Dilibas Libya, Keraguan Memayungi Pemain Naturalisasi
Performa mengecewakan ditampilkan pemain-pemain naturalisasi di laga kontra Libya. Meskipun dibekali pemain keturunan berkualitas, Shin Tae-yong punya pekerjaan rumah untuk meningkatkan kolektivitas tim.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
ANTALYA, RABU – Performa pemain-pemain naturalisasi belum berjalan sesuai harapan pada laga uji coba pertama menghadapi Libya, Selasa (2/1/2024), di Stadion Kompleks Olahraga Mardan, Antalya, Turki. Pelatih Indonesia Shin Tae-yong menilai wajar penampilan terbaik pemain keturunan belum bisa keluar pada duel ekshibisi yang berakhir dengan kekalahan mutlak, 0-4.
Dalam konferensi pers daring, Rabu (3/1/2024), Shin menegaskan, laga pertama dari dua duel uji coba melawan Libya tidak dimaksudkan untuk mencari hasil akhir. Itu ditegaskan dengan keputusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tidak mendaftarkan pertandingan itu sebagai laga ”FIFA A” yang bisa memberikan poin bagi ranking FIFA.
Dengan laga ekshibisi biasa, kedua tim bisa melakukan pergantian sepuasnya atau tidak terbatas dengan hanya maksimal enam pergantian pemain sesuai laga uji coba FIFA. Kondisi itu membuat Shin menurunkan 10 pemain berbeda di dua babak dan hanya kiper Syahrul Trisna yang tampil selama 90 menit.
”Fans sepak bola Indonesia pasti kecewa besar kami kalah dari Libya, tetapi fans tidak perlu khawatir tentang kekalahan kemarin. Saya tidak melihat skor karena kami ingin melihat kondisi fisik pemain setelah menjalani latihan fisik intensitas tinggi dan ada pula yang baru bergabung pemusatan latihan,” ujar Shin yang melakukan sesi konferensi pers sebelum memimpin sesi latihan Rabu pagi waktu setempat.
Meski memberikan pernyataan untuk menghibur pendukung ”Garuda”, Shin juga tidak bisa menyembunyikan kekecewaan atas kekalahan itu. Dalam beberapa kesempatan, Shin tersorot di kamera layar kaca menggeleng-geleng kepala dan menampilkan wajah cemberut saat menyaksikan aksi anak asuhannya, terutama di babak kedua.
Sorotan besar didasari performa para pemain naturalisasi yang tampil jauh dari harapan. Alih-alih mengangkat performa, sejumlah pemain keturunan itu justru menenggelamkan tim Garuda.
Tiga dari empat gol yang bersarang ke gawang Syahrul Trisna tercipta setelah turun minum ketika Shin memasang duet bek tengah naturalisasi, yaitu Jordi Amat dan Justin Hubner. Dua pemain yang memiliki garis keturunan Indonesia masing-masing dari nenek dan kakek itu hadir untuk meningkatkan lini belakang Indonesia.
Sorotan besar didasari performa para pemain naturalisasi yang tampil jauh dari harapan.
Namun, kenyataannya terjadi sebaliknya pada momen perdana keduanya berduet bersama. Sebab, tiga gol yang diciptakan Libya di babak kedua melalui Omar al-Khouja (58’), Nouradin Elgelaib (89’), dan Alaa al-Qijdar (90+2’) diawali blunder kedua pemain itu.
Al-Khouja dan Elgelaib mencetak gol setelah memanfaatkan kesalahan operan Hubner, bek asal Wolverhampton Wanderers. Gol kedua yang menggetarkan jala gawang Garuda berawal dari operan salah sasaran Hubner di depan kotak penalti.
Bukannya bangkit, Hubner kembali melakukan kesalahan yang diawali keputusan berisikonya. Ia melakukan operan ke arah Amat tanpa mengindahkan ada dua pemain Libya yang berada dalam jalur aliran bola. Bola operan Hubner bisa dipotong sehingga Elgelaib bisa mencetak salah satu gol termudah dalam kariernya.
”Saya akui operan-operan saya tidak bagus di laga ini. Itu harus saya benahi dan saya harus berjuang lebih keras,” ucap Hubner tentang blundernya yang diciptakannya, seusai laga.
