Palestina versus Uni Emirat Arab jadi laga pertama yang diguyur hujan di Piala Asia 2023. Mungkin bakal satu-satunya.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR DARI AL WAKRAH, QATAR
·5 menit baca
Memasuki menit kesembilan duel antara Palestina dan Uni Emirat Arab, gemuruh suporter terdengar di tribune Stadion Al Janoub, Al Wakrah, Kamis (18/1/2024) malam waktu setempat atau Jumat (19/1/2024) dini hari WIB. Bukan gol yang menyebabkan situasi itu, melainkan rintik hujan turun yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Selama Kamis kemarin, langit di tiga kota Qatar, yaitu Doha, Lusail, dan Al Wakrah, tidak sebiru biasanya. Ada gumpalan awan yang menghiasi langit sejak pagi hari. Meski begitu, Departemen Meteorologi Qatar tidak mengumumkan adanya prakiraan hujan yang biasanya dilakukan jika ada perubahan kondisi cuaca.
Hujan di laga itu bervolume sedang. Itu membuat momen jatuhnya air hujan dari langit terlihat indah dengan perpaduan sorotan lampu stadion. Kehadiran hujan yang berlangsung kurang dari lima menit itu seakan memberikan suntikan moral bagi skuad Palestina.
Di tengah situasi tak menentu di negara mereka, pemain-pemain Palestina berusaha sekuat tenaga memberikan tekanan kepada Uni Emirat Arab (UEA) yang datang dengan ambisi besar untuk tampil apik di Piala Asia 2023. Tak hanya situasi negara yang mengancam keselamatan sebagian keluarga pemain, Palestina juga mengalami kekalahan telak, 1-4, dari Iran di pertandingan pembuka Grup C, Minggu (14/1/2024) lalu.
Hujan yang turun itu seakan meluruhkan suasana hati tak menentu pemain Palestina akibat konflik di tanah air mereka dan hasil buruk di gim perdana. Mereka tampil amat mendominasi melawan UEA yang menembus semifinal Piala Asia 2019.
Hujan yang turun itu seakan meluruhkan suasana hati tak menentu pemain Palestina akibat konflik di tanah air mereka dan hasil buruk di gim perdana.
Itu ditambah lagi dukungan mayoritas penonton yang memadati Stadion Al Janoub. Teriakan ”Palestina, Palestina” serta ”Bebaskan Palestina” menggema dalam dua babak.
Bendera-bendera Palestina menghiasi seluruh sisi tribune Al Janoub, salah satu arena pertandingan Piala Dunia 2022. Pendukung Palestina pun membentangkan pesan melalui spanduk besar di tribune timur. Pesan berbahasa Inggris itu tertulis, ”Jangan Menormalisasi Genosida. #BebaskanPalestina”.
Mayoritas pendukung Palestina juga mengenakan keffiyeh, sorban khas Palestina. Ada penonton yang melilitkan keffiyeh di leher dan pundak mereka, lalu ada pula yang menutupi bagian kepala mereka. Penggunaan keffiyeh tidak sekadar untuk simbol dukungan kepada timnas dan rakyat Palestina, tetapi juga untuk melerai perasaan menggigil akibat terpaan angin musim dingin yang bertiup di suhu 18 derajat celsius.
Di tengah dukungan itu, Palestina bermain jauh lebih baik dibandingkan laga perdana melawan Iran. Sejak awal laga, mereka sudah mengancam gawang UEA melalui sundulan penyerang Zaid Qunbar pada menit kelima. Sundulan Qubar mampu ditepis kiper UEA, Khalid Eisa, ke atas mistar gawang.
Namun, dominasi penguasaan bola dan kontrol pertandingan tidak membuat Palestina mudah untuk menaklukkan lini pertahanan UEA. Dalam sebuah proses transisi serangan balik, UEA justru membuka keunggulan melalui sundulan penyerang Sultan Alamiri ketika laga berjalan 23 menit.
