Mental Baja Jannik Sinner
Jannik Sinner menjadi juara baru Grand Slam dengan menjuarai Australia Terbuka. Dia memenangi final epik dalam lima set.
MELBOURNE, MINGGU — Jannik Sinner mempertahankan momentum positif yang dia bangun sejak pertengahan 2023 ke Australia Terbuka 2024. Kesabaran petenis berusia 22 tahun itu dalam menjalani proses untuk berkembang dan mental baja saat bertanding berbuah gelar pertama dari arena Grand Slam.
Sinner menerima trofi Norman Brooke Challenge, sebagai lambang juara tunggal putra Australia Terbuka, dari mantan petenis nomor satu dunia, Jim Courier, di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Minggu (28/1/2024). Dalam perebutan gelar juara, dia mengalahkan Daniil Medvedev melalui momen comeback dengan skor 3-6, 3-6, 6-4, 6-4, 6-3.
Setelah kehilangan dua set awal karena level performanya menurun dibandingkan dengan ketika mengalahkan Novak Djokovic pada semifinal, Sinner memenangi set ketiga dan keempat dengan mematahkan servis Medvedev, masing-masing, pada gim kesepuluh. Pada set penentuan, dia tak terbendung seiring dengan menurunnya kecepatan Medvedev karena kelelahan.
Setelah mematahkan servis Medvedev pada gim keenam set kelima, mempertahankan servisnya pada dua gim berikutnya, dan bermain selama tiga jam 44 menit, Sinner mendapatkan gelar juara yang diimpikan semua petenis. Dalam acara pemberian hadiah, Sinner mengucapkan terima kasih kepada tim pelatih dan orangtuanya yang telah memberikan kesempatan untuk memilih tenis sebagai jalan kariernya.
Sinner menjadi petenis kelahiran era 2000-an yang menjuarai Grand Slam setelah Carlos Alcaraz. Petenis Spanyol yang lebih muda dua tahun dari Sinner ini menjuarai Amerika Serikat Terbuka 2022 dan Wimbledon 2023.
Keduanya menjadi bagian dari generasi baru setelah tenis putra memiliki rivalitas ”Big Three”, yaitu antara Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic, yang menguasai persaingan sejak 2005. Alcaraz dan Sinner, bahkan, telah melampaui ”NextGen” seperti Alexander Zverev, Stefanos Tsitsipas, dan Andrey Rublev yang belum pernah menjuarai Grand Slam. Hanya Medvedev yang pernah melakukannya, yaitu di Amerika Serikat Terbuka 2021.
Final Sinner melawan Medvedev menjadi final pertama tunggal putra Australia Terbuka tanpa Big Three sejak Marat Safin mengalahkan Lleyton Hewitt pada 2005. Kebetulan, Safin dan Hewitt memiliki status unggulan yang sama dengan Sinner dan Medvedev saat ini, yaitu unggulan keempat dan ketiga.
Sebelum bertemu di Rod Laver Arena, yang merupakan persaingan pertama di ajang Grand Slam, Sinner dan Medvedev berjumpa sembilan kali dan semuanya berlangsung di lapangan keras. Medvedev unggul 6-3, tetapi Sinner memenangi tiga pertandingan terakhir yang didapat pada 2023.
Baca juga : Rekor Sempurna Djokovic Dihentikan Sinner
Jannik bermain lebih agresif dengan servis dan voli. Dia bermain lebih baik.
Dua kemenangan didapat dalam dua final beruntun pada turnamen ATP 500 Beijing dan Vienna. Dalam momen tersebut, Sinner telah memperlihatkan perkembangan dalam permainan, terutama servis dan pergerakan ke dekat net.
”Jannik bermain lebih agresif dengan servis dan voli. Dia bermain lebih baik,” kata Medvedev yang menyebut bahwa Sinner layak mendapatkan gelar juara Australia Terbuka.
Perubahan pergerakan kaki, yang memunculkan dorongan lebih vertikal dibandingkan dengan ke depan, serta gerakan tangan yang lebih cepat membuat servis Sinner menjadi lebih akurat. Djokovic termasuk petenis yang kesulitan mengantisipasinya meski dia dikenal sebagai petenis dengan pengembalian servis terbaik.
”Servisnya jauh lebih baik. Dia memukul ke arah sudut lapangan dengan lebih baik. Servis Jannik lebih kencang dan dengan arah yang lebih pas,” ujar Djokovic yang dikalahkan Sinner pada semifinal di Melbourne Park.
Baca juga : Alcaraz Gagal di Melbourne
Adalah performa menanjak sejak pertengahan 2023 yang memunculkan kepercayaan diri Sinner untuk mencapai level lebih tinggi di Grand Slam, setelah mencapai semifinal Wimbledon pada tahun tersebut. Selain itu, Sinner mendapat gelar pertama dari turnamen ATP Master 1000, yang hanya satu level di bawah Grand Slam, yaitu di Kanada.
Dia juga menjadi bagian dari delapan petenis terbaik yang tampil dalam turnamen Final ATP World Tour di Turin Italia, November, dan mencapai laga puncak meski akhirnya kalah dari Djokovic. Momen kunci yang membuatnya benar-benar percaya diri adalah ketika mengantarkan Italia menjadi juara Piala Davis. Apalagi, gelar tersebut membuat warga Italia sangat bangga dan Sinner pun semakin dikenal.
Sebelum menjalani final Australia Terbuka, petenis yang berkarakter kalem itu mengatakan bahwa dia yakin akan menjuarai Grand Slam. ”Jika bukan tahun ini, mungkin tahun depan, mungkin tahun depannya lagi. Saya hanya perlu kerja keras karena saya yakin, kerja keras itu akan memberi hasil baik,” tuturnya.
