Sindrom klaustrofobia Arsenal bisa berlipat ganda ketika bertamu ke Craven Cottage. Selain punya lapangan tersempit, Fulham juga memiliki Joao Palhinha.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Jika Arsenal memiliki sindrom, maka itu adalah klaustrofobia. Ketakutan pada ruang sempit itu dialami ”Si Meriam” musim ini. Mereka sering panik dan mudah frustrasi saat menghadapi pertahanan ketat lawan. Sindrom Arsenal bisa semakin parah di markas Fulham, Stadion Craven Cottage.
Arsenal akan bertamu ke kandang Fulham dalam duel bertajuk derbi London penutup tahun, Minggu (31/12/2023). Tim asuhan manajer Mikel Arteta patut waspada. Seperti diketahui, Craven Cottage memiliki luas lapangan tersempit di Liga Inggris dengan panjang hanya 100 meter dan lebar 65 meter.
Jumat kemarin, Si Meriam baru merasakan penderitaan saat menghadapi ruang sempit pertahanan lawan. Mereka frustrasi, kalah 0-2 dari West Ham United yang datang dengan skema bertahan total atau “parkir bus”. Padahal, kandang mereka, Stadion Emirates, memiliki luas standar, panjang 105 meter dan lebar 68 meter.
Arteta berkata, penampilan anak asuhnya sangat impresif walaupun kalah. Mereka mengepung tim lawan, termasuk menciptakan 77 sentuhan di kotak penalti. Namun, itu tidak cukup. ”Jika tidak meningkatkan (eksekusi) di kotak penalti, maka tidak (akan menang lawan Fulham). Pada akhirnya semua tentang itu (gol),” ujarnya.
Arsenal, tidak seperti musim lalu, berjibaku dalam serangan sejak awal musim. Tim-tim lawan selalu sangat berhati-hati, mulai memperlakukan mereka seperti juara bertahan Manchester City. Bedanya, City punya penyerang murni sekelas Erling Haaland yang bisa menangkal skema ”parkir bus” dengan keunggulan fisiknya.
Arsenal bergantung pada penyerang Gabriel Jesus yang baru mencetak tiga gol di liga. Jesus saja sempat berkata, keahlian utamanya bukan menciptakan gol. Itu yang membuat Arsenal seolah mengalami klaustrofobia. Mereka mampu mendominasi dan mengepung lawan, tetapi kesulitan mengonversi jadi gol.
Si Meriam baru menghasilkan 19 gol dari permainan terbuka, lebih sedikit dari tim medioker seperti Fulham (20). Jika dibandingkan dengan jadwal musim lalu, dalam 19 laga dengan lawan-lawan yang sama, produktivitas Arsenal juga merosot jauh. Dari 48 gol musim lalu menjadi 36 gol di musim ini. Mereka sedang tidak baik-baik saja.
Di Craven Cottage, selain ukuran lapangan, sindrom tim tamu bisa berlipat ganda karena presensi gelandang jangkar Fulham, Joao Palhinha. Dia merupakan pemain dengan jumlah tekel terbanyak di liga yang bisa semakin memperkecil ruang untuk lawan. Gelandang kreatif Arsenal, Martin Odegaard, menemukan lawan sepadan.
Menurut mantan bek tim nasional Inggris, Gary Neville, masalah terbesar Arsenal adalah trio lini serang yang ditempati Jesus, Gabriel Martinelli, dan Bukayo Saka. Ketiganya baru menyumbang total 10 gol sejauh ini, bahkan masih kalah dari rekor penyerang Liverpool, Mohamed Salah, sendirian (12) atau Haaland (14).
”Trio itu punya potensi menjadi hebat, tetapi mereka tidak banyak melakukan kombinasi bersama-sama. Itu masalah utama mereka. Anda bisa lihat di era keemasan Liverpool, trio Salah, (Roberto) Firmino, dan (Sadio) Mane selalu terkoneksi,” ucap Neville dalam siniar miliknya.
Ucapan Neville tepat. Trio Arsenal tidak saling berhubungan karena Martinelli terisolasi di sisi kiri. Martinelli masih belum beradaptasi dengan pengawalan setidaknya dua pemain di setiap pertandingan. Dia pun tidak berkembang, baru mencetak 2 gol dan 2 asis. Martinelli menyumbang 15 gol dan 5 asis musim lalu.
Alhasil, serangan Arsenal terlihat pincang. Nyaris semua serangan berbahaya berasal dari sisi kanan, area yang diisi Saka. Tim-tim lawan semakin mudah mengantisipasi, sementara tugas Saka membongkar pertahanan lawan semakin berat. Masalah ketidakseimbangan itu harus segera diatasi Arteta.
Trio itu punya potensi menjadi hebat, tetapi mereka tidak banyak melakukan kombinasi bersama-sama.
Arteta menilai, tidak ada yang patut dikhawatirkan dengan performa Martinelli dan Saka. ”Masih banyak laga tersisa. Mereka terlihat baik-baik saja. Jika kami menang, Anda tidak akan menyorot itu (masalah mereka). Mereka masih muda dan punya banyak energi. Mereka akan terus berkembang. Itu yang pasti,” jelasnya.
Harapan Arsenal mengatasi sindrom ada dalam diri gelandang serang Kai Havertz. Sosok setinggi 1,93 meter itu bisa menjadi jawaban untuk menghadapi tumpukan bek dan ruang sempit di pertahanan lawan. Sosok tersebut yang dirindukan Arsenal di laga versus West Ham. Havertz sempat absen karena sanksi akumulasi kartu.
Terakhir kali bertemu, Arsenal harus berbagi poin dengan Fulham yang menyudahi laga dengan 10 pemain. Manajer Fulham Marco Silva berharap kejutan serupa akan terjadi di Craven Cottage. Palhinha dan rekan-rekan butuh hasil positif setelah tiga kali kalah beruntun di liga. Laga kandang di akhir tahun bisa menjadi motivasi lebih.
”Mereka adalah lawan yang sangat tangguh. Tetapi, ada beberapa titik lemah yang bisa kami eksploitasi. Sebelum West Ham, hanya kami dan Tottenham yang bisa mencuri poin di kandang mereka. Kami tahu cara mengimbangi mereka dan akan melakukan itu lagi. Kami harus berada di level terbaik untuk bisa melakukannya,” pungkas Silva. (AP/REUTERS)