putra Indonesia di Piala Davis. Kekalahan dari Togo membuat Indonesia degradasi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
LOME, MINGGU — Tanpa kuantitas dan kualitas petenis yang memadai, tim tenis putra Indonesia kembali ke habitat lama, yaitu menjadi bagian dari tim yang bersaing di kawasan Asia Oseania alih-alih di Grup Dunia. Indonesia terdegradasi ke Grup III Zona Asia Oseania dari Grup Dunia II pada kejuaraan tenis beregu putra Piala Davis.
Momen pahit itu terjadi karena kekalahan Indonesia 2-3 dari tuan rumah Togo pada babak playoff Grup Dunia II di Stade Omnisport de Lome, Lome, Togo, pada 3-4 Februari. Indonesia pun turun ke grup rendah yang belum pernah ditempati sebelumnya, yaitu Grup III.
Sebelum format Piala Davis diubah menjadi persaingan antarzona untuk grup elite, Grup I dan II, serta Grup III, IV, dan V untuk per zona, grup paling rendah yang pernah ditempati Indonesia adalah Grup II Asia Oseania.
Indonesia bahkan pernah bersaing di Grup Dunia, salah satunya ketika masih diperkuat Suharyadi yang menjadi kapten tim saat ”Merah Putih” melawan Togo. Suharyadi, Tintus Arianto Wibowo, Wailan Walalangi, dan Abdul Kahar Mim bermain di Grup Dunia pada 1989 setelah promosi dari Grup I Asia Oseania setahun sebelumnya. Pada salah satu pertandingan Grup Dunia, Indonesia berhadapan dengan Jerman yang diperkuat Boris Becker dan kalah 0-5.
Masa terbaik berikutnya dialami pada 1994 ketika Suwandi dan kawan-kawan lolos ke Grup Dunia meski akhirnya kalah dari Swiss dan kembali ke Grup I Asia Oseania. Selain Suwandi, Indonesia juga diperkuat Bonit Wiryawan, Donny Susetyo, dan Benny Wijaya.
Setelah itu, tim tenis putra Indonesia selalu bersaing di kawasan Asia Oseania di Grup II atau I hingga menjadi bagian dari Grup Dunia II ketiga format baru diperkenalkan pada 2021. Maka, pertandingan Grup III Asia Oseania yang akan dijalani Indonesia pada Juli adalah grup terendah yang pernah ditempati.
Saat melawan Togo, Indonesia hanya diperkuat tiga pemain, yaitu Muhammad Rifqi Fitriadi, Anthony Susanto, dan petenis debutan Claudio Renardi Lumanau. Namun, dari ketiganya, hanya Rifqi yang aktif bertanding di level profesional.
Dua kemenangan dari empat pertandingan tunggal dan satu ganda yang berlangsung pada 3-4 Februari hanya disumbangkan Rifqi. Nomor ganda, yang biasanya diandalkan Indonesia meraih kemenangan, ternyata kalah. Padahal, pemain terbaik Togo hanya memiliki peringkat 800-an dunia.
Setelah skor kedua negara berimbang 1-1 pada hari pertama, Indonesia tertinggal 1-2 karena kekalahan Rifqi/Anthony dari Komlavi Loglo/Thomas Setodji dengan skor 3-6, 6-3, 5-7 pada partai pertama hari kedua. Rifqi menyamakan skor menjadi 2-2 berkat kemenangan atas Setodji 6-3, 6-2.
Dengan demikian, Indonesia pun bertumpu pada Anthony yang bermain di partai terakhir. Anthony kalah dari Loglo, pemain berusia 39 tahun, 2-6, 2-6, setelah sehari sebelumnya juga kalah telak dari Setodji 1-6, 2-6. Sejak pertama kali membela Indonesia dalam Piala Davis pada 2017, Anthony hanya sekali menyumbangkan kemenangan dari sepuluh pertandingan.
Pada tennisindonesia.com, Suharyadi mengatakan, fisik Anthony turun pada pertandingan terakhir. Namun, sebelum partai kelima berlangsung, Anthony menyatakan keyakinannya untuk bermain meski peraturan membolehkan pergantian pemain pada hari kedua maksimal satu jam sebelum pertandingan berlangsung.
”Pemain sudah berusaha dan berjuang maksimal, tetapi memang persiapannya mepet. Hanya Rifqi yang punya program dan jadwal turnamen. Terbukti dia punya hasil yang bagus, memborong dua kemenangan partai tunggal ketika melawan Togo,” komentar Suharyadi, yang juga merupakan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP Pelti.
Suharyadi juga mengatakan, persiapan untuk bermain di Grup III harus lebih baik agar Indonesia bisa kembali ke Grup II.
Pemain sudah berusaha dan berjuang maksimal, tetapi memang persiapannya mepet. Hanya Rifqi yang punya program dan jadwal turnamen.