Hati-hati Jebakan ”Round Robin”
Format ”round robin” yang akan dijalani di penyisihan Final BWF World Tour tak akan membuat atlet langsung tersingkir jika kalah. Namun, mereka harus berhati-hati karena format tersebut punya jebakan.
Bertanding dalam penyisihan turnamen Final BWF World Tour yang menggunakan format round robin bukan berarti atlet akan merasakan atmosfer lebih santai. Lengah sedikit, mereka bisa terjerembab dalam jebakan format tersebut.
Round robin adalah salah satu format turnamen ketika setiap peserta bersaing dengan semua peserta. Setiap atlet bisa bertemu satu kali dengan peserta lain (single round robin), seperti yang diterapkan di Final BWF, bisa bertemu dua kali (double round robin), atau lebih.
Oleh karena harus bertanding melawan semua peserta, posisi akhir setiap pemain akan ditentukan setelah mereka menjalani semua pertandingan. Ini berbeda dengan persaingan sistem gugur yang umum digunakan dalam turnamen BWF World Tour. Atlet bisa langsung tersisih saat kalah dan lolos ke babak berikutnya ketika menang.
Dalam Final BWF 2023, yang berlangsung di Hangzhou, China, 13-17 Desember, delapan wakil dari setiap nomor dibagi dalam dua grup untuk menjalani fase penyisihan dengan round robin. Dengan demikian, setiap wakil harus bertanding tiga kali di grup masing-masing.
Mereka yang menempati posisi dua teratas setiap grup, saat semua pertandingan penyisihan selesai pada 15 Desember, berhak maju ke semifinal yang memberlakukan sistem gugur.
Urutan klasemen akhir setiap grup tak hanya bergantung pada selisih jumlah menang dan kalah. Ada beberapa indikator lebih detail yang akan menjadi penentu jika dua wakil atau lebih memiliki statistik menang-kalah yang sama.
Ketika hanya dua wakil dengan jumlah menang-kalah yang sama, posisi mereka langsung ditentukan oleh head to head (hasil pertandingan di antara keduanya). Sementara jika melibatkan lebih dari dua peserta, selisih perbedaan gim, lalu selisih perbedaan poin menjadi indikator yang akan dilihat secara berurutan.
Dengan format persaingan tersebut, peluang atlet untuk lolos ke semifinal tak langsung hilang meski kalah pada laga awal yang akan berlangsung di Hangzhou Olympics Sports Center, Rabu (13/12/2023). Sebaliknya, mereka tak bisa ”santai” saat menang.
Baca juga: Fajar/Rian dan Bagas/Fikri Bersaing dalam Satu Grup
Semua sama saja, delapan pemain yang lolos ke sini punya performa stabil sepanjang tahun.
Jonatan Christie, salah satu wakil tunggal putra Indonesia, mencapai semifinal Final BWF 2022 di Bangkok, Thailand, setelah kalah dari Anthony Sinisuka Ginting pada pertandingan pertama Grup B. Setelah kekalahan itu, Jonatan menang atas Loh Kean Yew (Singapura) dan Chou Tien Chen (Taiwan) hingga bisa menempati peringkat kedua di bawah Anthony. Undian mempertemukan Jonatan dengan Anthony pada semifinal yang juga dimenangi Anthony.
Di Hangzhou, Jonatan akan memulai penampilan dengan melawan juara dunia asal Thailand, Kunlavut Vitidsarn. Dia juga akan bersaing dengan juara All England, Li Shi Feng (China), dan Anders Antonsen (Denmark) di Grup B.
Statistik pertemuan dengan ketiga pemain akan menjadi bekal bagi Jonatan untuk, minimal, menyamai hasil Final BWF 2022. Dia unggul 4-3 atas Vitidsarn, selalu menang pada empat pertemuan dengan Li, dan unggul dari Antonsen 5-3.
Namun, pemain Indonesia yang ditempatkan sebagai unggulan kedua itu tak menilai statistik tersebut sebagai keuntungan. ”Semua sama saja, delapan pemain yang lolos ke sini punya performa stabil sepanjang tahun,” ujar tunggal putra peringkat keempat dunia tersebut.
