Franz Beckenbauer dan Jejak Abadi Pemikirannya di ”Kompas”
Legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, berpulang. Prestasi dan pemikirannya dalam 155 tulisan di ”Kompas” abadi.
”Kini, perjalanan panjang, yang penuh liku dan sulit, berakhir sudah. Bagi sepak bola Jerbar (Jerman Barat), yang sudah sekian tahun ’mati’, kini seolah hidup lagi.”
Lebih dari tiga dekade lalu, Franz Beckenbauer menuliskan kalimat itu dalam kolom ”Catatan Sepak Bola Beckenbauer” yang dimuat di Kompas. Tulisan itu tayang pada 11 Juli 1990 atau tiga hari setelah Beckenbauer mengantarkan tim Jerman Barat menjuarai Piala Dunia.
Saat bangun pagi, sehari setelah final Piala Dunia melawan Argentina, Beckenbauer tak langsung beranjak. Beckenbauer yang menjadi pelatih tim Jerman Barat saat itu masih harus mencerna apa yang baru terjadi. Ia lantas meyakinkan diri dengan berkata, ”Franz, ini benar-benar terjadi, bukan mimpi. Kau memenangi Piala Dunia!”
Trofi Piala Dunia 1990 itu meneguhkan Beckenbauer sebagai sosok yang langka di sepak bola. Bagaimana tidak, pria kelahiran Muenchen, Jerman, ini melengkapi prestasinya sebelumnya. Sebagai pemain, Beckenbauer juga sukses menyabet trofi Piala Dunia 1974.
Di dunia ini, hanya ada tiga orang yang menjuarai Piala Dunia sebagai pemain dan pelatih. Selain Beckenbauer, ada Mario Zagallo (Brasil) dan Didier Deschamps (Perancis).
Baca juga: Saat Para Legenda Jerman Juara Dunia
Prestasi Beckenbauer di klub juga tak kalah gemilang. Beckenbauer memenangi empat gelar liga dan menjadi kapten dari tiga kemenangan Bayern Muenchen di Piala Eropa pada tahun 1974, 1975 dan 1976. Ia juga memenangi Bundesliga bersama Hamburg pada tahun 1982.
Namun, Beckenbauer, yang tutup usia pada Minggu (7/1/2024), ini abadi bukan hanya karena prestasinya. Peraih penghargaan Ballon d’Or dua kali (1972 dan 1976) ini juga abadi karena mencurahkan pemikirannya lewat tulisan. Seperti kata sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, dengan menulis, ”Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
Menulis hingga 2016
Empat tahun setelah ditunjuk sebagai pelatih Jerman Barat, atau tepatnya tahun 1988, Kompas pertama kali memuat tulisan Beckenbauer, yang berasal dari tulisan sindikasi. Beckenbauer menulis catatan sepak bola menjelang Piala Eropa di Jerman Barat, 10-25 Juni 1988.
Beckenbauer tak hanya membahas soal Jerman Barat, tetapi juga menulis tujuh tim lainnya, termasuk Belanda yang akhirnya keluar sebagai juara. Saat menulis soal Belanda, Beckenbauer memuji Ronald Koeman sebagai pemain yang memiliki kemampuan teknis dan daya juang mengagumkan.
Tembakan Koeman, kata Beckenbauer, begitu akurat dan kencang sehingga desingan bola seolah terdengar sampai ke telinga penonton. ”Saking kerasnya membuat Anda menyangka ada dinamit yang meledak,” tulis Beckenbauer.
Baca juga: Franz Beckenbauer, Sosok Langka Pengubah Wajah Sepak Bola Itu Berpulang
Sepak bola Jerbar (Jerman Barat), yang sudah sekian tahun ’mati’, kini seolah hidup lagi.
Tendangan Koeman dari titik putih menggetarkan jala gawang Jerman Barat pada babak semifinal Piala Eropa 1988. Gol Koeman dan lesakan Marco van Basten menghentikan langkah Jerman Barat yang unggul lebih dulu via gol penalti Lothar Matthaus.
Setelah menulis untuk Piala Eropa 1988, Beckenbauer masih melanjutkan kolomnya di Kompas pada tahun yang sama dan setahun kemudian. Beckenbauer juga menulis ulasannya sebelum dan sesudah Piala Dunia 1990. Tulisannya selalu ada setidaknya hingga 2001, lalu berlanjut pada 2004-2008.
Menjelang Piala Eropa 2012, namanya kembali muncul di kolom Kompas. Begitu pula saat Piala Eropa 2016. Total ada 155 tulisan dari Beckenbauer dalam rentang lebih dari dua dekade.