Faktor pelatih
Sinner menjadi juara Australia Terbuka termuda sejak Djokovic menjadi yang terbaik dalam usia 20 tahun pada 2008. Sementara, bagi tenis Italia, Sinner adalah tunggal putra kedua yang menjuarai Grand Slam setelah Adriano Panatta meraih gelar Perancis Terbuka 1976.
Baca juga : Dominasi Sabalenka di Melbourne Park
Djokovic menilai perkembangan besar yang dilihatnya dari Sinner. ”Sebelumnya, dia selalu kesulitan memenangi pertandingan di panggung besar, meski selalu bermain dengan tenang. Sekarang, dia semakin baik,” katanya.
Petenis nomor satu dunia dengan 24 gelar juara Grand Slam itu berpendapat, keberadaan Darren Cahill di tim pelatih sejak pertengahan 2022 adalah faktor kunci bagi Sinner. Cahill sangat berpengaruh dalam membangun kekuatan mental Sinner. Meski Sinner belum pernah tampil dalam final Grand Slam, Cahill memiliki pengalaman mengantarkan Andre Agassi, Lleyton Hewitt, dan Simona Halep menjadi juara Grand Slam. Ketiganya, juga, menjadi petenis nomor satu dunia.
Cahill bergabung dengan Simone Vagnozzi yang melatih Sinner sejak awal 2022. Dia lebih banyak berperan dalam hal teknis.
Sebelum kedua pelatih itu bergabung di tim Sinner, petenis yang pernah menjadi atlet ski itu sudah berperingkat sepuluh besar dunia. Itu artinya, Sinner memiliki banyak hal potensial dalam dirinya.
Baca juga : Persaingan Kontras Tunggal Putra dan Putri di Australia Terbuka
”Dia petenis bagus, tetapi permainannya bisa dikatakan monoton. Tenis bagaikan puzzle, Anda harus meletakkan sebuah potongan di tempat yang tepat. Jannik telah melakukan itu, dia bekerja keras sejak tahun lalu,” tutur Vagnozzi dalam The Athletics.
Apa yang dicapainya pada saat ini dan hal lain yang memungkinkan didapatnya pada masa depan adalah buah dari faktor kesabaran, selain sisi-sisi teknis yang dicoba diperbaikinya. Perjalanan Alcaraz yang lebih baik dari Sinner pada 2023 menyulut semangatnya. Dengan sabar, dia berusaha memperbaiki setiap kekurangan.
”Kesabaran bisa menjadi musuh terbesar. Saat tidak punya kesabaran, Anda bisa melewatkan langkah penting yang bisa membuat menjadi petenis yang lebih baik. Menjadi orang yang sabar tak mudah, perlu latihan,” ujar Sinner.
Disadari atau tidak, Sinner, Alcaraz, dan petenis muda lainnya, Holger Rune (peringkat kedelapan), menjadi salah satu sumber motivasi bagi masing-masing untuk lebih baik dari yang lain. Ini pula yang membuat Federer, Nadal, dan Djokovic bisa menjadi bagian dari petenis terbaik dunia.
Baca juga : Sabalenka Ikuti Jejak Serena
Daya juang Medvedev
Final tunggal putra Australia Terbuka 2024 mengulang momen final pada 2022 yang juga melibatkan Medvedev. Petenis Rusia ini kehilangan kesempatan menambah gelar juara Grand Slam meski memenangi dua set awal seperti ketika melawan Sinner. Dia kalah dari Rafael Nadal dengan skor 6-2, 7-6 (5), 4-6, 4-6, 5-7. Setahun sebelumnya, Medvedev, juga, mencapai final, tetapi kalah dari Djokovic.
Setelah menang atas Zverev di semifinal, Medvedev menuturkan bahwa Melbourne Park adalah tempat yang membuatnya merasa tidak nyaman dalam konteks kepercayaan diri. Padahal, lapangan keras adalah jenis lapangan yang cocok dengan gaya bermain Medvedev dengan servis keras dan groundstroke datar.
Semula, dia percaya diri bisa memenangi final karena memiliki pengalaman lima kali tampil di final Grand Slam, sedangkan Sinner belum pernah merasakan atmosfer tersebut. Namun, faktor fisik tak dapat dimungkiri berpengaruh pada performa Medvedev, apalagi ketika pertandingan berjalan lebih dari tiga set.
Sebelum tampil di final, Medvedev menjadi petenis yang paling banyak memainkan set, juga, dengan durasi yang panjang. Dia bermain 26 set pada enam babak selama 20 jam 33 menit. Sementara Sinner memenangi babak pertama hingga semifinal dengan total 19 set selama 14 jam 24 menit.
Medvedev, bahkan, hampir tersingkir pada babak kedua ketika kehilangan dua set awal saat melawan Emil Ruusuvuori. Hal serupa terjadi saat melawan Zverev di semifinal.
Meski demikian, ada sisi positif dari diri Medvedev selama tampil di Melbourne Park. Dia bisa menjadi sosok yang lebih sabar dan tak mudah marah seperti biasanya. Medvedev pun bangga pada setiap perjuangan maksimal yang ditunjukkannya.
”Sebulan lalu, saya mencoba mengubah diri agar memiliki mental yang lebih kuat. Berusaha untuk tidak terpengaruh oleh teriak-teriakan penonton yang ditujukan pada saya atau ketika wasit membuat kesalahan. Saya belajar fokus pada diri sendiri. Saya masih jauh dari sempurna, tetapi berusaha untuk menjadi lebih baik,” katanya. (AP/AFP/REUTERS)