Baca juga: Pemain Indonesia Adaptasi Kondisi Lapangan pada Latihan Pertama Jelang Final BWF
Anthony, yang menjadi Finalis BWF 2022 dan 2019, berada di grup yang berbeda. Di Grup A, para pesaingnya juga cukup berat, yaitu Kodai Naraoka (Jepang), Shi Yu Qi (China), dan empat kali juara Final BWF, Viktor Axelsen (Denmark). Anthony hanya unggul dalam pertemuan dengan Naraoka (2-0) dan tertinggal dari Shi (1-8) serta dari Axelsen (4-12).
Pelajaran berbeda
Berbeda dengan Jonatan yang lolos ke semifinal setelah memulai laga dengan kemenangan, Gregoria Mariska Tunjung dan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti tersingkir di fase penyisihan meski mengawali penampilan dengan kemenangan pada 2022. Apriyani, bahkan, mendapat pengalaman lebih pahit saat tampil pada Final BWF 2020 di Bangkok ketika masih berpasangan dengan Greysia Polii.
Mereka memiliki peluang besar melaju ke empat besar dengan hasil selalu menang pada dua pertandingan pertama. Klasemen dari dua pertandingan yang telah dijalani semua pasangan pada Grup A menempatkan Greysia/Apriyani pada posisi teratas. Mereka tinggal membutuhkan satu gim kemenangan untuk tampil pada fase berikutnya.
Alih-alih bisa memenangi satu gim, Greysia/Apriyani kalah straight games dari pemain Malaysia, Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean. Hasil tersebut menurunkan posisi Greysia/Apriyani ke peringkat ketiga hingga gagal melanjutkan perjalanan. Sebaliknya, Chow/Lee lolos dari lubang jarum dengan menempati peringkat kedua, setelah sekali kalah dan sekali menang dari dua pertandingan sebelumnya.
Baca juga: Istimewanya Final BWF World Tour
Seperti yang dikatakan Gregoria sebelum berangkat ke Hangzhou, pengalamannya pada setahun lalu menjadi bekal untuk tampil lebih baik pada Final BWF 2023. Dalam persaingan dengan tiga pemain elite di Bangkok, Gregoria mengalahkan Chen Yu Fei pada laga pertama, lalu kalahh dari An Se-young dan Akane Yamaguchi.
”Saya harus fokus pada setiap pertandingan. Saya juga harus bisa menikmatinya, termasuk kalau kalah karena masih ada pertandingan berikutnya yang harus dijalani,” katanya.
Di Hangzhou, Gregoria berada satu grup dengan dua pemain top yang belum pernah dikalahkan hingga membuatnya penasaran, yaitu An dan Tai Tzu Ying. Tunggal putri Indonesia peringkat ketujuh dunia itu akan langsung berhadapan dengan Tai pada Rabu.
“Saya ingin bisa langsung beradaptasi dengan baik. Tai Tzu Ying adalah pemain dengan variasi kemampuan yang baik dan itu harus benar-benar saya waspadai. Semua pukulan dan arahnya sangat berbahaya,” kata Gregoria yang delapan kali kalah dari pemain peringkat keempat dunia tersebut.
Fadia, juga, bertekad mendapat hasil lebih baik dibandingkan 2022, tetapi dengan tidak menjadikan itu sebagai beban. Apalagi, dia dan Apriyani berada satu grup dengan ganda putri nomor satu dunia, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, di Grup A. Pasangan muda, Liu Sheng Shu/Tan Ning, juga, bisa menjadi tantangan besar karena performa yang meningkat.
Sebelum berhadapan dengan dua pasangan China itu, Apriyani/Fadia akan fokus lebih dulu pada laga melawan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara. Apalagi, ganda putri Jepang itu memiliki lebih banyak pengalaman bertanding di panggung besar. Mereka adalah juara dunia 2018 dan 2019. “Melawan Mayu/Wakana, kami harus siap capek. Tipikal mereka ulet, jadi kami harus tahan,” kata Fadia.
Pada ganda putra, dua wakil “Merah Putih” memulai pertandingan dengan saling berhadapan karena berada pada grup yang sama. Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri akan menjalani debut di Final BWF melawan senior mereka, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, semifinalis Final BWF 2022.