Sehari sebelum Kompas menayangkan tulisan perdana Beckenbauer pada 1988, wartawan Kompas, Budiarto Shambazy, menggambarkan figur legenda sepak bola Jerman itu. Budiarto menulis, Beckenbauer ialah seorang intelektual. Dia mengarang beberapa buku, seperti My Opponents My Friends: Stages of A Carreer (1987), Somebody Like Me (1975), dan Futbol Okulu (1977).
Baca juga: Berpulangnya Zagallo, Simbol Kejayaan Sepak Bola Brasil
”Tak dapat disangkal lagi dia adalah pemain, pelatih, dan di atas semua itu, salah satu tokoh dunia sepak bola terbaik yang pernah hidup. Itulah Franz Beckenbauer yang menulis khusus untuk Anda,” tulis Budiarto.
Kontroversi
Namun, hidup Beckenbauer tak melulu berjalan mulus. Ada sederet kontroversi yang mewarnai. Beckenbauer, misalnya, terlibat skandal pemilihan Jerman sebagai tuan rumah Piala Dunia 2006. Di Kompas pada 1998, Beckenbauer pernah menulis soal Inggris dan Jerman yang ”bertarung” untuk menjadi tuan rumah ajang bergengsi tersebut.
Beckenbauer juga menulis pengharapannya soal dukungan Chung Mong Joon, presiden sepak bola Korea Selatan saat itu, dalam pengambilan suara untuk tuan rumah Piala Dunia 2006. Chung adalah salah satu dari 24 anggota Komite Eksekutif FIFA yang kelak membuat keputusan.
Setelah Jerman berhasil ditunjuk sebagai tuan rumah, Beckenbauer menjadi ketua panitia penyelenggara. Turnamen yang sukses ini masih secara nostalgia disebut di Jerman sebagai ”das Sommermaerchen” atau ”Dongeng musim panas”. Namun, ceritanya berubah menjadi suram pada Oktober 2015 ketika majalah Jerman, Spiegel, mengungkap berita skandal uang untuk pemungutan suara.
Majalah tersebut menulis, pada 2000, Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) telah membeli suara empat anggota Komite Eksekutif FIFA yang beranggotakan 24 orang asal Asia untuk mengamankan tuan rumah putaran final Piala Dunia 2006.
Jerman mengalahkan Afrika Selatan dengan 12 suara berbanding 11 setelah Charles Dempsey dari Selandia Baru abstain dalam pemungutan suara terakhir.
Baca juga: “Kemurnian” Jerman dan Belanda
Pada 2019, jaksa Swiss mendakwa tiga mantan pejabat DFB, termasuk mantan Presiden Theo Zwanziger, dengan tuduhan penipuan terkait Piala Dunia 2006. Namun, dakwaan itu tidak mencantumkan nama Beckenbauer.
Tak hanya itu, Beckenbauer juga pernah mendapatkan larangan dari Komite Etik FIFA untuk melakukan aktivitas apa pun yang berhubungan dengan sepak bola selama 90 hari pada 2014. Sanksi itu diberikan lantaran Beckenbauer menolak bekerja sama dalam penyelidikan korupsi yang berhubungan dengan aloksi Piala Dunia FIFA 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar.
Tulisan pertama legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, yang tayang di Kompas pada 3 Juni 1988 untuk menyambut Piala Eropa 1988.
Kontroversi di luar lapangan itu menjadi sisi paradoks dari kegemilangan Beckenbauer di dalam lapangan. Terlepas dari itu, kepergiannya membawa duka mendalam bagi dunia sepak bola. Segala hal baik yang dibawa sosok yang dijuluki ”Der Kaiser” atau ”Sang Kaisar” ini dikenang banyak orang.
Bayern Muenchen bahkan menulis, kepergian Beckenbauer membuat dunia mereka terasa lebih berbeda—tiba-tiba menjadi lebih gelap, lebih sunyi, lebih buruk.
Pelatih timnas Jerman, Julian Nagelsmann, menganggap Beckenbauer sebagai pesepak bola dan pelatih yang berdiri di atas segalanya. ”Ketika Franz Beckenbauer memasuki sebuah ruangan, ruangan itu menyala,” ujarnya.
Sebagai seorang pemain, Beckenbauer dikenal berwibawa dan memiliki jiwa kepemimpinan sehingga memiliki julukan Der Kaiser. Konon, julukan itu juga melekat karena kemiripan Beckenbauer dengan Raja Bavaria Kaiser Ludwig II.
Mantan striker Inggris, Gary Lineker, yang bermain di Piala Dunia 1986 dan 1990, juga berduka atas kepergian Beckenbauer. Der Kaiser, kata Lineker, adalah pesepak bola terindah yang memenangkan semuanya dengan anggun dan menawan.
Beckenbauer, yang pergi dalam tidurnya, meninggalkan prestasi, kegemilangan, dan tulisannya, termasuk di Kompas. Jejak itu akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.