Inefisiensi lini serang kembali ”menggigit” Arsenal di depan publik sendiri. Eksperimen Arteta tidak cukup mengatasi Liverpool yang datang tanpa kekuatan penuh.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Bagai meriam usang, begitulah performa Arsenal saat disingkirkan Liverpool di babak ketiga Piala FA. Arsenal mendominasi dan punya kesempatan berkali-kali unggul lebih dulu. Namun, alih-alih unggul, bek mereka Jakub Kiwior justru mencetak gol ke gawang sendiri di pengujung laga.
Gol bunuh diri Kiwior membuat tim tamu unggul pada 10 menit menjelang laga berakhir di Stadion Emirates, Senin (8/1/2024) dini hari WIB. Dengan situasi tertinggal, Arsenal semakin frustrasi dan kehilangan kontrol. Hal itu dimanfaatkan Liverpool yang menutup kemenangan dengan 2-0 lewat penyerang Luis Diaz di injury time.
Arsenal pun tersingkir dari Piala FA di depan para pendukung sendiri. Padahal, Liverpool datang dengan skuad seadanya. Penyerang andalan Mohamed Salah absen karena sudah berangkat untuk membela tim nasional Mesir di Piala Afrika. Kapten tim Virgil van Dijk juga tidak bisa memimpin lini belakang karena kurang bugar.
Ironi ”Si Meriam” telah mencapai puncak. Mereka kini tenggelam dalam rentetan tiga kali kekalahan beruntun di seluruh kompetisi. Dalam tujuh laga terakhir, tim asuhan Manajer Mikel Arteta juga hanya menang sekali. Semua tren buruk tersebut disebabkan masalah yang sama seperti versus Liverpool, inefisiensi lini serang.
Penyerang legendaris Liga Inggris Alan Shearer, sebagai komentator di program BBC One, berkali-kali mengatakan sepanjang laga, penyelesaian akhir Arsenal sangat buruk. ”Kami sudah bilang bukan? Arsenal akan menyesali peluang-peluang yang mereka lewatkan di laga ini,” ujarnya.
Ketidakefisienan Arsenal terpampang jelas di paruh pertama. Mereka mendominasi dengan kombinasi umpan pendek bertempo cepat dan tekanan intens saat tanpa bola. Mereka pun unggul jumlah tembakan saat turun minum, 13-2, tetapi tidak satu pun bisa dikonversi. Kualitas peluang senilai 1,52 expected goals (xG) terbuang percuma.
Penyerang legendaris Liga Inggris Alan Shearer, sebagai komentator di program BBC One, berkali-kali mengatakan sepanjang laga, penyelesaian akhir Arsenal sangat buruk.
Arteta melakukan eksperimen di lini depan. Penyerang sayap Reiss Nelson dimainkan sejak awal. Begitu juga gelandang serang Kai Havertz yang dipercaya menjadi ujung tombak. Adapun penyerang tengah Gabriel Jesus dikabarkan tidak bisa tampil menjelang laga karena problem cedera lutut.
Namun, kedua pemain itu ternyata bukan jawaban dari masalah ketajaman Arsenal. Nelson melewatkan peluang berhadapan satu lawan satu dengan kiper Alisson Becker di menit kedua. Sementara itu, Havertz melakukan enam tembakan tanpa ada yang berujung gol.
”Sebenarnya performa kami sudah sesuai dengan yang diharapkan, termasuk jumlah peluang yang didapatkan. Kami hanya perlu menang, tetapi kenyataannya kami kalah. Kami tidak memanfaatkan (kesempatan) itu. Untuk menang, kami harus bisa mengapitalisasi peluang,” ujar Arteta yang juga heran dengan krisis gol Arsenal.
Arsenal telah menciptakan kualitas peluang senilai 6,47 xG dalam tiga laga terakhir, tetapi hanya mampu mencetak satu gol. Data tersebut memperlihatkan masalah serius yang harus dibenahi Arsenal dalam jeda cukup panjang setelah melawan Liverpool. Mereka baru akan bertanding dua pekan lagi.
Menurut Arteta, pembelian penyerang baru di jendela transfer Januari kurang realistis. Dia pun hanya akan fokus untuk menyelesaikan masalah inefisiensi tersebut dengan skuad yang sama. ”Pekerjaan saya adalah untuk meningkatkan (kualitas) para pemain yang kami punya,” ujarnya.
Soliditas Liverpool
Liverpool bisa melaju ke babak berikutnya karena soliditas dari sepak mula hingga peluit panjang dan keberanian Manajer Juergen Klopp. Meskipun didominasi Arsenal sepanjang paruh pertama, mereka mampu bermain lebih berani setelah turun minum. Liverpool menekan lebih agresif dan mengincar serangan balik kilat.
”Saya sangat bangga. Ini mungkin adalah lawan tersulit yang bisa kami dapatkan di undian (babak ketiga). Arsenal sangat pintar, bermain dengan pendekatan berbeda. Kami pun mengubah sedikit hal saat turun minum. Kami lebih baik dan gol pertama mengubah segalanya. Kuncinya, anak-anak bertarung 95 menit penuh,” kata Klopp.
Klopp mengubah formasi lini serang di paruh kedua. Darwin Nunez dipindahkan dari tengah ke sayap kiri, sementara Diaz dari sayap kiri ke kanan. Nunez yang unggul kecepatan sering mengajak duel bek sayap lawan Ben White. Adapun bola mati yang berujung gol bunuh diri Arsenal berasal dari pelanggaran di area operasi Nunez.
Serangan Liverpool semakin mengalir saat penyerang Diogo Jota masuk dari bangku cadangan pada menit ke-69, menggantikan Cody Gakpo. Klopp juga berani memasukkan dua pemain muda, Conor Bradley (20) dan Bobby Clark (18), lima menit sebelum gol pertama tercipta. Kehadiran mereka menambah energi Liverpool untuk tetap bermain agresif.
Di sisi lain, Arteta kurang berani untuk mencoba para pemain cadangan. Hanya penyerang Gabriel Martinelli yang dimasukkan cukup awal, di menit ke-62. Sisanya, tiga pemain cadangan lain masuk setelah Arsenal tertinggal. Adapun Emile Smith Rowe dan Leandro Trossard baru dimainkan pada menit ke-88.
Tanpa Van Dijk, ban kapten Liverpool diambil bek sayap Trent Alexander-Arnold. Dia sukses menjadi katalis serangan tim tamu dan mengeksekusi bola mati yang berujung gol bunuh diri lawan. ”Ini kemenangan besar. Kami kehilangan banyak pemain, tetapi bisa pulang dengan kemenangan lewat dua gol di ujung laga,” tuturnya.
Berbeda dengan Arsenal yang sudah tersingkir dari seluruh kompetisi lokal, Liverpool masih bisa meraih trofi di Piala FA dan Piala Liga. Alexander-Arnold dan rekan-rekan akan menghadapi semifinal pertama Piala Liga versus Fulham pada Kamis dini hari. (AP/REUTERS)