Terkait performa Hubner, pemain pertama Indonesia yang terdaftar di Liga Primer Inggris, Shin berkata, ”Justin (Hubner) sudah menjalani latihan singkat dan ia bicara bisa bermain selama 45 menit. Saya beri kesempatan untuk cek kondisinya. Walau melakukan kesalahan, saya menilai ia menjalankan tugas dengan baik.”
Lebih lanjut Hubner mengakui dirinya masih beradaptasi dengan sistem permainan dan formasi di timnas Indonesia. Demi meningkatkan performa tim, Hubner berharap semua pemain segera meningkatkan performa kolektif.
”Kami harus bermain bertahan dan menyerang bersama sebagai sebuah tim,” katanya.
Cedera Amat
Ketika Hubner mengalami debut buruk di timnas Indonesia, Amat tak ketinggalan menambah derita Indonesia. Ia juga melakukan kesalahan operan yang membuat Al-Qijdar mencetak gol indah dari titik tengah lapangan.
Penampilan buruk Amat itu mengembalikan ingatan ketika Indonesia dibuat tak berdaya oleh Irak di laga pembuka Kualifikasi Piala Dunia 2026, November lalu. Padahal, pengalaman dan sepak terjang Amat dibutuhkan untuk memperkokoh pertahanan Indonesia. Apalagi duel kontra Libya adalah laga ke-11 Amat mengenakan seragam lambang Garuda di dada.
”Kami memerlukan Jordi (Amat) karena pengalamannya sebagai pemain senior. Ia memang belum pulih 100 persen (dari cedera bahu), tetapi saya yakin ketika Piala Asia dimulai, (cedera) itu sudah bukan masalah untuknya,” tutur Shin.
Secara total, Shin menurunkan lima pemain keturunan pada pertandingan ekshibisi pertama melawan Libya, tim asal Afrika. Selain Amat dan Hubner, Shin memainkan Ivar Jenner di babak kedua.
Marc Klok dan Rafael Struick adalah wajah pemain di luar didikan sepak bola lokal Indonesia yang tampil di babak pertama. Pada 45 menit awal, Libya mencetak satu gol melalui sepakan Ekrawa ketika laga baru berjalan 25 menit.
Ketiga pemain itu pun gagal tampil menonjol. Klok, yang memulai laga sebagai kapten, gagal menghidupkan permainan Indonesia dari lini tengah. Begitu pun Struick tidak mampu menghasilkan satu tembakan untuk mengancam gawang Libya, yang berjuluk ”Ksatria Mediterania”.
Di babak kedua, Jenner gagal mengulangi penampilan briliannya pada Kualifikasi Piala Asia U-23, September lalu. Bertandem dengan Marselino Ferdinan, Jenner tidak banyak menghadirkan operan progresif untuk membuka ruang di sepertiga akhir pertahanan Libya.
Hanya dua tembakan yang dihasilkan Indonesia di babak kedua, termasuk sepakan Adam Alis yang membentur tiang gawang pada menit ke-50. Jumlah tembakan itu menyusut dari empat peluang yang tercipta pada babak pertama.
Dede Sulaeman, legenda timnas Indonesia, menilai pemain-pemain Indonesia melakukan kesalahan mendasar dalam operan, kontrol, supporting antarpemain, dan organisasi permainan. ”Khusus pemain naturalisasi yang diharapkan dapat mengangkat prestasi sepak bola Indonesia, ternyata kualitas bermainnya biasa-biasa saja,” ucap Dede.
Pemain tim Garuda dekade 1980-an itu menambahkan, ”Beberapa hal perlu dibenahi demi menyatukan pemain naturalisasi dengan pemain lokal, yaitu menyamakan visi, spirit dan motivasi tujuan yang sama; menunjukkan kepercayaan diri dan kerja keras; serta meningkatkan kerja sama tim.”
Hal serupa disampaikan pemain timnas Indonesia dekade 1970-an, Risdianto. Menurut pencetak 25 gol dari 56 cap bersama Indonesia itu, waktu kurang dari dua pekan jelang laga perdana Grup D Piala Asia 2023 kontra Irak, 15 Januari mendatang, tidak boleh menjadi alibi jika timnas bermain tidak sesuai harapan di panggung Asia.
”Seharusnya tim sudah bisa menyatu karena kerangka tim ini sudah dipilih sejak lama,” kata Risdianto.