Pertandingan pekan ke-11 menjadi panggung para pemain untuk menguji pemahaman taktik sekaligus kualitas fisik.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Arsene Wenger, manajer legendaris yang dikenal sebagai spesialis dalam pembinaan pemain muda, pernah berkata, menciptakan pesepak bola itu sama seperti membangun rumah. Proses harus dijalani bertahap sesuai usia, tidak bisa dilompat, jika ingin sukses untuk bisa mencapai level profesional.
Pertama adalah membangun rubanah di usia 7-14 tahun. Pemain harus memiliki teknik di akhir fase. Tanpa itu, menurut sang Direktur Pengembangan FIFA, mereka tidak akan menjadi pesepak bola. Fase selanjutnya membangun lantai pertama dan kedua di usia 14-17 tahun. Mereka mesti memperlihatkan kemampuan dari aspek fisik ataupun taktik.
Fase membangun dua lantai itu yang terlihat dalam pekan ke-11 Liga Kompas Kacang Garuda U-14, Minggu (4/2/2024), di Dewantara Sport Center, Tangerang Selatan, Banten. Sebanyak 16 tim sekolah sepak bola memasuki bagian akhir kompetisi. Para pemain semakin melekat dengan taktik masing-masing pelatih setelah berproses sejak Desember lalu.
”(Di) tengah lima. (Di) tengah lima,” teriak Pelatih Buperta Cibubur Iqrom Muhammad Dida yang mengisyaratkan perubahan formasi dari 4-3-3 ke 4-5-1. Ketika itu, Buperta sedang unggul 1-0 atas Bina Taruna pada babak kedua. Sang pelatih menginstruksikan para pemainnya tampil lebih defensif untuk mempertahankan keunggulan.
”Diharapkan dengan lima gelandang, pertahanan kami bisa lebih rapi. Taktik itu sudah dilatih sepekan terakhir. Kami ingin unggul cepat, setelah itu menjaga kemenangan. Anak-anak berhasil menjalankan rencana yang sudah dilatih dengan solid. Tentu itu memperlihatkan kualitas fisik mereka karena bisa menjalankan instruksi selama 60 menit,” jelas Iqrom.
Perubahan taktik tersebut membuat skor tidak berubah hingga peluit panjang. Buperta yang berada di peringkat ke-10 sukses menaklukkan Bina Taruna (6). Semua berkat gol cepat bek Febri Sakti di paruh pertama dan pertahanan solid tim di paruh kedua. Bina Taruna nyaris tidak mendapatkan peluang berarti seusai turun minum.
Salah satu pemain terbaik dalam laga itu adalah bek sekaligus kapten tim M Fahrul Rodji. Dalam penguasaan bola, dia ditinggal sendirian di sisi pertahanan. Jaraknya dengan bek paling dekat sekitar lima meter. Alul, panggilannya, ditugaskan sebagai benteng terakhir pertahanan karena sangat tenang dan jago berduel.
Dengan kesiagaan Alul yang setinggi 1,69 meter atau lebih tinggi dari kebanyakan pemain seusianya, pertahanan Buperta bisa menghindari ancaman bola liar dan kejutan dari pergerakan penyerang lawan. ”Memang ditugaskan pelatih untuk cover pertahanan. Namun, sebagai orang terakhir, saya tidak boleh membuat kesalahan,” ujarnya.
Mereka sudah harus paham taktik dan punya teknik untuk bisa menjalankannya. Ini bukan level grassroot lagi.
Menariknya, Alul sudah mempelajari dan mempraktikkan banyak pendekatan taktik selama di Liga Kompas. Pekan lalu, versus Putra Agung, dia ditempatkan sebagai gelandang jangkar untuk memenangi pertarungan di lini tengah. Adapun Buperta juga menang 1-0 dalam pertandingan itu.
”Banyak yang dipelajari, tergantung situasi di pertandingan. Seperti kalau sudah unggul, lebih banyak bola panjang. Tidak bermain di pertahanan sendiri. Kami juga bisa bermain dengan formasi empat bek atau tiga bek. Namun, formasi tiga bek lebih susah karena masih belum terbiasa dengan posisi dan harus bergerak ke mana,” tambah Alul yang mengidolakan Sergio Ramos itu.
Iqrom berkata, bukan hanya Alul yang dicoba di berbagai posisi dengan banyak pendekatan taktik. Gelandang Tory Septiano juga sempat dicoba di bek sayap. Menurut dia, kesempatan bereksperimen di Liga Kompas akan sangat berguna untuk modal para pemain. Mereka akan menjadi pemain serba bisa dan mengetahui posisi terbaik.
”Bola mati”
Momen ajaib terjadi dalam laga Akademi Persib Bogor versus BMIFA. Saat laga sepertinya akan berakhir imbang tanpa gol, Persib mendapatkan tendangan bebas yang lebih dekat ke garis tengah lapangan ketimbang kotak penalti. Bola itu dieksekusi langsung oleh penyerang sekaligus kapten tim Fariz Ramadan.
Bola sepakan Fariz meluncur kencang ke sudut kanan atas gawang lawan. Dia menciptakan gol pada menit ke-60, hanya beberapa detik sebelum peluit panjang. Fariz tidak kuasa menahan rasa haru. Pemain bertubuh kurus itu langsung berlari untuk memeluk Pelatih Ajat Sudrajat di pinggir lapangan.
Menurut Ajat, mereka berencana untuk memanfaatkan transisi serangan balik. Namun, taktik itu tidak berjalan dengan baik. Banyak umpan panjang dari para pemain yang tidak tepat sasaran. ”Itu hal biasa (jika taktik tidak berjalan), tetapi saya menuntut anak-anak harus bisa mencari jalan lain untuk menang,” ujarnya.
Jalan kemenangan itu datang dari taktik ”bola mati”. Ajat berkata, skema tembakan bebas selalu dilatih. Fariz memiliki kemampuan tembakan jarak jauh. Karena itu, dia dilatih untuk menembak langsung dan tidak mengumpan. ”Taktik itu kembali lagi ke fundamental atlet. Karena dia bisa menembak, makanya dilatih untuk itu,” tambahnya.
Adapun Pelatih Intan Soccer Cipta Cendikia Yani Muhammad Yamin menilai, teknik dan taktik merupakan hal terpenting di usia 14 tahun ke atas. ”Mereka sudah harus paham taktik dan punya teknik untuk bisa menjalankannya. Ini bukan level grassroot lagi. Tidak bisa hanya lari kalau dijebak, harus ada cara lain,” jelasnya.