Indonesia telah memiliki tulang punggung baru, yaitu Marselino Ferdinan. Bakatnya di lini tengah ibarat permata langka.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari Doha, Qatar
·5 menit baca
Memasuki menit ke-30, Indonesia akhirnya bisa menyentuh bola di kotak penalti Jepang pada laga pamungkas Grup D Piala Asia Qatar 2023, Rabu (24/1/2024). Gemuruh suporter Indonesia terdengar dari seluruh sudut tribune Stadion Al Thumama, Doha, Qatar, meskipun peluang itu hanya berbuah tendangan sudut pertama dan satu-satunya bagi tim ”Garuda”.
Peluang gol Indonesia itu tercipta berkat pergerakan tanpa bola gelandang sekaligus pemain termuda tim Garuda, Marselino Ferdinan. Ia membuka ruang untuk memberikan opsi operan kepada Pratama Arhan yang menguasai bola.
Dari kesempatan itu, Marselino menunjukkan bahwa Indonesia bisa memberikan perlawanan kepada Jepang, meskipun kualitas kedua tim terpaut 129 posisi di daftar peringkat FIFA terkini. Jepang berada di posisi ke-17 dunia atau yang terbaik di Asia, sedangkan Indonesia berada di peringkat ke-146. Pada laga itu, Indonesia takluk, 1-3.
Dalam situasi sepak pojok di menit ke-31, Marselino juga membuat kiper Jepang, Zion Suzuki, akhirnya perlu menjatuhkan diri untuk mengantisipasi tendangan sudutnya yang langsung mengarah ke gawang. Bola memang tidak tepat sasaran, namun pemain didikan Persebaya Surabaya itu telah menunjukkan bahwa mengancam gawang ”Samurai Biru” bukanlah hal yang mustahil.
Sekitar setengah jam berselang, Marselino kembali mengancam gawang Jepang. Kali ini, ia mencatatkan diri sebagai pemain Indonesia pertama yang melepaskan tembakan. Peluang itu tercipta pada menit ke-63. Tembakan Marselino melayang jauh di atas mistar. Ia pun kecewa karena gagal memaksimalkan operan dari rekannya, Egy Maulana Vikri, itu.
Selain memberikan ancaman melalui pergerakannya membuka ruang di sepertiga akhir pertahanan Jepang, Marselino juga menjalankan dengan cukup baik perannya di jantung permainan. Bersama Ivar Jenner, ia tidak gentar menghadapi lini tengah Jepang yang dihuni pemain kaya pengalaman di liga-liga Eropa, seperti Takefusa Kubo dan Wataru Endo.
Marselino adalah pemain tengah dan depan yang paling banyak menyentuh bola. Selama 100 menit laga itu, termasuk akumulasi injury time dalam dua babak, Marselino mencatatkan total 49 sentuhan bola. Catatan statistik itu hanya kalah dari dua bek tengah, Jordi Amat dan Justin Hubner, yang masing-masing mengoleksi 52 dan 50 sentuhan bola.
Di tengah taktik menekan para pemain Jepang, Marselino juga mampu menciptakan 58 persen operan sukses. Tak mudah melepaskan operan di tengah derasnya tekanan para pemain Jepang yang melakukan double cover. Setiap kali ada pemain Indonesia yang menguasai bola, Jepang langsung mencoba merebutnya kembali.
Jika menyaksikan heat map Sofascore, Marselino adalah satu-satunya pemain Indonesia yang menjelajahi seluruh sudut lapangan.
Marselino juga mencatatkan 100 persen operan jauh akurat. Permainan operan jauh menjadi salah satu rencana taktik yang disiapkan Pelatih Indonesia Shin Tae-yong untuk melepaskan tekanan dari pemain Jepang yang diterapkan sejak di zona pertahanan Indonesia.
”Jepang menunjukkan kualitasnya. Mereka menerapkan pressing ketat yang membuat kami sulit mempertahankan penguasaan bola. Kami mencoba melakukan operan-operan jauh untuk melepaskan diri dari tekanan mereka,” ucap Shin seusai laga tersebut.
Membantu pertahanan
Tidak sekadar mengkreasikan serangan, Marselino juga membuktikan peran pentingnya dalam meredam serangan Jepang. Suporter Indonesia di layar kaca dan di tribune stadion tentu terkesan dengan blok Marselino saat Kubo menendang bola di kotak penalti pada menit ke-34. Jika tidak ada Marselino, Kubo berpeluang memperbesar keunggulan timnya sebelum turun minum.
Duel Kubo dengan Marselino sering terjadi. Tak jarang pula Marselino berani melakukan kontak fisik untuk mengganggu Kubo, pemain klub Spanyol, Real Sociedad, dalam melakukan penguasaan bola.
Marselino juga melakukan satu sapuan dan intersep untuk membantu tim Garuda saat bertahan. Catatan impresif Marselino adalah dalam hal ball recovery, yaitu mendapatkan kembali bola dari penguasaan pemain Jepang. Sebanyak 10 kali Marselino merebut bola dari pemain Jepang. Jumlah itu paling banyak terjadi di sepertiga akhir pertahanan Indonesia, yaitu enam kali. Empat momen lainnya tercipta di sepertiga tengah lapangan.
Tak ketinggalan, pemain yang telah mencatatkan 20 penampilan bersama Indonesia itu juga dua kali memenangkan duel udara dengan pemain Jepang. Etos kerja Marselino yang tinggi diperkuat dengan catatan enam tekel yang dilakukannya.
Jika menyaksikan heat map Sofascore, Marselino adalah satu-satunya pemain Indonesia yang menjelajahi seluruh sudut lapangan. Meskipun pergerakannya lebih dominan di sisi tengah, tepatnya tengah kanan, ia juga berkeliaran di kotak penalti kedua tim.
Pada saat bertahan, Marselino berusaha melindungi pertahanan agar tim lawan tidak mudah berhadapan langsung dengan trisula bek tengah Indonesia. Kemudian, dalam proses transisi serangan, Marselino akan bergerak mendekat ke dua pemain sayap dan penyerang tengah, Rafael Struick.
Secara umum, keputusan Shin mengembalikan Marselino ke tengah, alih-alih menempatkannya lebih menyerang di posisi sayap kanan seperti saat melawan Irak, amat tepat. Bermain di tengah membuat Marselino bisa lebih leluasa menjelajah. Lawan pun sulit membaca pergerakannya.
Kehadiran Marselino juga membuat lini tengah Indonesia lebih stabil. Duet Marselino-Ivar lebih stabil dibandingkan improvisasi Shin, yaitu memainkan Justin Hubner di tengah untuk mendampingi Ivar. Sebagai pemain berposisi asli bek tengah, Justin tidak memiliki insting untuk memberikan operan kunci serta pergerakan untuk membaca ruang di pertahanan lawan.
Di Piala Asia 2023, Marselino kian membuktikan bahwa dirinya adalah pemain masa depan sekaligus tidak tergantikan di skuad Garuda saat ini. Ingat, Marselino baru berusia 19 tahun, September lalu. Jadi, masa depannya masih panjang.
Di usia remaja, ia sudah bisa merepotkan tim Jepang. Hal itu menunjukkan dirinya masih memiliki potensi yang amat besar untuk membawa tim Garuda terbang tinggi. Setidaknya, ia adalah ”sang permata” bagi Indonesia untuk bersaing lebih baik di Asia dalam beberapa tahun mendatang...