Sundulan Alamiri itu menyambut umpan terukur dari Ali Saleh. Pada proses serangan balik itu, hanya dua pemain UEA, Alamiri dan Saleh, yang berada di sepertiga akhir pertahanan Palestina. Kolaborasi keduanya sudah cukup untuk membuat Palestina kemasukan gol kelima di Piala Asia 2023.
Tidak menyerah
Tekad Palestina untuk mencari pelerai lara di lapangan hijau amat terlihat dari semangat tak kenal menyerah mereka. Kemasukan gol lebih dulu tidak membuat mereka patah arang.
Pada menit ke-37, wasit menunjuk titik putih setelah menyaksikan tayangan ulang insiden tarikan bek UEA, Khalifa al-Hammadi, kepada penyerang Palestina, Oday Dabagh. Ketika momen tersebut tercipta, wasit Ahmad al-Ali tidak langsung menganggap itu pelanggaran.
Namun, setelah berkomunikasi dengan asisten wasit video (VAR), Al-Ali memberikan Hammadi kartu merah sekaligus penalti untuk Palestina. Jarak insiden itu berlangsung hingga keputusan penalti dan kartu merah diberikan sekitar 116 detik.
Meski mendapat keuntungan, Palestina gagal mencetak gol penyama kedudukan. Eksekusi gelandang sayap Palestina, Tamer Seyam, bisa ditepis oleh tangan kiri Eisa yang bergerak sesuai arah bola. Pemain, ofisial, dan pendukung Palestina terdiam serta menunjukkan gestur kecewa.
Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Pepatah itu yang tersimpan di kepala semua pemain Palestina. Mereka tak kehilangan semangat untuk terus menggempur pertahanan UEA pada babak kedua.
Kerja keras mereka berbuah manis pada menit ke-50. Seyam membalas kegagalan eksekusi penalti dengan mengirimkan umpan silang ke arah kotak penalti UEA yang disambut gol bunuh diri bek tengah Bader Abaelaziz. Tribune stadion benar-benar bergemuruh. Pelatih Palestina Makram Daboub memeluk pemain dan staf pelatih di sisi lapangan.
Setelah gol itu, Palestina terus berusaha mengejar gol tambahan. Tetapi, performa apik Eisa yang secara total melakukan enam penyelamatan menggagalkan misi Palestina meraih kemenangan pertama di ajang Piala Asia.
Adapun satu poin di laga melawan UEA adalah poin ketiga yang dikoleksi Palestina di pesta sepak bola Asia. Palestina tidak pernah absen mengikuti Piala Asia dalam tiga edisi beruntun sejak Australia 2015.
Setelah mencatatkan poin perdana di Qatar 2023, Daboub menuturkan, anak asuhannya akan mengejar kemenangan perdana ketika menghadapi Hong Kong, Selasa (23/1/2024), pada laga terakhir fase grup. Jika menang, Palestina bisa mengunci tiket ke babak 16 besar.
”Raihan poin ini meningkatkan motivasi kami untuk berusaha menang saat menghadapi Hong Kong. Kami ingin mewujudkan mimpi untuk pertama kali menembus babak gugur Piala Asia,” kata Daboub.
Ia menambahkan, ”Takdir kami ada di tangan kami sendiri. Kami memiliki peluang untuk memberikan kebahagiaan bagi rakyat Palestina di mana pun mereka berada pada laga terakhir.”
Sergio Costa, asisten pelatih UEA, pun memuji perjuangan keras anak asuhannya untuk menjaga raihan poin setelah bermain bertahan dengan 10 pemain selama lebih dari 60 menit pertandingan. Tak hanya pemain, Pelatih UEA Paulo Bento juga diusir wasit asal Kuwait itu setelah menerima kartu kuning kedua di pengujung babak kedua.
Meminjam penggalan lirik lagu ”Mengapus Jejakmu” milik Noah, ”Biar hujan menghapus jejakmu”. Ya, jejak kesedihan Palestina sejenak memudar seiring hujan di Al Janoub….